Dua puluh satu

3.2K 262 42
                                    

⚠typo bertebaran⚠😆

Haply reading..

Terhitung, sudah tiga bulan semenjak kejadian di rumah sakit itu.
Aku dan Derren tidak saling berkomunikasi satu sama lain. Hubungan kami putus begitu saja secara sepihak. Wanita gila itu juga di kabarkan akan menggantikan posisiku di kehidupan Derren. Kok bisa tau? Bagaimana tidak, aku dan Derren itu menjadi atasan di kantor yang sama. Gosip disana gampang tersebar.
Aku cukup bisa mengikhlaskan Derren dalam kehidupanku. Melepaskannya walau pun aku masih mencintainya.

Banyak yang bertanya siapa orang ketiga di hubungan kami? Jawabannya, Sherena Leoni. Mantan kekasih Derren, Yang di kabarkan dulu pernah selingkuh dengan rekan kerja ayahnya Derren saat mereka akan melangsungkan pertunangan.

Entah kenapa ia bisa kembali dan merusak hubungan kami. Mungkin dia masih mencintai Derren. Dan Derren sendiri masih mengharapkan sherena. Tak masalah, aku sudah biasa seperti ini. Hanya saja saat ini aku ingin lebih fokus mengejar karir dari pada jodoh.

Tuhan telah mengatur jodoh setiap hambanya. Jadi tak perlu khawatir tentang itu. Bila Derren jodohku, ia akan kembali dengan ku, tapi bila dia bukan jodohku. Ku pastikan tuhan menggantikannya dengan yang jauh lebih baik dari Derren.

ku mulai hari in dengan semangat baru, aku tidak ingin terlalu lama terpuruk dalam sebuah kesedihan. Biarlah semuanya selesai dengan sendirinya, bukan maksud aku pasrah, menyerah atau takut. Hanya saja banyak hal yang lebih penting, yang harus aku lakukan. Waktu bukan untuk di gunakan dengan berjalan di tempat, tapi di manfaatkan agar hidup lebih berarti. Bukan hanya untuk ku saja, tapi untuk diri orang lain juga.

Stop cuap-cuapnya, aku memilih berangkat kerja saja dari pada harus memikirkan Derren dan Sherena wanita iblis.

Ibu menatapku yang menuruni anak tangga dari lantai bawah, ibu sering bilang padaku. "jangan putus asa, mungkin tuhan sedang menemukan mu dengan orang yang tidak tepat, sebelum tuhan menemukan mu dengan orang yang terbaik untukmu" itu kata ibu.

Wajahnya berseri ramah ke arahku. Ia masih terlihat cantik di usianya yang ingin menginjak kepala lima. Aku membalas senyuman ibu yang selalu membuatku tenang dan nyaman. Ibu yang terbaik.

"Mau pergi sekrang? Ayo, sarapan dulu!" ujar ibu pada ku. tapi aku harus menolak ajakan ibu, saat ku tatap jam dinding sudah menunjukan pukul 08:30 pagi.

"Aku harus pergi sekarang ibu, ada meeting jam 9 nanti." jawabku lembut. Ia memasang wajah murungnya.
"Aku akan pulang tepat waktu, bu." sambung ku lagi. Ibu tersenyum ke arahku bahagia.

Memang akhir-akhir ini, aku terlalu sibuk dengan pekerjaan ku, sampai aku mengabaikan tugas ku sebagi seorang anak. Semenjak kejadian itu, aku lebih suka menghabiskan waktu ku dengan bekerja. Alasannya tentu untuk mengalihkan pikiranku dan ingatan ku tentang Derren. Dulu sempat aku berpikir. Apa aku harus mencuci otakku agar bisa melupakan kenangan manis ku dengan Derren?
Tapi tidak sampai harus seperti itu, kan?

"Aku berangkat, bu." pamitku kepada ibu, lalu salam dan pergi meninggalkan ibu yang menatap kepergianku.

Ayah, semenjak batalnya pernikahanku, ayah lebih suka menghabiskan waktunya untuk bekerja, sama seperti ku, ayah mengurus perusahan cabang yang berada di bandung. Tak apalah, yang penting ayah tak menanggung malunya. Biarkan aku saja yang merasakan malu itu, asalkan ayah dan ibu jangan. Ibu sendiri menolak saat ayah mengajaknya untuk pindah ke bandung. Ibu lebih suka denganku di kota metropolitan ini, aku tahu sebenarnya ibu takut aku merasa sendiri, dan aku masing mengenang kenangan itu, tapi percayalah. Aku benar-benar ikhlas. Aku ingin menjadi wanita tegar. kuat dan sabar.

Sesampainya di kantor. Semua pekerja menunduk hormat ke arahku. Sebenarnya aku sendirierasa risih dengan sikap mereka semua. Tapi aku mencoba terbiasa.
Aku memasuki ruangan ku yang letaknya berada di lantai teratas gedung. Aku menduduki diriku di bangku kebesaran ku, kembali fokus dengan pekerjaan. Melupakan sejenak masalah dalam kehidupan pribadi.

Tok! Tok! Tok!

Pintu ruangan terketuk. Aku mengizinkan mereka yang di luar untuk masuk, pintu terbuka, ternyata tasya sekretaris ku. Ia tersenyum ramah.

"Ada apa tasya?" tanya ku.

"Pak Derren memanggil ibu untuk ke ruangannya." Aku tersenyum sinis.

"Yang butuh dia, biarkan dia kemari, katakan kalau aku sibuk." final, keputusan ku sudah di tentukan. Tasya menatapku sejenak seakan berpikir. lalu mengangguk dan permisi keluar ruangan ku.

Ke hela nafasku panjang. Derren selalu menitahku untuk datang ke ruangannya. Entah untuk apa, aku malas bertemu dengannya.

Tiba-tiba pintu kembali terbuka tanpa ketukan terlebih dahulu. Bila itu tasya, aku akan mengamuk. Pikirku.
Tapi ternyata tebakan ku salah, Tasya memang ada di sana, tapi Tasya berada di belakang orang itu, sseakan melarangnya untuk masuk kedalam ruanganku. Ku angkat kan sebelah tanganku.

"Biarkan, Tasya." ujar ku tetap tenang. Tasya hendak pamit kepada ku, tapi aku menahannya.
"tetap disini Tasya, jangan tinggalkan dua orang yang berbeda jenis dalam satu ruangan. Aku tidak ingin ada fitnah." Tasya pun menurut, tertunduk takut saat mata tajam pria itu menatapnya.

"Ada apa?" tanyaku pada pria itu.

"Kenapa kamu menolak perintahku untuk datang ke ruanganku?" tanya Derren dengan wajah marah.

Ku tatap wajahnya sekilas, lalu ku alihkan tatapanku kepada layar laptop ku, untuk sekarang aku lebih suka menatap berkas-berkas dan angka-angka yang membuat mataku sakit, setidaknya mereka hanya memmbuat mata ku sakit dan otakku sulit berpikir. tapi tidak membuat hatiku sakit. dari pada harus menatap sosok pria yang kini berdiri di hadapanku.

Pakk.

Sebuah undangan terlempar di meja kerjaku.
Aku melirik sekilas, lalu kembali fokus pada kerjaan ku.

"Datanglah, lusa adalah hari pertunangan ku dengan sherena." ujar Derren.

"Aku tak janji, lusa aku sudah memiliki janji dengan seseorang." Jawabku masih fokus pada layar laptop ku.

"Dengan siapa?"

"Apa penting kamu tahu?" Derren menggeram kecil mendengar jawabanku.

"kalau begitu, datanglah dengannya." Aku mengangguk. Derren menatapku kesal, lalu pergi meninggalkan ruangan. Wajahnya tampak emosi. Tasya menghampiriku.

"bagus bu, saya suka gaya ibu." pujinya. aku hanya tersenyum kecil.

"Kembali bekerja Tasya, dan terimakasih pujiannya."
Tasya mengangguk ssraya tersenyum kepadaku. aku kembali sendiri di Ruangan ku. Ku tatap undangan merah maroon itu. Undangan itu seakan sedang menggodaku untuk segera ku buka.
Tapi ku urungkan. tak perlu aku tahu, toh, aku sudah tau siapa nama perempuan nya.

****

Aku mengendarai mobilku sendiri. Hari ini sudah sore. Waktunya aku pulang. Ibu sudah menghubungiku berkali-kali. Aku sudah janji dengannya, maka itu harua ku tepati.

Tapi kejadian yang membuatku kesal. ban mobilku kempes. dan sialnya tak ada bengkel atau tambal ban di sekitar situ.
ku putar kan pandangan berharap seseorang bisa ku minta bantuan. Tapi disana tampak sepi. Sampai akhirnya. Sebuah mobil Fortuner berhenti di depan mobilku. seseorang turun dari sana. Seorang pria tampan tersenyum ke arahku seraya mendekat.

"Mobilnya kenapa?" tanyanya ramah.

" ban nya kempes." Ia menatap ke arah bangku yang nnasibnya lebih langsing dari seharusnya.

"Ada ban serep?" tanyannya. Aku mengangguk.setelah itu ia segera mengganti ban mobilku.

"Udah selesai." ujarnya.

"Makasih ya, gk tahu apa jadinya kalau gak ada kamu."

"sama-sama. oh ya namanya siapa?"

"Gendis. kamu?"

"Rio. senang bisa ketemu kamu." aku tersenyum kecil ke arahnya begitu juga Rio.

bersambung

BIG is "BeautiFul" (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang