Senin, 20/11/17
03.00 pm
Hari ini setelah selesai rapat persiapan persami gue pengen pulang tapi sayangnya gue masih nungguin beberapa berkas yang harus gue serahkan ke kepala sekolah untuk ditanda tangani.
Gue duduk di sebelah tangga menuju lantai dua. Memainkan ponsel biar ga galau galau amat. Eh gabut maksud gue.
Pas gue lagi asik ngegame tiba tiba gue di samperin sama Amel.
"Key!" Panggilnya.
"Eh? Iya?" Gue mendongak sembari membalas senyuman Amel.
"Lo berantem ya sama Lean? Kalian kenapa sih?" Amel memegang pundak gue iba.
"Ga apa apa kok mel biasa!" Gue tersenyum getir.
Hanya gara gara kejadian kemarin, Lean ngambek sama gue dan parahnya ogeb squad ga mau ikut campur dulu masalah ini, mereka ada di pihak netral. Hanya memberi saran tanpa mau ikut campur. Pusing gue tuh!
"Nanti gue coba ngomong ya sama Lean?"
"Ga usah mel, serius gue sama Lean emang harus selesein ini sendiri" Gue tersenyum.
"Mel? Kamu ngapain ngobrol sama anak ini?" Lean melirik gue sekilas.
Segitu marah kah Lean sama gue? Cuma gara gara masalah sepele. Karena kemaren gue lebih ngebela Jeno dari pada dia trus dia gamau nyebut nama gue gitu? Bazeng ya emang!
"Kamu jangan kaya gitu dong!" Amel menatap Lean.
"Dia itu lebih ngebelain orang yang nyakitin dia ketimbang aku. Sahabatnya yang belain dia mati-matian!"
"Le bukan gitu, lo harus dengerin penjelasan gue! Kita harus ngomong! Gue mau jelasin ke lo! Berdua! Gapapa kan mel?" Gue menoleh ke Amel menunggu jawaban.
"Gapapa kok key!" Amel tersenyum.
"Gue sibuk! Yuk kita ke atas!" Lean narik tangan Amel.
"Tapi le, kamu kan harus selesain masalah kalian dulu" Amel menghentikan langkahnya.
"Aku ga ada waktu buat ngobrol sama dia" Lean menatap Amel dalam. Mengisyaratkan agar Amel menurut padanya.
"Tapi Le! Gue mau ngomong sebentar sama lo!" Gue mau nyusul mereka tapi gue inget ransel gue tadi gue tinggal di UKS.
Sebelum gue ngejar Lean gue berlari ke UKS untuk mengambil ransel dulu.
Saat gue ada di UKS gue liat Jeno berbaring di ranjang UKS, matanya terpejam dengan selimut yang membalutnya hingga sebatas leher, loh Jeno sakit ya?
Lama gue liat Jeno di ambang pintu UKS, tanpa berani melangkah lebih jauh. Gue pengen mendekat, tapi gue sadar sekarang gue bukan siapa-siapanya lagi. Gue juga sadar semakin gue mendekati dia, semakin gue menyakiti dia dan juga hati gue sendiri. Gue emang belum bisa sepenuhnya mencintai Jeno, tapi gue udah menempatkan dia di hati gue perlahan lahan hingga kini hati gue udah mulai terisi nama Jeno meskipun masih belum sepenuh perasaan gue terhadap Lean. Mungkin Jeno udah capek berjuang hingga akhirnya dia lebih memilih menyerah, dan hal menyedihkannya adalah gue yang terlambat menyadari bahwa berjalan di samping Jeno adalah indah.
Sebelum Jeno melihat gue di sini, gue buru buru menyambar ransel di kursi, menatap wajah Jeno sekilas.
"Cepet sembuh ya Jen, jangan pernah sakit lagi kaya gini. Maaf karena aku ga bisa buat kamu seneng selama ini. Aku sangat berterimakasih karena kamu selalu sabar sama aku. Sekarang aku dan kamu bukan kita lagi. Aku ga bisa nemenin kamu lagi, aku ga bisa jalan sama kamu lagi. Tapi ga papa semoga pilihan kamu buat berhenti berjuang itu benar. Aku harap kamu bisa bahagia sama orang yang bisa mencintai kamu dengan tulus" Gue bermonolog dan sialnya air mata gue terjun bebas. Gue ga pernah merasa kaya gini; merasa sakit karena gue telah menyakiti hati orang yang mencintai gue dengan tulus.
Gue keluar ruangan UKS sembari sesekali melirik Jeno hingga tembok mengharuskan gue untuk mengakhiri kegiatan gue barusan.
Gue melangkah pergi ke lantai dua guna mencari Lean. Gue mencari di semua kelas tapi nihil. Gue ga menemukan dia di mana pun. Atau mungkin dia udah pergi ya sama Amel?
Gue masih berdiri di balkon lantai dua sembari menatap ke bawah, melihat anak basket yang sedang berlatih. Gue meneliti satu persatu untuk memastikan Lean berada di sana atau tidak.
"KEY!!" Seseorang berteriak dari bawah sembari melambaikan tangannya.
Gue menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatan gue.
"HAI DIF!!" Gue ikut tersenyum sembari melambai setelah tau siapa yang sedang berdiri di tengah lapangan outdoor dengan senyum yang mengembang.
"LO NGAPAIN MASIH DI ATAS? LO GA PULANG?" Aldif berteriak dari bawah.
"NTAR DEH GUE CERITA!! GUE TURUN DULU!"
"OK! GUE TUNGGU" Aldif mengacungkan jempolnya tinggi tinggi.
Gue langsung berlari menuju tangga dan turun untuk menemui Aldif. Saat gue sedang berlari menuju lapangan, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya.
Setibanya gue di hadapan Aldif, Aldif natap gue dengan tatapan kaya harimau mau nerkam mangsanya. SEREM.
"Lo gimana sih! Udah tau ujan bukannya puter balik malah tetep nyamperin! Ntar lo sakit!" Aldif menoyor dahi gue.
"Nanggung udah basah ini" Gue nyengir menatap Aldif.
Aldif hanya mengacak rambut gue yang basah.
Gue masih berdiri di hadapan Aldif sembari tersenyum menatapnya. Gue sangat bersyukur, di saat gue kehilangan Jeno, Aldif dan ogeb squad ada untuk menghibur gue. Kecuali Lean sih! Lean malah bikin gue tambah nyesek!
Gue mengerjapkan mata, gue tersentak saat menyadari kalo gue udah ga ke hujanan lagi, padahal gue liat Aldif masih keguyur hujan. Refleks gue mendongak. Gue melihat ada payung berwarna biru tua yang melindungi gue dari hujan.
"Aku kan udah ga bisa jagain kamu kalo lagi sakit, kamu jangan ujan ujan gini dong Key" Ujar orang yang berdiri di belakang gue.
Gue membalikkan badan dan mendapati orang itu tersenyum sembari memegangi payung untuk melindungi gue dari guyuran hujan.
"Jeno?" Hanya kalimat itu yang mampu gue ucapkan. Gue takut kalo gue ngomong panjang lebar air mata gue yang lagi berontak, akan keluar di hadapan Aldif. Gue ga mau kelihatan lemah untuk yang ke dua kalinya di hadapan Aldif. Gue baru sadar, ternyata rasanya sangat menyakitkan melihat orang yang tulus mencintai gue masih bisa tersenyum dan peduli ke gue meskipun udah gue sakiti hatinya berkali-kali. Gue bodoh banget udah nyia-nyiain orang yang tulus sama gue demi orang yang belum tentu hatinya buat gue.
"Inget ya Key, kamu harus jaga diri baik baik. Oh ya Dif, tolong jagain Key baik-baik!" Jeno menyerahkan payung yang ia pegang ke gue lalu melangkah pergi. Membiarkan hujan mengguyurnya hingga basah kuyup.
Jeno, maafin gue. Gue gagal bahagiain lo! Gue gagal perjuangin lo! Gue minta maaf karena gue udah nyia-nyiain orang setulus elo.
Gue masih mematung sembari menahan air mata, melihat punggung Jeno yang kian menjauh terasa menyesakkan.
Aldif mendekati gue lalu menarik gue ke dalam pelukannya.
"Lo nangis aja. Sampe lo capek!" Aldif mengusap kepala gue pelan.
Air mata gue langsung berjatuhan tak terbendung. Gue terisak di pelukan Aldif. Sekali lagi. Aldif menyaksikan gue terjatuh. Aldif akhirnya tau bahwa gue orang yang lemah.
BERSAMBUNG. .
Feelnya dapet ngga? Ngga ya? Yowes aku ra popo😭
-fbrlee
KAMU SEDANG MEMBACA
♚BEST FRIEND ZONE♚
Teen FictionGue baru pertama kali merasakan jatuh cinta. Tapi sialnya cinta pertama gue adalah sahabat gue sendiri yang kayanya ga pernah sadar akan perasaan gue. Berkali-kali gue lihat dia ganti-ganti pacar, tapi gue cuma bisa mendoakan semoga mereka cepet put...