my stupidity (EunsangxDongpyo)

676 83 16
                                    

Sakit memang. Dan ini karena kebodohanku sendiri. Andaikan aku tak hancurkan kepercayaannya, maka ini semua tak akan terjadi. Percuma saja. Aku tutupi semua ini dengan tawa dan senyum palsuku.

Bodoh. Aku menyiakan semuanya. Menangispun tak ada gunanya. Andaikan aku bisa menemuinya, akan kubuat dia mengerti. Tapi apa? Kita hanya bisa LDR. Dan kenapa harus ada jarak?

“Bisakah aku meneleponmu? Video call?” Send. Aku menunggu balasan darinya.

“Bisa.” Balasnya singkat. Langsung saja aku meneleponnya.

Ahh sungguh. Pangeran yang sangat menawan. Tanpa senyuman. Wajah yang sangat dingin. Tatapan setajam pisau.

“Kenapa?” Tanyanya.

“Bukan apa apa. Aku hanya ingin melihatmu. Kau tau Eunsang? Aku merindukanmu! ”

“Lalu?”

“Kenapa cuek begitu? Itu sakit sayang,”

“Terus?”

“Kenapa? Apa kamu menemukan yang lebih baik dariku?”

Hening. Dia tak menjawab dalam beberapa detik. Aku masih menunggu.

“Tentu saja tidak. Kau, kenapa kau menghancurkan kepercayaanku Dongpyo? Dan ini sudah kedua yang kalinya."

Kini giliran aku yang diam.Aku diam cukup lama. Lama sekali.

“Baterai hp ku mau habis.” ucapku mengalihkan pembicaraan.

“Ya sudah. Kamu cas sana,” aku mati matian menahan air mataku agar tak jatuh. Aku tetap tersenyum meski itu senyuman yang kupaksakan. Ah, sial.
Air mataku sudah tak terbendung lagi. Jatuh sudah. Tetes demi tetes air mata memenuhi wajahku. Eunsang? Reaksinya seperti apa? Tentu saja diam. Apa pedulinya? Aku menangis pun dia tetap tak merespon. Sekecewa itukah dia? Ah ini memang salahku!

"Aku cas dulu ya! "

"Hm,, selamat malam! "

Aku matikan teleponnya. Tersenyum dalam kesedihan. Hahaha, itu sudah biasa terjadi padaku. Tak ada yang peduli? Sudah biasa kurasakan.
Dunia membenciku! Dunia memandangku sebelah mata, siapa yang mau peduli?

Hei, ini sakit. Jujur saja, aku ingin melampiaskan semuanya. Ingin kulampiaskan pada cermin di sana. Agar kesakitanku teralihkan. Boleh kan aku menghantamnya? Sekali saja.
Tapi, sebaiknya aku menghantam tembok.

Dan dia benar benar offline. Bagaimana jika aku tak memberinya kabar? Bagaimana jika aku menghilang sehari? Apa dia akan mencariku atau sebaliknya? Aku ingin tau. Aku ingin mencobanya. Tapi aku takut. Aku takut dia marah.

Aku rindu dia menjahiliku dengan pura pura dingin padaku. Aku rindu rengekannya yang seperti anak kecil. Aku rindu senyumannya. Aku rindu mendengarnya tertawa.

Kini semuanya hilang karena kebodohanku. Bodoh. Benar benar bodoh. Aku sudah menyiakan lelaki yang dengan tulus menyayangiku.

Tuhan, bisakah Kau mempertemukanku dengannya? Aku ingin memeluknya. Aku ingin membuatnya tertawa. Tapi tak bisa. Aku sendiripun saat ini tak bisa tersenyum walau hanya sedikit.

Hatiku hancur. Hancur berkeping keping. Sakit sekali. Teman temanku pun, apa kalian peduli? Kakak, apa kakak peduli? Ayah dan ibu pun? Tak ada satupun.
Biarkan aku sendiri. Kadang, aku ingin hilang dari dunia. Hanya ada aku dan kesedihanku.
Aku ingin nyawaku diambil sehari. Aku ingin tau siapa saja yang merasa kehilangan diriku. Termasuk dia? Mungkin. Antara iya dan tidak.

Aku ingin tidur sehari. Tanpa ada siapapun yang mengganggu. Tanpa ada yang membangunkan. Tanpa ada tangan yang mengguncang pelan.
Yang aku maksudkan, tidur untuk selamanya.
Dan semoga, Eunsang, dia harus menemukan yang lebih baik dariku.

Aku mengambil sebuah cutter diatas meja. Kuamati sebentar.

“Jika aku mati, mungkin mereka lebih senang. Jadi, bolehkan?”

Kugesekkan secara perlahan di pembuluh nadiku. Sakit memang. Darah mulai menyembur keluar.
Wajahku kembali dipenuhi air mata. Sebelum aku mati, akan kupotret wajah terakhirku.

“Sayang, kuharap kamu bisa menemukan seseorang yang lebih baik dariku. Seseorang yang bisa menjaga kepercayaan dan perasaanmu. Terima kasih atas cinta mu selama ini. Aku mencintaimu, sungguh!”

Aku mengirimkan foto dan kata kata terakhirku.

“Terima kasih atas kepedulian kalian yang tak kuhargai.”

Badanku tergeletak. Rohku terbang, meninggalkan raga yang bersimbah darah disana.
Kulihat sejenak layar ponselku. Aku harap ada balasan darinya.

“Apa yang kau lakukan? Kenapa kamu bunuh diri? Padahal aku sudah berdiri di depan pintu rumahmu. Aku sengaja seperti ini. Memang kamu menghancurkan kepercayaanku. Tapi, aku ingin melamarmu. Kamu malah meninggalkanku. Kembalilah! Kumohon! ”

Keterkejutan menguasai diriku. Seseorang sudah duduk di sebelah jasadku. Eunsang kemari untukku? Aku menghampirinya. Membisikkan sebuah kalimat di telinganya.

“Carilah seseorang yang lebih baik dariku karena aku tak pantas untukmu.”

Jelas dia tidak akan mendengarnya. Bisa kulihat tubuhnya yang bergetar merengkuh jasadku, dia menangis tersedu untukku. Ada rasa bahagia juga menyesal dalam hatiku. Sepertinya aku pergi terlalu cepat tanpa mengatakan besarnya cintaku padanya terlebih dulu.

Entahlah, tapi kurasa aku akan tenang di alam baruku. Semoga dia hidup bahagia dengan pasangan barunya. Maafkan diriku ini. Aku pantas menerima ini.

Sad ending lagi nihh

Pdx101ShortStoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang