Nikotin dan Kafein | 08

179 25 3
                                    

Tuliasan di bawah ini agak sensitif karena mengenai sudut pandang. Tapi yakinlah, SAYA TIDAK BERMAKSUD MENYINGGUNG TERUTAMA MERUGIKAN PIHAK MANA PUN.

Happy reading ...

————————————————
——————————

"Inara Libra Zhasy?"

Cewek yang sejak tadi berjinjit-jinjit di depan rak buku perpustakaan terperanjat. Lebih terkejut lagi begitu menoleh dan mendapati wajah Niko.

Tak jauh berbeda dengan reaksi Niko beberapa saat yang lalu. Dariapada kenyataan jika ia tidak bisa mengikuti OSN tahun ini karena harus fokus pada ujian, ia lebih dikejutkan dengan kenyataan jika adik kelasnya yang akan menggantikannya di olimpiade ekonomi itu adalah cewek yang ia temui di rumah sakit empat hari lalu.

"Lo ... "

Dan Niko benar-benar sukses membawa cewek bernama Libra ini pada tahap di mana ia terkejut yang nyaris ketakutan begitu Niko kembali membuka suara, "Jadi lo, yang bakal gantiin gue di OSN?"

Oh ... Jadi ini Niko yang disebut buk Andin, batin Libra.

"Gimana kemampuan lo? Udah pernah menang lomba di mana aja? Tigkat sekolah? Kota? Provinsi?" lajut Niko dengan wajah jauh dari kata bersahabat.

"Saya ... nggak maksud buat ngegantiin posisi Kakak kok," Libra gelagapan, buru-buru menurunkan jari telunjuknya yang sempat teracung di hadapan Niko begitu sadar siapa yang sedang bicara padanya saat ini, "Saya juga baru tahu hari ini. Buk Andin bilang, Kakak nggak dibolehin sama waka kurikulum karna sebentar lagi mau ujian," lanjutnya.

Kedua tangan Libra yang  terpilin ke belakang dan mata lebarnya yang menatap takut-takut ke arahnya, membuat Niko menahan diri untuk tidak terkekeh pelan. Setidaknyaman itu adik kelasnya ini.

Keadaan semakin buruk bagi Libra begitu tahu-tahu Niko melangkah mendekat. Raut wajahnya tidak terbaca. Datar. Libra bahkan harus memundurkan tubuhnya untuk menjaga jarak wajar dengan Niko.

"Nih," Niko mengulurkan sebuah buku bersampul navy dari rak tertinggi ke arah Libra. Buku yang coba cewek itu ambil tadi. Kali ini benar-benar tertawa pelan.

Libra mengintip melalui sebelah matanya yang terbuka kemudian menyerngit. Masih tidak bisa membaca maksud Niko.

Niko berdecak pura-pura kesal, "Ambil," katanya sambil meletakkan buku itu ke atas tangan Libra.

"Ah ... Iya," cewek itu sempat gelagapan sebelum akhirnya memeluk buku ditangannya yang membuat Niko lagi-lagi terkekeh pelan.

"Nggak usah takut gitu. Gue nggak gigit," canda Niko.

Kendati ketegangannya sudah tidak seburuk tadi, Libra masih tidak bisa menatap Niko seperti kemarin. Seakan cewek yang meminta bantuan orang tidak dikenal di parkiran belakang rumah sakit itu tidak pernah ada. Yang tertinggal hanya kisah usang si adik kelas yang ciut di depan senior. Sisa-sisa aura si ketua OSIS satu ini masih sangat kental mendominasi. Prestasinya masih sesilau mendali yang disabetnya semester lalu di debat kompetitif. Libra canggung.

"Ya udah gue pergi dulu."

Libra bungkam. Tidak mengerti harus menaggapi bagaimana. Sampai akhirnya ia menemukan kembali suaranya, Niko sudah di ambang pintu.

"Saya ... boleh minta kakak jadi tutor?" tanya Libra ragu.

Niko berbalik, menelukkan kedua tangan ke dalam saku. "Gue ini, orang 'sial' yang nggak jadi ikut OSN. Dan lo, orang 'beruntung' yang ngenatiin gue. Lo pikir gue bakalan jawab iya?"

Nikotin dan KafeinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang