"Setiap melihatmu aku akan tersenyum, meskipun aku tidak mengerti mengapa"
Ryan
"Ai... Aira... Aiaiai.. Aira.. Wooho... Aira... Aira.... Hihihi... Aiwo.. Aio.. Aira..."
Aira membuka matanya. Terkejut untuk sesaat. Rasa-rasanya gadis itu mendengar sebuah suara familiar yang terus saja berbisik diatas kepalanya. Benar-benar menyeramkan, untung saja nampaknya itu cuma mimpi. Tapi jika benar begitu suara siapa itu? Jenis suara bariton berat dengan logat bicara yang menyebalkan!
Aira masih saja dalam posisi sebelumnya. Kepalanya masih setia tertempel di meja karena gadis itu masih berusaha mengumpulkan kesadarannya.
Dalam usaha Aira mendapatkan kembali tenaganya, gadis itu dapat melihat Mimi yang sedang bermain dengan handphone-nya. Meski Aira masih belum berbicara satu patah katapun dengan Mimi, dia tahu bahwa saat ini gadis berwajah ke-arab-an itu sedang dalam mood yang sangat buruk. Hal apa lagi yang bisa membuat Mimi menekuk wajah seperti itu jika bukan karena laki-laki? Yaa.. Tentu saja itu pasti karena salah satu gebetan Mimi!
"Hoam..." Aira melenguh kecil sambil mengangkat wajahnya dari meja. Gadis itu masih saja bisa menguap padahal baru saja bangun tidur.
Ketika Aira sedang dengan nyamannya menikmati menguap dengan bibir yang menganga kecil, gadis itu dikejutkan oleh hal yang tak terduga. Aira bahkan harus mematung untuk sesaat, kedua matanya membulat sempurna, bibirnya masih saja terus terbuka saking terkejutnya.
"Ai, mingkem! Awas kemasukan lalat loh!" seru sebuah suara bariton berat. Persis seperti suara yang berhasil membangunkannya dari tidur nyenyaknya.Aira dengan cepat membenarkan posisi duduknya. Dalam diamnya sebenarnya dia sedang menata organ dadanya yang bisa saja terkena serangan jantung saat itu juga.
Kenapa Aira harus selalu bertemu dengan manusia satu ini dalam kondisi tidak terduga?
Pertama kali saat ia telat dan dikejutkan oleh seseorang sok akrab yang terus saja melambai-lambaikan tangan kepadanya. Kedua saat ia berusaha bersembunyi dari Mimi dan entah kenapa bisa terjebak dengannya di dalam ruang ganti. Ketiga, saat ini. Saat Aira baru saja bangun tidur, kenapa dia harus melihat wajahnya dengan senyumnya yang merekah seakan senyum itu tidak akan pernah pupus?
Kenapa seorang Gilang Febrian Ramadhan terus saja muncul tiba-tiba? Tentu saja ini bukan trik semata bukan? Kenapa dan ada apa?
Ryan saat ini sedang tersenyum pada Aira. Saking manisnya senyumannya itu sampai Aira bisa saja terserang kolesterol saat itu juga.
Ryan saat ini sedang jongkok tepat di depan meja Aira. Lelaki berambut coklat itu menempelkan dagu dan keduanya tangannya ditepi meja. Wajahnya yang terpaku diatas meja menatap ke atas pada Aira yang duduk dengan ekpresi wajah yang tidak bisa diartikan olehnya. Tatapan Ryan begitu intes juga intim. Terpancar begitu jelas betapa bahagianya murid pindahan itu ketika melihat Aira berada tepat di depannya saat ini. Tak peduli meskipun mereka dipisahkan oleh meja sebagai jarak diantara keduanya.
'Ini gue ngga mimpi kan? Gue sama cowok sinting ini satu kelas....?'
Ryan mengusap pucuk kepala Aira dengan begitu lembutnya. Dan Aira pun semakin mendekap tubuh Ryan dalam pelukannya. Begitu nyaman sampai ia lupa, untuk saat itu tidak mengingat sebesar apa dirinya membenci pria.
Aira tertegun. Mengapa kejadian di pom bensin selamam kembali terngiang?
'Mampus gue...' Kini Aira menatap Ryan dengan pandangan tak suka. Tak peduli pada Ryan yang tersenyum tulus padanya.
Aira yang sedari tadi menatap kedepan dan Ryan yang terlalu fokus pada Aira membuat mereka berdua tidak sadar pada puluhan pasang mata yang menatap mereka penuh tanda tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pink Diary
Jugendliteratur(HIATUS) || Aku tidak mau lagi jatuh cinta. Semua cowok yang kusuka pada akhirnya jadi menyukai Mimi. Teman cowok deketku, tetanggaku, adik kelas, kakak kelas yang aku sukai, jika mereka bertemu dengan Mimi, mereka akan menyukainya dan jatuh cinta p...