Part 1

13.3K 361 9
                                    

Assalamu'alaykum Ukhtifillah...
Jangan lupa tekan bintang dan sempetin comment ya 😆
Syukron Katsiiir 😙

Happy Reading 🌹

🍁🍁🍁


Zahra POV

Pagi ini matahari bersinar kelewat terang. Dengan percaya diri menampakkan wujudnya di langit tak berawan. Begitu juga angin yang berhembus. Seakan tak mau kalah dengan sinar mentari yang menyinari sejak pagi tadi. Dan disinilah aku, berjalan dengan tergesa menuju ruang magang yang selama satu minggu ini menjadi pemandangan rutinku tiap hari. Aku berjalan menyusuri trotoar dengan cepat. Tanpa memedulikan angin yang mengibarkan rokku kesana kemari. Aku harus cepat. Aku sudah terlambat 30 menit yang lalu.

Andai saja tadi pagi aku tak bertemu dengan anak kecil itu atau andai saja tadi pagi aku tak bangun kesiangan. Pasti lain lagi ceritanya. Mungkin aku sudah berada di ruang magang yang ber-ac tanpa harus panas-panasan dan berdebu ria seperti saat ini.

Flashback On

“Zahra! bangun nak ini sudah pagi. Kamu nggak magang?” tanya wanita paruh baya sembari menyingkap gorden. Memaksa sinar matahari masuk keruangan bernuansa putih dan biru itu.

“Lima menit lagi bun, Zahra masih ngantuk,” jawabku malas. Aku masih ngantuk sekali. Setelah semalam suntuk aku begadang hanya untuk menyelesaikan tugas menyebalkan itu, kini mataku berat sekali untuk terbuka.

“Zahra Adeeva Nuha Afsheen Myesha. Bangun sayang. Ini sudah mau siang, nanti kamu telat lo.” Kata bunda memaksa. Menarik selimut lalu melipatnya lantas menarik tanganku sampai mataku yang dari tadi terpejam mau tidak mau harus terbuka meski harus beradaptasi dengan cahaya matahari yang masuk melalui jendela dan menerpa wajahku.

“Duh bunda, ini masih pagi Allah. Zahra mau tidur lagi.” Jawabku kembali merebahkan tubuh diatas kasur empuk idamanku. Dan memeluk guling kesayanganku.

“Pagi-pagi gundulmu. Ini sudah jam enam lewat Zahra. Ih, kebo amat sih,” Bunda menepuk pipiku. Lebih tepatnya menampar ringan karena kesal padaku yang masih aja molor.

Tunggu! Jam enam? Lewat?! Allah!

“Astaga! bunda!. Kenapa nggak bilang dari tadi sih bun?!.” Jawabku gelagapan bangun dan langsung menuju kamar mandi. Tanpa memedulikan bunda yang mengomel sambil merapikan tempat tidurku.

“Nanti kalau sudah turun kebawah. Kita sarapan bareng.” Teriak bunda dari luar kamar mandi.

Aku hanya menggumamkan kata iya dan terima kasih karena sekarang mulutku penuh dengan busa pasta gigi. Bundaku memang penuh kasih sayang. Di usianya yang sudah tidak bisa dibilang muda lagi, beliau masih mengerjakan pekerjaan rumah yang seabrek sendirian. Ya walaupun aku sering membantu saat aku sedang libur kuliah atau tidak ada kegiatan magang. Tapi tetap saja beliau wanita terhebat dalam hidupku. Aku selalu bersyukur mendapat ibu yang seperti dia.

Selesai mandi dan bersiap-siap secepat kilat, aku mematutkan kembali diriku didepan cermin. Setelah puas dengan penampilanku, aku langsung keluar kamar dan turun kebawah untuk sarapan. Di meja makan sudah ada ayah dan bunda yang sedang asyik makan nasi goreng. Disamping bunda ada Bang Azzam yang sibuk mengolesi roti dengan selai kacang. Aku duduk didepan bunda, disebelah ayah yang duduk di samping kananku. Dengan cepat aku mengoles roti dengan selai coklat dan memakannya secepat mungkin. Aku tidak punya waktu lagi.

“Selow aja kali Cha. Kaya kagak pernah makan sebulan aja kamu.” Celetuk Bang Azzam tanpa menatap kearahku. Dari kecil memang aku dipanggil dengan ‘Echa’ oleh Bang Azzam, katanya sih panggilan sayang biar lain dari bunda dan ayah. Dia memang seperti itu, sarapan selalu disambi dengan baca buku.

Dokter!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang