Sabtu, 25/11/17
"KEY!! IKUT GUE!!" Gue menoleh menatap siapa yang berani-beraninya berteriak.
Gue menatapnya lama. Ada perasaan marah yang gatau kenapa. Padahal di hari sebelumnya gue pengen banget baikan sama dia. Iya dia Lean.
"IKUT GUE!!" Teriaknya lagi sambil menyeret gue keluar dari pos kesehatan.
"Apaan sih!! Sakit tangan gue!" Kata gue saat dia berhasil membawa gue jauh dari keramaian.
"Lo bisa ga, ga usah deket-deket sama cowo bangsat kaya dia!" Kata Lean penuh emosi.
"Le! Dia ga bangsat kaya apa yang lo pikir! Justru gue merasa lo lebih bangsat dibanding dia! Lo bisa ngga, sekali aja ga usah ikut campur hidup gue! Gue ga pernah ya ikut campur sejauh ini sama masalah percintaan lo dengan cewe cewe lo! Jeno ga pernah nyakitin gue, justru lo yang sering bikin gue sakit bego!!" Sumpah, kali ini mulut gue ga bisa ngerem.
"Gue yang bikin lo sakit? Kenapa gue?" Lean mengguncangkan bahu gue.
Gue diam. Jawab ga ya?
"Jeno putusin gue, biar gue bisa deket lagi sama lo! Dia pengen gue bahagia! Jeno pikir lo bisa bahagiain gue, tapi nyatanya dia salah kan! Lo ga bisa bahagiain gue!"
Lean diam.
"Harusnya lo mikir! Di sini siapa yang lebih bangsat! Lo atau Jeno!!?" Gue pergi gitu aja ninggalin Lean. Kesel, capek, emosi, campur aduk jadi satu. Gue pengen teriak dan nangis sekenceng-kencengnya. Tapi ga mungkin.
Gue pergi ke tenda, karena gue tau di sana pasti sepi. Karena panita yang lain pasti lagi sibuk. Ga mungkin mereka lagi di tenda.
Gue duduk di dalam tenda, nangis tentu aja.
"Key.. Lo di dalem?"
Gue mengusap air mata gue, lalu keluar tenda.
"Kenapa Dif?" Iya dia Aldif. Mungkin dia dari tadi nyariin gue. Mungkin.
"Gue dari tadi nyariin lo bego. Lo kemana aja si?" Kata Aldif dengan ekspresi cemberut.
"Gue di sini" Jawab gue dengan suara yang serak.
"Lo nangis? Lo kenapa? Ada apa?" Aldif mendongakkan kepala gue agar gue menatap dia.
"Gue sakit" Kata gue.
"Yaudah ayo ke pos kesehatan. Vilya ada di pos" Aldif merangkul gue lalu membawa gue ke pos kesehatan.
Di tengah perjalanan gue minta Aldif berhenti sebentar.
"Dif.." Gue mendongak menatap Aldif.
"Hmm?"
"Boleh ngga gue meluk lo sebentaaar aja? Gue sakit" Air mata gue jatuh gitu aja.
Aldif manatap gue, lalu mengangguk.
Gue langsung berhamburan memeluknya. Sejak saat Aldif menawarkan pelukannya waktu itu. Hanya bahu dan pelukan Aldif yang bikin gue merasa nyaman dan tenang. Makasih Dif, lo selalu ada disaat gue butuh bahu. Dan entah ini keberapa kalinya Aldif menyaksikan gue jatuh.
"Lo mau gue gendong aja ngga? Kalo lo ga kuat jalan" Tawar Aldif.
"Engga, gue bisa kok jalan. Yuk ke pos kesehatan. Tapi lo jagain gue ya" Gue takut Lean dateng lagi, setidaknya kalo ada Aldif. Gue merasa lebih tenang.
Sesampainya di pos kesehatan Vilya berlari ke arah gue yang lagi dipapah Aldif.
"Dif, Key kenapa?" Tanya Vilya khawatir.
"Gatau, katanya sakit"
"Yaudah bawa ke ranjang sana" Vilya menata ranjang untuk gue, lalu gue berbaring di sana sedangkan Aldif duduk di sebelah ranjang gue.
"Jeno mana?" Tanya gue yang menyadari Jeno ga ada di pos kesehatan.
"Jeno izin pulang, kayanya dia akhir-akhir ini pola makannya ga dijaga deh. Tadi pas gue dateng dia kesakitan megangin ulu hati. Gue rasa dia kena maag. Trus dia izin pulang" Jelas Vilya.
Gue mengangguk. Nanti kalo persami selesai gue harus ke rumah Jeno.
"Lo bisa ninggalin Key kok Dif. Gue bisa jagain Key" Vilya menatap Aldif.
"Jangan. Gue yang minta Aldif nemenin gue" Kata gue buru-buru.
Vilya menatap gue bingung.
"Kalian ga ada apa apa kan?" Vilya menatap gue dan Aldif bergantian.
Gue dan Aldif kompak menggeleng.
"Lo utang curhat sama gue. Ga mau tau!" Vilya melotot ke arah gue.
"Iya iya, udah sana gue mau tidur" Kata gue ke Vilya.
"Yaudah, Dif kalo ada apa apa panggil gue. Gue di depan pos ya"
Aldif mengangguk.
"Dif lo gapapa kan jagain gue?" Tanya gue.
"Gue kan udah bilang, gue siap jadi apapun yang lo butuhin"
Gue tersenyum.
"Lo baik"
"Lo baru nyadar? Astagfirullah.. Selama ini lo ngira gue gimana woi" Kata Aldif bersungut sungut.
Gue terkekeh.
"Dulu lo ngeselin, lo inget ngga kita adu bacot di depan mading?"
"Itu lo nya aja yang ga tau becandaan!" Katanya ngambek.
"Idih mulutnya biasa aja dong, ga usah manyun. Entar kalo gue gemes gimana?" Kata gue menggoda Aldif biar ga ngambek.
"Gue emang gemesin dari lahir!" Katanya tambah ngambek.
"Aduh Dif, perut gue sakit! Aduh!" Gue meringis sembari memegangi perut gue.
"Eh, bentar bentar tahan ya, gue panggilin Vilya bentar" Aldif berdiri.
Gue buru buru memegang tangannya.
"Cie khawatir. Gue bercanda. Makanya jan ngambekan. Ga cocok" Kata gue terkekeh.
"Ga lucu ya Key! Gue khawatir beneran bego!"
"Iya iya maaf, ga ngulangin deh"
"Yaudah tidur sana!"
"Iya iya, tapi udah ngga ngambek kan?"
"Engga"
"Tapi jawabnya ketus banget"
"Tidur ngga? Gue tinggal nih!"
"Ih iya iya.." Gue langsung paksain merem, meskipun gue ga ngantuk. Kan gue emang ga sakit, sakit sih sakit hati maksudnya. Tapi karena ada Aldif, hati gue udah baikan sekarang. Thanks Dif.
BERSAMBUNG. . .
Tunggu part selanjutnya yaaa😊
-fbrlee🐨
KAMU SEDANG MEMBACA
♚BEST FRIEND ZONE♚
Teen FictionGue baru pertama kali merasakan jatuh cinta. Tapi sialnya cinta pertama gue adalah sahabat gue sendiri yang kayanya ga pernah sadar akan perasaan gue. Berkali-kali gue lihat dia ganti-ganti pacar, tapi gue cuma bisa mendoakan semoga mereka cepet put...