Sore yang cerah, matahari senja bersinar cerah di ufuk barat. Aku berjalan melewati tepi lapangan basket tempat biasa Wonjin bermain basket. Hari ini lapangan basket terlihat sepi, tidak ada anak-anak yang berlatih di sini. Wajar saja, seminggu ini tengah diadakan Ujian Tengah Semester.
Tiba-tiba saja mataku menangkap sosok yang tidak asing bagiku, sosok yang begitu aku kenali. Aku menajamkan tatapanku, itu kamu. Tapi siapa perempuan yang tengah bersamamu? Kau terlihat begitu dekat dengannya, bahkan aku bisa melihat tanganmu menggenggam jemari perempuan itu. Ada sesuatu menyeruak dalam dadaku, rasa marah, emosi, terluka yang bercampur menjadi satu. Apa ini alasanmu mengabaikanku sejak beberapa minggu yang lalu?
Aku berjalan menghampiri lelaki itu. Kau masih sibuk dengan perempuan yang tengah duduk di sebelahmu, sepertinya kau tidak menyadari kedatanganku. Mataku memanas, namun aku menahannya sekeras mungkin. Aku tidak ingin menangis di depan seseorang yang telah melukai hati dan kepercayaanku.
“Jadi ini yang membuatmu mengabaikanku belakangan ini?” tanyaku ketika sudah tiba di hadapanmu.
Kau dan perempuan itu terlihat sedikit kaget, namun dengan cepat kau mulai bisa menguasai diri. Tatapan mata itu masih terlihat menenangkan, sama seperti pertama kali aku bertemu dengannya. Tatapan mata yang selalu bisa membuatku jatuh cinta.
“Ini tidak seperti yang kamu lihat,” ucapmu membela diri.
“Siapa dia?” aku masih mencoba terlihat tenang, meski dalam hati ingin sekali memakimu dan perempuan itu.
“Aku bisa jelaskan, Hyungjun” ucapmu sambil mencoba menggenggam tanganku.
Dengan cepat aku menyembunyikan tanganku di balik punggung.
Aku tidak ingin kehangatan yang dulu pernah aku rasakan dalam setiap genggaman tanganmu akan meluluhkanku lagi. Aku berlari meninggalkanmu dan perempuan itu. Berlari, melepaskan semua perih yang menggerogoti hati.
“Sebenarnya aku ingin mengatakannya padamu sejak awal, namun sepertinya kau tidak akan memercayaiku. Kau hanya melihatnya dari satu sisi, tanpa mau melihat dari sisi yang lain. Kau hanya melihatnya sebagai sosok yang sempurna di matamu, tanpa memedulikan seperti apa dia di belakangmu,” ucap Minkyu sambil menyandarkan kepalaku di bahunya.
Minkyu menghampiriku ketika aku tengah duduk di tepi kolam. Sebenarnya aku tidak ingin dia menghampiriku ke sini. Aku tidak ingin dia melihatku menangis karena kebodohan yang aku pelihara sendiri. Namun aku lelah, aku tidak mampu menanggung semua sendiri.
“Kau boleh menangis sesukamu. Kau boleh menumpahkan semua luka hatimu. Kau terlalu terfokus padanya, hingga tidak menyadari ada seseorang yang rela terluka untukmu. Ada seseorang yang menunggumu hingga kau sadar bahwa dia tengah menunggumu. Meski kau tak pernah menyadari hal itu.” Minkyu berucap lirih. Aku mengangkat kepalaku, memandang lurus ke arah lelaki yang tengah duduk di sebelahku.
“Siapa?” tanyaku sambil mengusap air mata.
“Aku,” ucap Minkyu.
Matanya menatap lurus ke arah mataku. Sebuah getaran kembali hadir dalam dadaku. Getaran yang sama seperti yang pernah aku rasakan ketika pertama kali Wonjin menatap lurus ke dalam mataku beberapa bulan yang lalu. Tatapan yang nyatanya harus mencipta luka.
“Aku mencintaimu, meski kau tidak pernah menyadarinya. Aku tahu siapa lelaki itu. Sebenarnya aku tidak ingin kau bersamanya, namun aku tidak mampu membunuh kebahagiaan yang terpancar dari matamu. Aku tidak ingin menorehkan luka di hatimu ketika aku mengatakan yang sebenarnya. Bisakah aku memperbaiki semuanya? Memperbaiki kesalahanku yang telah membiarkanmu terjatuh dalam luka. Bisakah aku menjadi alasan dari bahagiamu seperti ketika dulu kau bersamanya?” ucap Minkyu tulus.
Aku mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba mencerna kalimat yang keluar dari mulut lelaki di hadapanku. Luka yang dia torehkan sedikit terobati karena kehadirannya. Aku mengangguk.
“Aku akan berusaha tidak membuatmu kembali merasakan luka. Izinkan aku menggantikannya. Meski aku tahu, aku tidak seindah dia,” ucap Minkyu.
Tidak untuk selamanya tatapan mata menenangkan miliknya menenangkan. Ada gejolak yang dia sembunyikan, melukai dengan pelan dan sangat perlahan.
Tidak untuk selamanya tatapan itu mampu membuatku jatuh cinta, nyatanya dia malah membuatku terjerembab dalam luka. Tidak untuk selamanya dia menjadi alasan dari setiap bahagiaku.
Tenang saja, aku tidak akan mengingat kejadian itu lagi. Biarkan luka ini mengajarkanku, bahwa tidak selamanya yang berawal indah akan berakhir dengan indah pula.
Jangan biarkan aku kembali terluka ketika aku mulai membuka hati, Kyu. Tetaplah menjadi sosok yang mampu membuatku merasa spesial. Tetaplah menjadi seseorang yang tidak pernah lelah mendengar celotehku, tetaplah bersamaku. Dan tetaplah sayangi juga hargai aku. Don't be like him!!
END
KAMU SEDANG MEMBACA
Pdx101ShortStory
Teen FictionBerisi kumpulan short story yang cast nya diambil dari couple" Pdx101. WARNING!! BXB!!