Part 9

3.2K 175 4
                                    

Assalamu'alaykum Ukhtifillah...
Jangan lupa tekan bintang dan sempetin comment ya 😆
Syukron Katsiiir 😙

🌹 Happy Reading 🌹

🍁🍁🍁

Author POV

Dengan kecepatan sedang Adit mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit setelah mengantar umminya kerumah tante Aida. Tante Aida cukup terkejut dengan kedatangan ummi Adit, namun ia tetap tersenyum ramah dan menyambut umminya dengan sangat hangat. Rasanya seperti reuni anak SMA, keduanya langsung berpelukan dan berbincang hangat.

Aida, ibunya Zahra, begitu merindukan sahabat lamanya itu. Begitu pun juga dengan umminya Adit. Keduanya sama-sama sudah lama tak bertemu, bahkan keduanya sudah hilang kontak sejak lama. Sejak kecelakaan yang dialami Zahra dan kepindahan keluarga Zahra ke Surabaya.
Keduanya langsung melepas rindu satu sama lain dan membicarakan tentang apa saja yang mereka lewatkan satu sama lain selama mereka berpisah. Aida menanyakan bagaimana kabar Adam, Abinya Adit, dan kondisi pesantren. Begitu pula dengan Umminya Adit yang menanyakan keadaan keluarga tante Aida dan perkembangan kesehatan Zahra.

“Masih belum ada kemajuan sama sekali, Lif. Sejak operasi otak dulu itu, ingatannya masih belum juga balik, padahal sudah diterapi. Dokter juga bilang kalau dipaksa malah nggak baik, takutnya ingatannya malah hilang permanen. Apalagi Zahra selalu nolak kalau dibawa ke psikiater. Jadilah kita hanya pasrah sama keadaan,” nampak kentara raut kesedihan dalam wajah Aida.

"Ya kita doa aja terus sambil ikhtiar trus serahin semua sama Allah. Insya Allah kami di pesantren bakal bantu doa." Timpal Alif sembari tersenyum menenangkan.

"Iya, makasih ya Lif. Kamu emang sahabat terbaik aku dari dulu. Zahra beruntung banget kalo dapet mertua kayak kamu."

Mereka tertawa bersama menanggapi celetukan Aida, sejenak melupakan keluh kesah mereka tentang Zahra.

🌷🌷🌷

Suasana ruang operasi begitu serius. Semua berkonsentrasi pada bagian masing-masing. Terutama operator yang memang diwajibkan serius dalam masalah yang menyangkut dua nyawa sekaligus. Adit yang tenar dengan nama Dokter Sakha sang Dokter Bedah ganteng tengah serius berikhtiar mengeluarkan bayi sungsang dalam kandungan sang ibu meski wajahnya tak sepenuhnya terlihat karena tertutup oleh masker dan surgical hat, tapi matanya yang tak berkedip sedrai tadi menampilkan sorot serius dan tak main-main.
Dalam hati Adit tak lepas berdoa sebab menurutnya kunci dari sebuah operasi adalah berdoa semaksimal mungkin karena Allah-lah Sang penyembuh. Dirinya sebagai perantara hanya dapat berikhtiar semaksimal mungkin dengan kemampuan yang ia punya.
Beberapa menit berkutat dengan hening, akhirnya tangisan bayi laki-laki menggema memenuhi ruangan itu. Adit menghela napas lega. Senyumnya tak dapat dia sembunyikan kala melihat bagaimana bayi laki-laki itu menangis hebat hingga sekujur tubuhnya yang masih berlumur darah bergetar. Dia menyerahkan bayi itu pada salah satu operator sedang ia memotong plasenta. Kemudian bayi laki-laki itu di bawa ke ruang VK untuk dibersihkan dan dilakukan suction pump (penyedotan dahak atau lendir).
“Zahra, jahit lukanya.” Katanya ketika selesai melakukan operasi. Laki-laki itu sengaja memilih Zahra karena selain kemampuannya yang memang mumpuni ia ingin lebih dekat dengan wanita itu.
“Baik dok.” Kata Zahra yang kemudian bersiap menggunakan seragam operasi.
Dengan telaten dan teliti Zahra menjahit dengan rapi. Di bawah pengawasan langsung dari Adit, Zahra berusaha untuk tidak bergetar. Karena sedari tadi jantungnya tak berhenti berdetak cepat. Hampir beberapa minggu dekat dengan Dokter Adit Zahra tak menampik adanya perasaan lain saat ia bertemu atau berada dekat dengan laki-laki itu. Laki-laki itu begitu profesional dan santun dalam berkata, juga akhlaknya yang mirip-mirip dengan perangai Sayyidina Ali membuat ia jatuh hati. Namun, Zahra tau bahwa batasannya hanya dapat bersikap hormat dan semestinya. Meski tiap malam ia menggosipkan laki-laki itu dengan Allah di dalam sujud malamnya.
“Bagus.” Kata Adit setelah puas dengan tugas Zahra. “Kamu boleh keluar, yang lain juga. Kalau ada pertanyaan kita bisa diskusikan di ruangan saya setelah shalat Jum’at.” Kata Adit pada koas yang sedari tadi memerhatikan jalannya operasi.
Ini juga salah satu poin plus dari Dokter Adit di mata Zahra. Laki-laki itu tak pernah lepas tanggung jawab. Ia selalu mengawasi dan membimbing koas sampai selesai dan tuntas. Ia juga selalu merendah dengan mengadakan diskusi bersama. Tak ada menggurui, tak ada digurui. Ia bertindak sebagai teman namun juga bisa menjadi guru yang baik dalam waktu bersamaan tanpa meninggalkan tuntunan syariat.
Namun, Zahra hanya dapat menghela napas. Dokter hebat seperti Dokter Adit pasti mempunyai banyak kandidat yang jauh lebih segalanya dibanding Zahra yang hanya koas biasa. Bahkan rumor di rumah sakit mengatakan bahwa Dokter Adit sedang dekat dengan Dokter Syabil, dokter spesialis anak yang digadang-gadang sebagai dokter tercantik rumah sakit. Dan begitulah adanya. Namun, perkara hati siapa yang tau selain pemilik hati, Allah Azza Wa Jalla.

🌷🌷🌷

Zahra memasuki masjid dengan tergesa-gesa. Dirinya hanya punya waktu kurang dari lima belas menit sebelum diskusi dengan Dokter Adit. Dirinya tidak mau telat saat diskusi nanti, takut ia ketinggalan ilmu. Namun urusan sholat dan akhirat nomor satu, jadi meski sesibuk apapun dirinya, ia selalu berusaha istiqomah untuk menjalankan sholat tepat waktu. Kecuali memang ada udzur yang sangat mendesak seperti operasi misalnya.

Kebanyakan orang akan beranggapan bahwa sholat bisa ditunda. Apalagi sholat isya’ yang memang waktunya lama. Mengerjakan urusan dunia dinomorsatukan sedangkan urusan akhirat yang utama malah disepelekan. Namun bagi Zahra mengejar akhirat adalah hal utama dalam hidup, sebab bila kunci akhirat sudah digenggaman maka dunia ada di telapak kakinya.

Selesai wudhu Zahra segera memasuki masjid sembari menenteng mukenanya. Dengan khusyu’ ia menunaikan kewajiban sebagai seorang muslimah. Ditengah padatnya suasana masjid rumah sakit, sayup-sayup Zahra mendengar suara yang cukup merdu tengah melantunkan Surat Al-Kahfi. Mendengar suara ikhwan yang tengah melantunkan ayat-ayat akhir dari Surat Al-Kahfi itu entah mengapa hati Zahra terasa tentram meski degup jantungnya tak bisa ia kendalikan. Dirinya sendiri bingung, apakah ia punya riwayat penyakit jantung atau bagaimana? Masa dengar suara ikhwan aja jantungnya langsung lompat-lompat gitu?

Dalam sujud terakhirnya Zahra meminta satu hal dalam sujudnya, yaitu agar Allah menjadikan jodohnya kelak sebagai golongan muslim yang mencintai dan memuliakan serta Al-Qur’an. Sebab bagi Zahra golongan ikhwan yang senantiasa mencintai dan memuliakan Al-Qur’an apalagi hingga tahap mengamalkan pasti akan menjadikan Al-Qur’an sebagai pegangan hidup. Dan imam yang seperti itulah yang Zahra inginkan untuk menjadi penuntunnya dan anak-anaknya kelak menuju surga-Nya.

Namun sebagai hamba Zahra hanya berani meminta yang terbaik baginya. Sebab yang baik bagi Zahra belum tentu baik di mata Allah.

🌷🌷🌷

Dikit y ? Afwan banget y... tetap ikuti kisah Zahra-Adit dan kasih vote serta komen.. tapi nggak maksa kok seikhlasnya saja. Kalau memang cerita ini layak dapat vote, y tolong di vote. Tapi kalau ada perbaikan atau kritik dan kesalahan yg perlu di perbaiki, komen saja. Terutama kalau ada typo, biar nyaman bacanya...

Tetap jadikan Kalam Suci (Al-Qur'an) sebagai bacaan yang paling utama dan berbuah berkah..

Perbanyak Al-Kahfi y sahabat Muslim..

Dokter!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang