Aku pernah lebih parah dari ini, aku yakin bisa melewatinya. Aku harus tenang semua akan berlalu.
“Fawnia tenang, kamu harus tenang.”
Akhirnya aku ditempatkan disini lagi, ruangan putih polos yang hanya terdengar detik jam itu.“Kamu sudah bangun.” Dr. Billy mendekat kearahku.
Ketika aku bangun, badanku rasanya sedikit kaku ketika digerakkan.
“Jangan terlalu banyak bergerak. Bersandarlah sebentar.” Akhirnya Dr.Billy mendekat padaku dan membetulkan tempat tidur yang dingin itu. Beliau memandang catatannya yang sedikit banyak itu.
“Apa yang sebenarnya terjadi tadi?” Beliau membetulkan letak kacamatanya.
Aku menggeleng, aku tidak mengingat apapun yang terjadi tadi.
“Jika kau tidak berbicara denganku aku tidak bisa memberikan apapun untuk menyembuhkanmu.” Dr. Billy akhirnya menyerah.
“Aku baik-baik saja, aku tidak butuh obat itu lagi.”
Lebih baik aku bercerita dengan Kak Akmal daripada dengan dokter itu lagi.
“Aku pergi, nanti tolong beritahu Kak Oxa bahwa aku hanya ingin dirawat dirumah saja.”
Aku turun dari tempat tidur dingin itu, sepertinya badan ini sekarang berpihak padaku. Semuanya baik-baik saja ketika aku keluar dari ruangan itu, Dr.Billy juga tidak mengejarku.
Aku baik-baik saja, ketika dijalan anak itu datang lagi.
“Kenapa lo datang lagi?” Aku bertanya tanpa melihatnya.
“Aku sedih jika kamu ada disana, cukup aku saja yang tersiksa kamu jangan.” Dia berjalan riang disebelahku senyumnya seakan-akan dia anak paling beruntung didunia.
Aku sudah berjanji pada kakakku, jika aku tidak akan bertemu dengannya lagi. Dia sudah cukup menderita karena berteman denganku, seperti itu kata kakakku.
“Pulang sana, lo kan udah ketemu sama papamu. Gua mau pulang.” Aku berhenti berjalan, lalu menatapnya lagi ternyata dia juga menatapku dengan senyumnya.
“Aku antar ya, aku suka kalo jalan-jalan gini."
“Gua mau minta jemput gua, lo aja yang gua anter gimana?” Dia tidak menjawab tapi dia tidak ingin melunturkan senyumnya.
Akhirnya aku menelfon Adam, lalu setelah memberi ancaman sedikit dia sepakat juga menjemputku.
“Kamu cantik Faw kalo tersenyum, makanya dia suka sama kamu.” Dia tersenyum lagi lalu mengikutiku yang melanjutkan berjalanku.
“Siapa ? Adam?”
“Bukanlah, Adam kan temanmu dari kecil.” Dia sedikit mengubah cara tersenyumnya.
“Siapa sih?”
“Nanti kamu juga tau, cerita ke aku aja kalo kamu udah tau siapa dia ya.”
Saat aku sedang sibuk berfikir tentang apa yang dibicarakannya.Adam datang membawa mobil kuning kesayangannya.
“Woi, cewek ikut om yuk.” Dia mengedipkan matanya genit.
“Ayo om, tapi nanti beliin es cream ya. Eh Dam temanku mau nebeng juga boleh ya.” Aku masuk kedalam mobilnya, dia hanya mengangguk.
“Eh ma. Ayo nanti dianter sama temen gua.” Aku menengok lagi kearah tempatku berdiri tadi, Emma sudah tidak ada.
Aku menengok lagi kedalam mobil Adam tidak ada juga.
“Ngga usah banyak bacot, ayo pulang.” Adam memasangkan sabuk pengamanku lalu langsung menancapkan gasnya tidak tanggung-tanggung lagi.
“Jajan yok, gua traktir.” Adam menowel pipiku pelan.
“Gara-gara lo teman gua jadi pulang sendirian. Kan kasian Dam.” Aku menoleh kepadanya.
“Ceritanya nanti aja ke Kak Oxa, gua laper Faw. Jangan banyak bacot.”
“Gua jadi pengin Es Potong Dam.” Aku membalas menowel-nowel pipinya juga.
“Ok, kita berangkat.” Dia tersenyum lalu melayangkan tinjunya keudara ternyata tangannya membentur atap mobilnya.
Dia menoleh kearahku, selanjutnya kami tertawa dengan sangat keras.
Jika saja tadi Emma ikut dengan kami mungkin suasananya akan sangat menyenangkan.
To Be Continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Second Life
Teen FictionKukira dengan menjaga jarak denganmu bisa membuatku melihat dunia dengan damai, tetapi aku sudah kecanduan akan senyummu itu. Senyum yang bisa mengalahkan obat yang selama 2 tahun ini ku konsumsi. Benar kata mereka kamu memanglah segalanya - Faw