Part 10

4K 159 25
                                    

Assalamu’alaykum.... maaf Rufah baru bisa update cerita ini lagi. Soalnya entahlah banyak sekali gangguan saat nulis cerita ini, Remember, Destiny, bahkan The Doctor and The Army.

Rufah tuh lebih sering malesnya daripada semangat nulisnya. Buka laptop niatnya mau lanjutin cerita malah melenceng liat film. Belum lagi kalau kena writers block. Ugh! Itu rasanya otak kosong melompong mau bikin ide cerita yang kek gimana. Mau asal nulis entar jatohnya malah nggak ngefeel.

Apalagi Rufah lagi krisis kuota banget nget nget! Mau cari wifi tapi takut dosa kalo nyolong. Benar-benar ya jadi penulis tuh gini banget. Ngenes Rufah tuh kalo udah nulis panjang-panjang, memeras otak, mengorbankan dan nyolong-nyolong waktu dari padatnya waktu buat belajar mau PTS, tapi jumlah vote atau readers nggak sesuai ekspektasi. Bahkan komen tuh bersih banget.

Hal ini nih, yang kadang bikin Rufah males dan sedih buat ngelanjutin cerita. Karena dari readers, vote, dan komen kalian nih yang jadi mood booster buat Rufah. Kalian komen nggak penting aja, Rufah bakalan senyum-senyum sendiri pas waktu baca. Sampek yang temenku tuh —mbak Widya namanya— bilang, “Mbak Rufah lak gaje, mesem-mesem dewe.” (Mbak Rufah ga jelas, senyum-senyum sendiri) Dan Rufah bakalan dengan bangga bilang, “Iki loh Mbak Wid, readers wattpad-ku komen lucu wah.” (Ini loh Mbak Wid, readers wattpad-ku komen lucu deh.)

Okelah, tinggalkan Rufah yang lagi galau. Langsung baca ya.... semoga suka. Jangan lupa tinggalkan jejak. Karena mereka yang meninggalkan jejak adalah mereka yang paling mudah dikenang dan paling susah untuk dilupa. Tetap jadikan Al-Qur’an sebagai bacaan utama.

💊💊💊

Sore ini cuaca cukup mendung. Awan seakan sedang mengadakan reuni di atas sana atas ijin Allah. Ditambah kemacetan kota metropolitan yang cukup membuat Adit menghela napas dan tak hentinya mengalunkan istighfar dalam hati. Bagaimana tidak, di samping kemudinya duduk Zahra. Wanita yang ia cintai diam-diam tengah berbincang dengannya, meski pembahasan tak jauh-jauh dari topik rumah sakit dan kedua temannya yang lebih mendominasi jalannya obrolan, sedang Zahra lebih memilih menyimak dan kadang sesekali ikut menimpali.

Sisanya ia lebih banyak membungkam mulut dan mengalihkan perhatian pada jalanan yang lengang. Memerhatikan beberapa warung tenda yang masih ramai dengan pelanggan. Ada juga beberapa pengendara yang menepi meneduh pada toko-toko yang tengah tutup, menunggu hujan mereda juga ada yang sekedar berhenti untuk memakai jas hujan. Sebab dilihat dari pekatnya awan diatas sana sepertinya hujan gerimis yang cukup deras ini akan menjadi semakin lebat tiap waktunya. Maha Suci Allah yang membuat fenomena alam ini. Mereka tak hanya berdua, sebab di kursi belakang terdapat dua lagi mahasiswi koas.

Yap, sore ini Adit berperan ganda. Sebagai dokter pembimbing koas dan sopir pribadi. Sebab ia tadi mendapat permintaan dari salah satu mahasiswa koasnya, Rendra namanya, untuk memberi tumpangan pada tiga mahasiswi koas ini yang kebetulan tidak dijemput. Mau pesan ojek online, tapi baterai ponsel lowbat. Apalagi mendung gini malah nggak ada driver yang mau menjemput mereka dengan alasan sibuk. Padahal menjemput rezeki wajib menurut Adit. Ya walaupun memang Allah-lah sang Pemberi Rizki tanpa pilih kasih dan ada pepatah lama yang mengatakan bahwa kalo udah rezeki nggak akan kemana, nggak akan ketuker sama yang lain. Tapi kalau hanya berpangku tangan, bagaimana bisa mendapat rezeki yang dijanjikan Allah.

Segala sesuatu harus ada ikhtiar. Lagipula rezeki yang di dapat dengan ikhtiar dan keringat sendiri akan terasa nikmat dan syukurnya.

“Dokter Adit nggak ada yang lagi ditaksirkah?” tanya salah satu mahasiswi berkuncir kuda, Tasya namanya.

Dokter!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang