열하나

14K 1.9K 87
                                    

Setelah cukup jauh, gue berhenti jalan dan segera berjongkok. Gue tahu betapa payahnya gue saat ini, tapi gue gak bisa lagi membohongi diri. Gue gak bisa lagi mendoktrin pikiran gue bahwa gue gak apa-apa, saat kenyataannya hati gue berserakan, dan diri gue berantakan.

Dada gue teramat sesak, dan gue tahu sesak itu bukan karena Mark udah punya gandengan baru. Tapi karena untuk dia, melupakan gue bisa berlangsung secepat itu. Disaat gue masih struggling, berharap bahwa putusnya gue dan dia cuma sebatas mimpi buruk, kadang sampe harus nangis, dia udah bisa menyembuhkan lukanya. Atau mungkin emang dari awal gak pernah ada luka untuk dia. Putusnya kita hanya menyakiti gue aja.

Shuhua ikut berjongkok, terus ngambil posisi di sebelah gue. Dia menghembuskan napasnya panjang sebelum ngusap pundak gue, bikin pertahanan gue untuk gak menangis hancur seketika.

Gue nangis tanpa suara. Punggung gue bergetar, nahan segala beban yang memberati hati gue. Shuhua bergerak memeluk gue, berhasil buat air mata yang mengalir jadi tambah deras.

Sore itu, ditemani air mata yang masih gak mau berhenti, gue mengetahui beberapa hal. Mulai dari posisi gue di samping Mark Lee yang udah terganti, sampai konsekuensi dari memberi seluruh isi hati tanpa menyisakan asuransi untuk diri sendiri.

((🍀))

"Hari ini ultahnya Kesha," Shuhua berujar, ngangsurin botol air putih ke arah gue. Kami batal ke bank. Selain karena udah lewat jam buka, muka sembab gue juga gak cakep-cakep amat untuk dipajang kemana-mana.

Shuhua membawa motornya menepi ke tukang penjual minuman dingin pinggir jalan. Gue dan dia duduk di trotoar, megang minuman masing-masing sambil terdiam. Ucapan dia tadi adalah kalimat pertamanya Shuhua setelah kita diem-dieman untuk belasan menit ke belakang.

Gue melirik ke arah Shuhua, semacam isyarat biar dia ngelanjutin ceritanya. "Sebenernya, dari kemaren Renjun minta gue ikutan surprise party-nya, tapi gue gak mau. Dia bilang oke, asal gue ngasih kado. Gue iyain, tapi gak gue lakuin. Ya lo tau kali, satu-satunya barang yang sudi gue kasih ke itu cewek cuma boneka voodoo," lanjut Shuhua, hampir bikin gue ketawa.

"Tadi, Renjun sempet nge-LINE buat nanyain kadonya. Gue bilang gak ada. Dia langsung nelepon gue, terus nyuruh gue ketemu dia di depan mading. Disitu, kita debat. Renjun bilang gue bahkan bisa ngado sendal swallow atau apapun yang murah-murah. Kado itu cuma bentuk solidaritas aja antara gue dan Kesha. Di situ gue langsung ngamuk. Gue bilang untuk gak usah campuradukin masalah gue dan dia. Temen dia belom tentu temen gue, gitu juga sebaliknya,"

Shuhua ngesah. "Gue gak bilang sama lo soal kado ini sebelumnya karena gue gak mau lo kepikiran. We both know how hurted you are gara-gara dua manusia kurang asem itu," ujar dia. Gue bergeleng pelan, "Harusnya lo gak usah ribut sama Renjun cuma gara-gara gue, Sha. Dan gue gak masalah kok kalo lo mau kasih kado ke dia,". Shuhua mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Tapi gue gak mau. She will be happy as hell kalo gue ngasih kado. Dia bakal ngerasa kalo dia udah bisa rebut semuanya dari lo," ucap cewek itu membara. "Dan elo, Rana, udah jadi sahabat gue sebelum Renjun jadi pacar gue. Elo yang dateng malem-malem kalo gue lagi sedih, yang rela jadi Sule dadakan buat gue. Gue emang sayang Renjun, tapi elo adalah sahabat gue paling berharga. Gue gak akan maafin diri gue sendiri kalo disaat elo nangis, gue cuma bisa nontonin lo karena nurutin maunya pacar gue,".

Mata gue panas, tapi hati gue hangat. Penuturan Shuhua yang menggebu-gebu seolah nunjukin kalo dia serius atas apa yang dia omongin.

Padahal gue sama Shuhua baru kenal SMA ini, kita berdua gak pernah ketemu sebelumnya. Shuhua yang pertama kali nyapa dan ngajak gue untuk duduk bareng, saat dia liat gue berdiri canggung di depan pintu kelas.

Ah, nyatanya, gue ini siapa tanpa Shuhua?

Gue beringsut mendekati sahabat gue itu. Tangan gue melingkari pundaknya, terus senyum kecil.

"Makasih, Sha,".

BREAK UP - mark lee :: ( ✓ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang