"Jadi bagaimana sekarang?" Jungkook mencondongkan tubuhnya ke depan saat mengeluarkan tanya. Dirasa 15 keterbungkaman gadis di hadapannya sudah cukup untuk menormalkan kondisi yang membuat respirasi mereka sedikit terganggu sedari tadi.
"Aku pikir ... setelah pernikahan kak Jihyun, aku akan meninggalkan Korea," jawab gadis itu tanpa emosi apapun. Hanya sebuah kalimat datar yang kosong tanpa niat.
Jungkook menatapnya lamat, kesediaannya menuruti permintaan Jiyeon untuk bertemu tanpa sepengetahuan siapapun membuatnya bertanya-tanya sepanjang perjalanan kemari; apartemen Jihyun. "Tanpa mengkonfirmasi apapun?"
Wajah yang sedari tadi tertunduk itu pun kini mendongak, menelusuri iris Jungkook yang tampak serius ingin bertanya. "Aku akan menyudahi masalah ini dulu. Sehun dan Taehyung tidak seharusnya terseret skandal sialan ini."
"Kau masih sempat mencemaskan mereka berdua? Sementara keadaanmu lebih terancam sekarang?!" Entah emosi apa yang membaur dalam kalimat Jungkook. Yang jelas keduanya kini terjebak suasana aneh setelah pria itu menaikan nada bicaranya.
Jiyeon baru tersadar, saat gadis itu menghubungi pria ini tiga puluh menit yang lalu, Jungkook sama sekali tidak menyematkan panggilan seperti biasa. Tidak ada embel-embel "noona" dan nada bicara yang jauh dari kata biasa. Pembawaan pria di hadapannya sekarang serius dan ada sesuatu yang terlalu mengganggu bagi Jiyeon. "Jungkook? Apa aku membuatmu tersinggung? Atau marah?"
"Ini aku yang sebenarnya," sela Jungkook pasti. Iris gelapnya pun berkata hal demikian. Lalu selama ini Jungkook yang ia temui?
"Aku tidak bisa lagi berpura-pura," lanjutnya.
"Jungkook—"
"Kupikir dengan membiarkanmu bersama Taehyung, semua akan lebih baik. Kau terlihat bahagia bersamanya meski memang selalu diselingi perdebatan. Aku tidak akan masuk dan mengacaukan semuanya. Karena kalian berdua berharga untukku."
Jiyeon merasa tenggorokan mengering, menelan ludahnya pun terasa sulit sekarang. Ia juga tidak yakin bisa mengeluarkan suara tanpa tercekat untuk saat ini.
"Tapi apa yang dilakukannya? Apa dia pernah berpikir jika skandal kalian tercium publik, kau-lah yang paling diinginkan jatuh oleh penggemarnya? Seharusnya dia paling tahu sebelum menandatangani kontrak itu. Kau pikir aku tidak tahu kalau kau menerima beberapa barang mengerikan di depan apartemenmu? Pesan dan telfon dari nomor yang tidak kau ketahui. Ancaman-ancaman mengerikan yang coba kau abaikan sampai kau beralih pada pil penenangmu?"
Belah bibir Jiyeon terbuka, hendak mengeluarkan suara kendati gagal. Ia tidak menyangka Jungkook sejeli itu untuk mengetahui semuanya. Tapi kenapa bisa? Jiyeon terlalu lamban memproses apa yang baru saja ia dengar dari mulut Jungkook. Matanya memejam, kepalanya berdenyut sakit. Gadis itu menekan pelipisnya sedikit kuat. Berharap sakit ini sedikit lenyap agar ia masih sanggup meneruskan topik ini dengan Jungkook.
"Jangan pikirkan masalah ini dulu. Kau hanya perlu diam dan memikirkan dirimu sendiri untuk saat ini," ucapan Jungkook kembali membuat gadis itu membuka kelopak matanya.
"Aku akan membuatmu keluar dari masalah ini. Jangan khawatir." Pria itu berdiri dari duduknya, disusul Jiyeon yang juga berdiri dengan pikiran yang masih kacau balau, ini semua masih kusut dan rumit. Ia tidak yakin beberapa waktu ke depan pikirannya bisa tenang.
"Aku tidak mengerti, kenapa kau—"
"Apa aku perlu memperjelasnya?" potong Jungkook menatap iris Jiyeon dalam. "Jika saja kau tidak menganggapku sebagai pria yang lebih kecil darimu, jika saja aku lebih berani memperlihatkan keseriusanku sebelum kau terjebak bersama Taehyung, jika saja perasaanmu tidak datang secepat itu untuk Taehyung. Aku ... akan memastikamu tenang di sisiku. Bukan sebagain teman atau senior dan junior yang sering kau pikir. Tapi sebagai sepasang kekasih. Hal yang seharusnya kucoba untuk memperjelasnya sedari dulu."