Dua Puluh

3.1K 220 12
                                    

⚠typo bertebaran⚠

Selamat membaca.. 😊

****

Tap! Tap! Tap!

Ku langkahkan kakiku menyusuri koridor rumah sakit. Semua tatapan penghuni rumah sakit tertuju kepadaku, bagaimana tidak, saat ini aku masih setia menggunakan gaun pengantin ku, untung saja, gaun ini tidak menyapu jalanan, sehingga aku tidak perlu repot-repot untuk mengangkatnya, jadi biarkan aku menjadi pusat perhatian mereka saat ini, toh, aku tidak perduli dengan anggapan mereka. Rasa Khawatir, sedih, takut, gelisah sudah cukup menggerayangi hati dan pikiranku.

Sampailah aku di depan sebuah ruangan. Aku berharap bisa masuk ke dalam, melihat keadaannya. Aku ingin memeluknya. Sampai seorang dokter mempersilahkan kan ku untuk masuk, tentu dengan menggunakan baju steril terlebih dahulu. Aku telah berada dalam ruangan. Di sana, di atas bangkar, Derren, terbaring lemah, di tubuhnya terpasang alat elektroda untuk mendeteksi Detak jantung, tekanan darah, penyerapan oksigen, temperatur serta frekuensi pernapasan.

Kepalanya yang di perban, serta alat oksigen yang terpasang di hidungnya. Tangisan ku semakin menjadi. wajahnya tampak pucat Pasih. Ku mendekat dan menggenggam tangannya. Tangannya terasa dingin. Ingin rasanya aku berteriak memintanya untuk bangun.

"Bangun Derren, jangan bercanda, aku tidak suka dengan candaanmu. kau telah berjanji untuk terus bersama ku, mencintaiku hingga kita tua nanti, jangan buat ku seperti ini."

Tak ada tanggapan berarti dari Derren. Derren setia memejamkan matanya. Nafasnya sangat teratur, seakan ia sedang tidur seperti biasanya.
Sampai seorang dokter masuk dan menyarankan ku meninggalkan ruangan. Aku enggan untuk meninggalkan Derren. Tapi ini demi kebaikannya, bukan?

Di luar ruangan. Ku lihat ibuku dan ibu Derren yang saling berpelukan. Tangisan mereka kembali membuatku meluruhkan airmata lagi. Ibu menghampiriku. Ia memelukku erat.

"Sabar, Nak! Ini cobaan." ujar ibu padaku. aku menghela nafas lega. Ibu Derren menghampiriku. dia tersenyum murung ke arahku. Matanya masih menyikasan air mata.

"Mom mohon, tetaplah bersama Derren." pinta Jeni. Calon mertuaku.

"Mom, tanpa kau meminta pun, aku akan tetap bersama Derren, tidak peduli berapa lamanya aku harus menunggu. Aku akan bersabar menunggunya sadar." Mom jeni tersenyum kepadaku dan memelukku.

Percayalah Mom, aku benar-benar jatuh cinta dengan putramu.

****

80 hari kemudian.

Aku memasuki ruangan rawat inap Derren. Aku tersenyum lega. Saat mendapatkan kabar dari rumah sakit Derren telah membaik. walau pun masih koma, tapi Derren telah melewati masa kritisnya.

"Selamat siang, sayang. ayo, cepat bangun! Kepala mu tidak pusing tidur terus. Ini hampir 3 bulan. Kau kan bukan pangeran tidur bukan?"

Setiap hari aku akan meluangkan waktu ku untuk menjenguknya. Seperti hari ini misalnya, aku akan berkunjung setiap makan siang. setelah itu kembali ke kantor, pulang dari kantor, aku akan menyempatkan waktu untuk menjenguk Derren. Terkadang aku akan bermalam disana bila hari libur. Setiap saat aku akan bercerita tentang segala hal pada Derren. Walau pun tak ada tanggapan. tapi Derren pasti mendengarnya. Aku juga selalu rajin membersihkan tubuhnya. Dengar tubuhnya hanya bagian atas ya, bukan keseluruhan.
Jadi jangan bilang aku mencari kesempatan dalam kesempitan. Baiklah hanya itu.

Aku melirik jam tanganku yang saat ini telah menunjukan pukul 1 siang. Aku harus kembali ke kantor.
Aku menatap Derren yang masih terjaga dalam tidurnya.

"Aku kerja dulu, ya! Nanti aku kesini lagi, jangan kangen ya." ujar ku pada Derren. Sebelum pergi, tidak lupa ku mengecup dahi Derren yang masih di perban.

****

Ku langkahkan kakiku menuju ruangan ku, ku duduk kan tubuhku di bangku kebesaran. Pandanganku menatap berkas-berkas yang menumpuk di meja kerjaku.
Aku menghela nafas panjang. Andai saja Derren ada, pasti dengan senang hati ia akan membantuku. sudah 3 hari aku tidak menjenguknya, rasanya aku sangat rindu dengannya, tuntutan pekerjaan lagi-lagi membuat ku sulit untuk menemui Derren. Kalau saja Derren tidak koma, aku yakin setiap saat ponsel ku akan berdering karena telepon darinya. memikirkan semua itu membuat ku semakin merindukannya.

Drtt Drtt Drtt.

Getaran ponselku menguapkan semua khayalanku.
Panggilan masuk dari rumah sakit, membuatku segera menjawab panggilan itu.

"..."

"Halo, iya, siang."

"..."

"Apa? Derren sudah sadar?" seru ku penuh kebahagiaan.

Aku segera mematikan panggilanku, ku langkahkan kakiku menuju rumah sakit.
Rasa bahagia ini tak terbendung, sampai ingin rasanya aku berteriak dan mengadu pada semua orang. Berlebihan? Biarkan.

Sesampai disana. Aku segera berlari menuju ruangan Derren.

Aku datang sayang. Batin ku.

Tapi taukah kalian, apa yang aku lihat saat baru saja ku membuka pintu kamar Derren? Perlukah ku ceritakan? Tapi sungguh aku tak suka dengan pemandangan ini. Kebahagiaanku seketika sirna begitu saja, saat melihat seorang wanita asing telah memeluk kekasihku erat, aku kira dia adalah salah satu sanak saudara Derren, tapi sikapnya sselanjutnya membuatku geram. Pasalnya saat ini wanita itu telah mencium Derrenku, bukan di kening, pipi atau semacamnya, wanita itu mencium bibir Derren mesra, dan hatiku hancur seketika. Saat Derren membalas ciuman itu, bahkan Derren membalas pelukan wanita itu erat.

Sungguh aku tidak tahan dengan semua ini. Siapa wanita itu? Apakah dia telah mengaku-ngaku sebagai kekasih Derren? Apa Derren lupa ingatan? Aku segera masuk kedalam, karena aku tak akan mendapatkan jawabannya bila hanya berdiam diri di luar sana, bukan?

"Derren." panggilanku berhasil membuat Derren dan Makhluk jadi-jadian itu menghentikan kegiatannya.
Derren menatap ku kaget, tapi sedetik kemudian ekspresi itu menghilang berubah menjadi datar. Bukan, bukan datar melainkan menatapku sinis.

"Derren." panggilku lagi seraya mendekat kepadanya. Apa dia lupa dengan ku?

"Sayang, ini Gendis." ujar Derren kepada wanita itu, wanita itu menatapku dengan senyuman liciknya.

"Mantan tunangan ku." lanjut Derren. Dan saat itu juga, aku merasa waktu berhenti. Dan seketika tubuhku membatu.

"Apa maksudmu?" tanyaku pada Derren.

"Dengarkan aku Gendis. Aku tidak butuh pendamping hidup yang hanya ingin bersamaku saat bahagianya saja, tapi tidak ada saat ku sulit." ujar Derren yang semakin membuatku bingung.

Ku tatap wanita tak kasat mata itu, seringaiannya yang licik membuatku sadar, ada sebuah kebohongan yang telah di ciptakan dengannya.

*bersambung*

holla.. up nya cepet kan? Bagaimana dengan part kali ini? Apa membuat kalian emosi?
jangan dulu ya, karena belum saatnya.. Hehe..

Kira-kira siapa sih wanita yang gendis bilang, makhluk tak kasat mata itu?

Ada yang bisa tebak?

Pokonya jangan lupa vote dan komen ya..

Hisa cinta kalian..😘

BIG is "BeautiFul" (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang