"Jangan mau lagi menderita, di saat seharusnya kamu bahagia, Aira"
Ryan
Masjid Al Irsyad, Surabaya
Aira duduk di kursi besi yang tak jauh dari arah parkiran. Gadis itu merasa aneh dan canggung. Ini pertama kali dalam hidupnya ia berada di masjid pada waktu jumatan. Dan Aira adalah satu-satunya gadis yang berada di masjid Al Irsyad Surabaya, hanya ditemani oleh puluhan sepeda motor dan mobil yang terparkir dengan rapi ditempatnya.
Ketika Aira melihat beberapa orang telah keluar dari masjid, dengan cepat gadis itu menundukkan kepalanya. Menahan rasa malu yang membuncah di dada. Aira bersumpah dia harus melakukan sesuatu pada cowok brengsek bernama Ryan itu! Dia harus membayar semua ini!
Aira membuka handphonenya. Bermain sudoku untuk menghabiskan waktu sembari menunggu Ryan mendatanginya.
"Aira?"Aira tercekat. Gadis itu masih menunduk ke bawah dan meskipun dia tidak melihat ke atas untuk mendongak, Aira sangat mengetahui siapa pemilik suara ini.
"Aira kan?"
Siapapun tolong Aira!
Gadis itu akhirya mengangkat wajahnya. Menatap tajam pada pria yang saat ini berdiri di depannya. Kenapa takdir selalu saja memainkannya seperti sudah menjadi kebiasan yang tidak boleh dilewatkan? Kebiasan untuk membuat Aira terluka!
"Tuh kan bener." Lelaki itu tersenyum. Dia memakai hodie berwarna kuning dan celana jeans berwarna biru yang robek di bagian lututnya. Rambutnya berwarna pirang bercampur hitam. Hidungnya mancung, bibirnya tipis, iris matanya sebiru langit. Perawakannya persis seperti Jack Dawson dalam film Titanic (1997) yang di perankan oleh Leonardo de Caprio. Tetapi jangan pernah tertipu, karena dia iblis.
"Ini gue, Alex. Lo masih inget kan? Tentu aja lo ngga mungkin lupain gue," Alex berkata dengan gayanya yang angkuh. "Karena gue cinta pertama lo kan, Ai? Itu yang gue denger dari Mimi sih"
Aira hanya diam. Memilih untuk mengacuhkan lelaki brengsek di depannya ini. Wajahnya nampak setenang langit pagi hari, cerah dan indah, namun jangan tanya seperti apa keadaan Aira sebenarnya.
"Ai lo denger ngga sih? Lo ngabain gue hah?" Alex menyentuh dagu Aira, mengangkatnya dengan kasar agar gadis itu melihat wajahnya dan tidak hanya menunduk saja.
Aira hanya bisa diam. Berusaha keras agar kedua bola matanya tidak melihat wajah terkutuk itu. Badannya gemetar menahan tangis yang sedari tadi sudah meledak dalam hati. Ia ingin marah, ia ingin mencaci maki, ia ingin murka. Namun mengapa tak bisa? Mengapa ia tak berdaya? Mengapa? Dasar bodoh! Dasar bodoh! Gadis bodoh!
"Lo sok jual mahal hah? Gue cium juga lo pasti masih mau kan?" Alex mendekatkan wajahnya pada wajah Aira dengan seringai kepuasan yang tiada tara.
Tidak! Jangan! Jangan brengsek!
Aira seharusnya melawan. Ya dia harus melawan. Hal yang tidak bisa dia lakukan dua tahun yang lalu. Harus ia lakukan sekarang!"Lepasin tangan lo bangsat!" tangan itu menangkap tangan Alex dan menyingkirkannya dengan kasar dari dagu Aira.
"Jancok! Lo siapa?" Alex murka.
"Lo yang siapa? Seenaknya nyentuh cewek gue!" Ryan berdiri di depan Aira yang masih duduk di tempatnya.
Aira menatap punggung Ryan yang berdiri untuk melindunginya dengan perasaan campur aduk. Bukan. Aira sudah tidak bisa lagi berpikir sehat saat ini. Dia sudah kalut. Bahkan sejak dia mendengar namanya keluar dari mulut cowok brengsek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pink Diary
Fiksi Remaja(HIATUS) || Aku tidak mau lagi jatuh cinta. Semua cowok yang kusuka pada akhirnya jadi menyukai Mimi. Teman cowok deketku, tetanggaku, adik kelas, kakak kelas yang aku sukai, jika mereka bertemu dengan Mimi, mereka akan menyukainya dan jatuh cinta p...