16 - Keraguan

62 3 15
                                    


.

.

"Maaf telah merepotkanmu."

"Tidak, seharusnya aku yang meminta maaf karena telah membuatmu mengingat tentang kejadian itu." Ujar laki-laki bernama Wika itu.

"Tidak. Bukan salahmu. Terimakasih sudah membawaku kemari." Ujar Finu dengan tulus.

Tangan Wika tiba-tiba bergerak dan menghampiri dahi milik Finu.  Wika kemudian mendekatkan dahinya dan menempelkannya tepat di telapak tangannya yang sedang menempel pada dahi milik Finu.

Posisi ini membuat wajah mereka sangat dekat, bahkan ujung hidung milik Finu telah menyentuh ujung hidung milik Wika. Selain itu, hembusan nafas milik Wika sangat terasa. Hembusan udara yang sangat tenang. Entah mengapa, Finu sangat nyaman dengan hal ini.

"Ternyata kamu tidak demam." Ujar Wika masih dengan posisi dahinya yang menempel pada telapak tangannya dengan punggung tangannya menempel pada dahi Finu.

"Lah? Demam?" Tanya Finu bingung.

"Iya. Aku takut kamu jadi demam karena terlalu banyak memikirkan hal yang tidak penting."

"Memangnya bisa seperti itu?"

"Ah.. Tidak." Ujar Finu.

Kemudian Wika melepaskan telapak tangannya dari dahi milik Finu.

Seketika wajah Wika menjadi lebih tenang.

"Finu..." Panggil Wika.

"Hm?"

"Apa kamu sudah memaafkan Willy?"

Pertanyaan Wika tadi membuat hati Finu tiba-tiba merasakan sakit, sakit sekali hingga Finu merasa lebih baik tidak sadarkan diri seperti tadi ketimbang mengingat masa lalunya yang sangat buruk itu.

"Tidak semudah itu aku memaafkannya."

"Ah begitu."

"Hanya saja, aku tidak akan dendam terlalu lama kepadanya. Aku yakin suatu saat nanti aku bisa memaafkannya." Jelas Finu.

"Terimakasih." Jawab Wika lirih.

"Kenapa kamu yang berterimakasih?" Tanya Finu.

"Gawat." Gumam Wika dalam hati.

"Ah. Tidak. Itu. Apa. Aku berterimakasih karena kamu berkata seperti itu sebab aku sangat tahu apa yang Willy perbuat kepadamu. Aku tahu kamu sangat kesakitan dulu. Aku harap kamu bisa segera memaafkannya."

"Ah, I hope so."

.

"Sebaiknya aku pulang. Sepertinya keluargaku sudah menunggu." Ujar Wika.

"Baik. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih."

"Sampai bertemu kembali."

.

"Finu!" Teriak Dina ketika melihat seseorang keluar dari rumah milik keluarganya.

"Apasih kak?"

"Temen kamu tadi?"

"Pacar aku kak." Ujar Finu dengan nada yang sangat serius.

"Wah, bagus kalau begitu. Oka jadi milikku."

"Ogah. Oka juga punya aku." Ujar Finu dengan nada yang sangat serius juga.

"Idih. Yakali. Engga tau ah, mending aku jalan-jalan."

"Lah. Baru sampai rumah, sekarang sudah mau pergi lagi?" Tanya Finu.

"Iya nih, Ariana sibuk."

"Huek. Huek. Cuih." Jawab Finu dengan berpura-pura ingin muntah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Glad.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang