Deg deg deg
“ Gak usah alay napa sih Bin.” Aku melihatnya dengan tetap memakan sosisku.
“ Seriusan, gua Cuma pengin temenan sama lo. Kayaknya gua itu setiap ketemu sama lo terpacu buat ngomong terus sama lo. Tapi selama ini lo kalo ketemu sama gua Cuma diem sama natep gua nggak enak.”
Dia berbicara seperti itu dengan santainya, tidak peduli sama sekali dengan keadaanku. Efeknya tetap sama tetapi sedikit lebih liar. Bahkan telingaku didalam tudung hodie ku sangat panas rasanya.
“ Bacot, pertama kali ketemu sama lo itu gua nggak suka. Muka-muka kayak lo itu suka mainin cewek. Buktinya lo suka dicentilin sama Nayla.”
“ Eh, emang gitu kelihatannya? Gua biasa aja tu ke Nayla. Dia aja yang sering nempel-nempel ke gua.” Dia menarik wadah pembungkus makanan yangku beli tadi tanpa rasa bersalah dia memakannya.
“ Njir, kayak gitu biasa aja. Itu sama aja lo ngerespon dia. Jadinya gua nggak suka, jadi cowok itu kalo nggak suka ya jangan kayak gitu. Males banget ngeladenin cowok kayak lo itu sebenernya tapi berhubung lo udah bantuin gua ya udah gua belajar nerima berteman sama lo.” Kulihat Bina sedikit melebarkan matanya, mungkin dia tidak menyangka aku akan menjawab seperti itu.
“ Oh gitu ya alasannya.” Akhirnya dia mengangguk-anggukan kepalanya, pertanda dia mulai paham.
“ Enak banget lo nggak ikut ngantri ikut makan siniin.”
Aku menarik makanan yang dimakannya, lalu ku letakkan lagi ke wadahnya.
“ Udah gua makan itu Faw, lo mau makan emang.” Dia menarik lagi wadah makanannya.
“ Selagi lo nggak punya rabies, gua sih fine-fine aja.” Aku menariknya kembali.
“ Njir, gua beliin aja lagi. Tapi yang ini gua makan.” Dia memasukkan semua makanan itu kemulutnya padahal mulutnya tidak cukup. Akhirnya dia terbatuk-batuk sampai-sampai muncrat semua.
“ Woi, santai dong makannya. Malu-maluin lo anjir.” Aku melemparkan tisu kearahnya, sedangkan dia tertawa.
“ Seru juga ya kalo jajan sama lo. Nggak ngebosenin.” Dia menopang dagunya didepanku.
“ Bacot, sana beliin jajan lagi. Kan lo udah janji bakalan ganti makanan gua yang udah lo makan.” Aku kembali membuka bungkus makananku yang satunya.
“ Lo mau apaan emang nya?” Akhirnya dia berdiri juga lalu melihat sekeliling.
“ Gua pengin rujak cireng. Boleh kan?” Aku menyengir kearahnya dengan tetap menguyah.
“ Siap tuan putri, hamba akan otw membelinya.”
Beberapa saat setelah Bina jauh, ternyata cewek yang tadi duduk disini mendekat kearahku. Kulihat bibir berlipstik merahnya terlihat pecah-pecah, belum lagi rambutnya yang terlihat kusut. Lalu mukanya yang sangat putih itu. Dandanan anak ini terlalu sekali. Sampai-sampai aku sedikit takut melihatnya.
“ Hai! ” dengan gugup aku tetap mencoba menyapanya.
“ Eh mbak boleh tanya nggak?” Dia mendekat kearahku dengan menopang dagunya diatas meja.
Waduh perasaanku nggak enak ini, sepertinya dia suka sama Bina.
“ E-eh i-iya boleh k-kok.” Aku mencoba sedikit tersenyum, tapi sepertinya gagal dia sangat menakutkan.
“ Mbaknya itu pacarnya mas-mas yang ada disini tadi?”
‘ What The ????’
“ Bu-bukan kok mbak.” Saking takutnya jika salah paham aku sampai melambaikan kedua tanganku didepannya.
“ Syukurlah.” Dia mengelus dadanya pelan sambil ternsenyum. Mengerikan.
“ Maksud mbak apa ya?”
Dia datengin aku Cuma tanya begitu nggak masuk akal banget kan? Ini ada yang nggak beres.To Be Continued....
KAMU SEDANG MEMBACA
My Second Life
Teen FictionKukira dengan menjaga jarak denganmu bisa membuatku melihat dunia dengan damai, tetapi aku sudah kecanduan akan senyummu itu. Senyum yang bisa mengalahkan obat yang selama 2 tahun ini ku konsumsi. Benar kata mereka kamu memanglah segalanya - Faw