14 - Ryan Pergi

394 52 182
                                    

"Semua hal memiliki aturannya masing-masing. Dan mungkin hanya cinta yang tidak memiliki aturan yang pasti didalamnya"

Motor vespa berwarna biru usang itu melaju di atas trotoar Surabaya. Menyapa dunia. Berseru bahwa kedua penumpang di atasnya sedang berbahagia. Namun itu untuk beberapa saat yang lalu.

Kali ini. Tak ada kata, tak ada sapa. Hanya angin yang menemani. Menjadi melodi diantara kehenginan yang hakiki. Diantara Ryan yang sedang gelisah dan Aira yang sedang melamun.

Pandangan mata Aira akan beralih dari satu pohon ke pohon lain yang ia lewati. Ah.. Surabaya sudah banyak berubah. Jauh lebih hijau dari pertama ia menginjakkan kaki disini.

Aira tidak mau memikirkan keganjilan ini, tapi hal itu terus saja berputar di kepalanya. Apa ini nyata? Mengapa Ryan bersikap seperti ini padanya? Mengapa ia rela membayar jembatan Suramadu untuknya? Mengapa akhir-akhir ini mereka banyak menghabiskan waktu bersama?

Apa ini kebetulan? Atau hanyalah permainan takdir semata? Kali ini luka seperti apa yang akan di tusukkan takdir pada Aira? Takdir telah merebut banyak hal dari Aira. Dan lebih baik untuk gadis itu berhenti terluka.

Cara agar tidak terluka adalah berhenti berharap. Pada apapun itu. Jangan pernah berharap lebih. Aira berhasil melakukannya selama dua tahun terakhir. Namun tiba-tiba Ryan datang dan memporak-porandakan semuanya.

Ryan datang dengan senyuman, terus berada disisinya tanpa minta imbalan, kemudian satu persatu merajut kenangan.

Mengapa kau datang, Ryan? Kehadiranmu ini untuk menolongku atau untuk menghancurkanku? Jawablah!

"Aii..." panggilan kecil dari suara familiar itu membuyarkan Aira dari lamunannya. Merobek emosi yang ada. Membuat Aira sampai tidak bisa berkata-kata.

Menyadari dirinya tidak mendapat respon, Ryan semakin gelisah. Matanya masih menatap awas ke depan. Pada jalan raya yang cukup ramai.

"Dengerin gue Ai. Ini penting banget," pinta Ryan dengan sangat. Berharap Aira akan menjawab.

"Apa?" jawab Aira sedikit ketus.

Hening. Tak ada lagi yang bersuara diantara mereka berdua. Hanya bising yang ada. Dari sepeda motor dan mobil yang berkendara di samping mereka.

"Aira...." kali ini nada suara Ryan terdengar lemah. Apa benar dia Ryan yang sama? Yang selalu meneriakkan nama Aira sampai telinga mau pecah rasanya?

"APA SIH? APA?" Aira murka. Tidak lupa untuk menganiaya Ryan setelahnya. Pletak. Pletak.

"Gue mau pergi, Ai" ucap Ryan lirih. Hampir tak terdengar. Dia bahkan tak peduli pada Aira yang memukul helmnya karena kesal. Karena Ryan rasa, dia pantas mendapatkannya.

Tangan Aira yang bersiap untuk memukul lagi terhenti begitu saja. Jika saja angin tidak membelai wajahnya, mentari tidak menyengat kepalanya atau jika saja motor vespa itu tidak terus melaju di atas tanah Surabaya, Aira pasti sudah percaya jika waktu telah berhenti.

"Kayaknya kita ngga bakal ketemu lagi, Ai..."

Apa? Kau akan pergi dan tak kan kembali? Ya lakukan saja! Itu pasti jauh lebih baik bukan daripada kau terus saja menempel disini! Ya! Akhirnya cowok sinting ini akan pergi! Benar! Ini berita berita yang sangat menyenangkan bukan? Tetapi mengapa Aira tidak bisa merasa bahagia sama sekali? Mengapa?

"Ai kita udah sampai!" Ryan mengulangi kembali kalimat itu, karena nampaknya Aira tidak bisa mendengarnya karena terlalu asik melamun.

Pink DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang