Part 13

3.1K 155 60
                                    

Assalamu'alaykum readers 🙏🙏🙏.. Rufah kekurangan kata-kata jadi langsung check it out ya 👇👇!

Jangan lupa vote 🌟🌟 dan comment 💬💬 ya. Tinggalkan jejak 🐾🐾🐾 juga biar Rufah makin semangat nulisnya 😊😊😊.

Mention aja kalo ada typo ya 😇😇😇.

🌻 Happy Reading 🌻

☕☕☕

Siang ini Zahra mengawali kegiatan koasnya dengan semangat. Sedari berangkat dari rumah ba'da dzuhur tadi senyumnya tak pernah luntur sedikitpun dari wajahnya. Tak heran memang selama ini ia selalu murah senyum, namun siang ini binar kebahagiaan terpancar jelas dari sorot matanya yang menakjubkan. Tak ada yang spesial dari siang hari yang lumayan terik ini. Hari ini sama dengan hari yang lain dalam hidupnya namun hatinya entah mengapa menganggap ini hari yang lain dari hari biasanya. Diluar besok memang hari liburnya sebab tak ada jadwal ke rumah sakit seharian sebab tanggal merah, serta ia bisa terbebas dari rutinitas yang cukup melelahkan akhir-akhir ini. Otaknya butuh refreshing.

Penyebabnya hanya satu. Pesan dari Dokter Adit dini hari tadi entah mengapa membuat hatinya menghangat. Padahal itu hanya pesan biasa. Pesan yang mengingatkan sesama manusia agar bersujud dihadapan Tuhannya. Tak ada yang salah memang dari pesan itu. Memang menjadi tugas sesama muslim untuk saling menyeru pada kebaikan dan jalan Allah. Saling mengingatkan jika ada kelalaian dalam beribadah dan saling menegur jika ada kesalahan serta saling memaafkan bila ada keluputan.

Karena manusia memang tempatnya salah dan lupa. Tak ada pula manusia yang terbebas dari yang namanya dosa tanpa syarat-kecuali para Nabi dan Rasul yang memang memiliki sifat ma'shum alias terjaga dari perbuatan dosa. Namun memang menjadi sifat manusia untuk tidak berhenti berharap. Termasuk Zahra. Meskipun dalam lubuk hati yang terdalam pun ia masih ragu untuk berharap, pun juga masih bingung apa yang ia harapkan dari sesama manusia berjenis kelamin laki-laki dan bernama Adit. Terbersit rasa takut dalam benak Zahra, sebab ia tahu Allah Maha Pencemburu dan mengharap serta bergantung pada selain Allah jelas memantik api kecemburuan-Nya. Ia tahu betul bahwa konsekuensi berharap pada selain-Nya adalah kekecewaan. Tapi dasar hati yang memang nggak bisa dikontrol pake logika, tetap saja hatinya menaruh harap pada Dokter yang kini tengah melakukan visit di ruang VIP itu tentunya dengan 8 ekor mahasiswa koas lainnya termasuk Zahra.

Kurang ajar memang.

Menarik nafas panjang, segera ditepisnya perasaan berharap itu jauh-jauh dari hatinya kurang-kurang ia segera melafalkan istighfar berulang kali dalam hatinya. Tepat saat itu Widya menyenggol lengannya yang ditanggapi dengan kernyitan tidak paham sebab gadis kristiani berkacamata itu memelototinya.

"Apa sih?" Zahra bertanya dengan berbisik. Ia tak mau kena semprot Dokter Adit yang pedesnya ngalahin ramen level tertinggi. Apalagi dengan 8 pasang mata yang menatap penasaran padanya cukup membuat ia meneguk ludah.

"Kamu ditanya Dokter Adit, bego!" jawab Widya ikut berbisik namun masih dengan mata nggak bisa nyantai. Nada bicaranya pun ketus macem emak-emak kontrakan yang nagih uang sewa.

"Jawabannya apaan?" Tanyanya masih tetap berbisik meaki pandangannya lurus menatap ke Dokter Adit yang melotot melihatnya.

Heran deh, itu mata apa nggak pegel atau sakit gitu dari pagi tadi melotot mulu.

"Ye meneketehe, dodol!!" Jawab Widya nyolot. Kurang-kurang itu jemari udah menyubit lengan Zahra keras hingga sang empu hanya meringis sembari menggosok-gosok bekas cubitan Widya yang terasa pedes di kulitnya.

Dokter!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang