Waktu penuh dengan misteri. Tetapi cinta adalah tentang jatuh hati. Dan Aira masih berdiri. Dengan wajah merah muda berseri.
Senyum kecilnya, terukir hendak menjadi abadi. Namun sang takdir kembali. Menampar gadis itu untuk segera bangun dari ilusi.
Kepala Aira masih setia tertunduk. Kakinya yang terbungkus sepatu kets berwarna hitam, berjalan dengan perlahan. Ketika wajahnya mendongak untuk melihat ke depan, langkahnya terhenti. Kernyitan muncul di dahi Aira yang mulai berkeringat karena sengatan sinar mentari.
"Mimi? Lo ngapain disini?" tanya Aira menatap penuh selidik. Pada Mimi yang berdiri tepat dihadapannya. Mereka hanya dibataskan oleh satu jejak langkah kaki saja.
Mimi menatap Aira jengah. Merasa muak dan hendak muntah. Kedua bola matanya yang bulat, menatap tajam tanpa syarat. "Damn! Lo yang ngapain disini, pengkhianat?!"
Aira tersentak. Menatap tak percaya pada Mimi yang berubah menjadi sarkasme. Bersikap congkak dengan jari lentiknya yang ditunjuk-tunjukkan di depan wajah Aira.
Senyum di wajah Aira pudar. Kebahagiaan membuncah yang ia ingin bagikan kepada Mimi menghilang begitu saja. Menguar entah bagaimana. Kembali menjadi simfoni kosong tanpa melodi.
"Pengkhianat? Maksud lo apa, Mi? Gue ngga ngerti sama sekali!"
"Udah jan bacot! Sana pergi!"
"Mi?" Aira sudah tidak bisa berkata lagi. Mungkin dia kesal diperlakukan tidak adil atas kesalahan yang ia sendiri tidak mengerti. Tetapi hatinya jauh lebih sakit karena tiba-tiba Mimi bersikap seperti ini. Dingin dan tak terkendali.
Mimi maju satu langkah. Membalikkan badan Aira dengan paksa. Mendorong cukup keras dengan sengaja.
Aira? Gadis itu hanya diam. Membiarkan tubuhnya didorong. Merelakan kakinya berjalan dengan gontai. Juga air mata yang hendak meledak, namun ia tahan sekuatnya. Begitupun dengan puluhan pertanyaan yang hendak ia layangkan pada Mimi. Namun apa daya, ia terlalu sakit hati.
Kriiieettt... Bunyi pagar berdesis bersamaan dengan Aira yang masih mematung di depannya. Gadis itu dapat mendengar samar-samar langkah kaki Mimi yang menjauh. Tanpa sepatah katapun lagi. Mimi meninggalkan Aira sendiri. Tidak, sepupunya itu kini telah mengusirnya. Dan Aira tidak tahu ia harus pergi kemana.
Beberapa saat yang lalu...
Aira membuka gerbang yang tidak dikunci itu dengan tergesa-gesa. Masuk ke dalam dengan segera. Dan berhenti di balik gerbang yang sudah tertutup rapat, dengan kedua tangannya didada.
Mimi dapat melihat semua itu dengan sangat jelas. Kecuali Alex yang berdiri berlawanan arah dengan Aira. Gawat! Kini Mimi harus benar-benar melakukan sesuatu!
"Al.. Mau gue tunjukin sesuatu yang seru ngga?" Alex suka tantangan. Mimi tahu itu.
"Gue ngga punya waktu buat main-main sama lo, Mi."
"Lo mau lihat nggak?"
"Apa?"
"Yakali gue tunjukin di luar?"
Alex mengerti. "Oke. Sekalian gue nunggu Aira di dalem."
Alex masuk ke dalam rumah tanpa ragu. Hingga ia merasakan suatu hal yang nampak tabu. "Tapi tumben lo ngijinin gue masuk? Princess bisa kesambet juga ya?"
Tak ada jawaban. Alex menoleh ke belakang. Menemukan hanya udara yang menyapa. Pintu besar berukirkan seni Jawa yang baru saja ia masuki tertutup rapat. Sejenak, Alex masih tidak merasa aneh. Ia pikir Mimi sedang mengambil sesuatu yang ingin ia tunjukkan padanya.
Namun semakin lama. Alex yakin ada sesuatu yang salah. Dengan segera dia menuju pintu, mencoba membukanya namun nihil. Pintu itu terkunci rapat. Apa-apaan ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pink Diary
Teen Fiction(HIATUS) || Aku tidak mau lagi jatuh cinta. Semua cowok yang kusuka pada akhirnya jadi menyukai Mimi. Teman cowok deketku, tetanggaku, adik kelas, kakak kelas yang aku sukai, jika mereka bertemu dengan Mimi, mereka akan menyukainya dan jatuh cinta p...