Part 2

6.3K 247 5
                                    

Assalamu'alaykum Ukhtifillah
Rufah balik lagi eeaakk 😎😎

🌹 Happy reading 🌹

🍁🍁🍁


Sakha POV

Rumah sakit cukup lengang pagi ini. Beberapa lorong hanya berisi orang-orang yang lalu lalang atau keluarga pasien yang menunggu di kursi tunggu. Aku berjalan santai sambil memeriksa beberapa pasienku yang sedang dirawat inap. Mengecek kondisi pasca operasi atau melihat pasien yang hendak dioperasi walaupun hari ini aku tidak ada jadwal operasi.

Sudah lebih dari seminggu ini aku tidak berkunjung ke rumah sakit tempatku bekerja. Kesibukan di pesantren benar-benar menyita waktuku. Aku pun juga sudah cuti untuk memfokuskan diri pada acara yang digelar pesantren dan meminta agar Dokter Zainal untuk menggantikanku selama aku cuti. Agar saat ada kondisi darurat dirumah sakit aku tak perlu datang dan cukup mewakilkan saja pada dokter itu.
Sebenarnya beliau adalah dokter yang cukup ahli dan senior di rumah sakit ini namun satu hal yang sedikit aku tidak suka dari beliau yakni sikap beliau yang kelewat tegas dan pemarah. Tapi setelah aku mengetahui bahwa beliau mengidap hipertensi aku jadi memahami keadaan beliau. Dan dapat bersabar dan menerima jika beliau sedang marah.

Dia dulu juga sebenarnya seniorku di rumah sakit ini sebelum aku lulus dan bekerja di rumah sakit yang digadang-gadang sebagai rumah sakit ternama di Kota Surabaya. Dan pagi ini aku tidak langsung pergi keruanganku. Aku ingin menyapa pasien-pasienku dulu. Aku ingin melihat kemajuan dan perkembangan dari penyakit mereka.

Selesai menjenguk dan mengecek pasien-pasienku, aku memutuskan untuk pergi keruanganku. Menyapa dan menanyakan Dokter Zainal tentang apa saja yang aku lewatkan selama seminggu ini. Aku berjalan santai menuju ruangan yang selama 2 tahun ini menjadi tempat kerjaku. Kurang satu lorong lagi aku akan sampai di ruangan kesayanganku.

“Ah aku lupa menutup pintu pasien yang tadi,” gumamku lalu berbalik hendak menuju kamar pasien yang tadi aku jenguk terakhir. Tapi saat aku berbalik aku bertabrakan dengan seorang wanita yang kuasumsikan ia adalah mahasiswi dari salah satu universitas ternama di Kota Surabaya. Hal itu terlihat dari bedge almamater yang ia kenakan. Dia terjatuh dan buku-bukunya juga berserakan namun saat aku hendak menunduk untuk membantunya mengambil buku-bukunya yang jatuh di lantai, dia berdiri dan menggumamkan maaf lalu berlari meninggalkanku tanpa sedikitpun menoleh kearahku. Tampaknya ia sangat terburu-buru.

Aku melihat dari jauh pintu yang kumasuki tadi telah tertutup maka aku kembali berjalan menuju ke ruanganku. Saat aku menyusuri lorong tempatku tertabrak tadi aku menemukan sebuah makalah yang cukup tebal tergeletak dilantai. ‘Sepertinya ini milik mahasiswi tadi’, gumamku dalam hati. Aku membaca nama yang tertera pada halaman covernya. Zahra Adeeva Nuha Afsheen Myesha, itu berarti bunga karunia kehidupan yang bersinar baik, pintar seperti bintang di langit yang menyenangkan. Nama yang cantik, ujarku dalam hati. “Eh?! Astaghfirullah nggak boleh gitu Adit dosa.” Segera aku beristighfar dari kesalahan yang aku lakukan. Tapi nama itu sukses membuatku mengingat seseorang.

Aku terus beristighfar di sepanjang lorong sampai aku di depan pintu ruanganku. Nama tadi entah mengapa terus saja membuat hatiku berdesir. Aku hendak mengetuk pintu namun kuurungkan karena aku mendengar suara Dokter Zainal seperti sedang memarahi seseorang.

🍁🍁🍁


Zahra POV

“Kamu ini gimana sih. Niat jadi dokter apa nggak? Ini sudah lima kali loh kamu telat.”

Dokter menyebalkan itu kembali memarahiku. Sudah hampir lima belas menit aku diocehi tentang menjadi dokter yang baik dan jangan telat. Sudah kujelaskan berkali-kali juga bahwa aku harus menolong anak SD untuk menyeberang jalan, tapi dokter ini tetap saja tak mau menerima alasanku. Selama itu pula aku berdiri dengan lemas. Rasanya energiku terkuras habis. Bahkan lututku lemas dan badanku gemetar. Mataku sedikit berkunang-kunang, mungkin efek makan sedikit tadi pagi ditambah cuaca Kota Surabaya yang lumayan panas hingga menyengat sampai ke ubun-ubun meski aku sudah memakai jilbab dan itu yang membuat kepalaku pusing bukan kepalang. ‘Masa iya aku kena tipes? Ah nggaklah Zahra, nggak mungkin.’ Gumamku dalam hati.

Dokter!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang