Dua puluh tiga.

4.6K 296 61
                                    

type bertebaran⚠

Happy reading ..

Ku lemparkan tas ku ke sembarang arah. Ku rebahkan tubuhku di atas ranjang. Ingatan ku kembali pada kejadian tadi siang di acara pertunangan Derren dan Leoni.
Tampang geram Derren sangat terlihat jelas saat ku mengalungkan tanganku pada lengan Rio.

"Apa mungkin dia cemburu?" ku tepis pikiran itu. Tidak mungkin ia cemburu. Derren telah menemukan apa yang ia cari.
Tidak ingin memikirkan hal tentang Derren lagi, aku pun memutuskan untuk membersihkan diri dan tidur.

Setelah membersihkan diri, ku kembali merebahkan diri. Berharap dapat tidur nyenyak malam ini. Tanpa harus memikirkan Derren.
Belum sempat ku pejamkan mata. Deringan ponselku terdengar nyaring. Kesal sendiri pada orang yang mengganggu waktu istirahatku pada malam-malam seperti ini.

Ku ambil ponselku yang tergeletak di atas nakas. Terlihat nomor tak di kenal disana. Dahiku mengkerut berusaha mengingat nomor tersebut. Merasa tak mengingat apa pun. Ku putuskan untuk menjawab panggilan itu.

"Hallo."

"Temui aku, aku di depan rumahmu."

Seketika tubuhku membeku, aku hafal betul suara ini. Suara yang akhir-akhir ini selalu bicara ketus padaku. Dia menghubungi ku sekarang. Ku akhiri panggilan itu,l enggan untuk menemuinya. Mencoba untuk tidur, berharap kantuk segera menjemput ku.

Tapi panggilan itu semakin membuat ku gusar. Derren terus menerus menghubungi ku. Aku bangun dan mengintip dari balik jendela. Di bawah sana. Kulihat mobilnya tarparkir di sebrang jalan rumah ku.
Cemas sendiri dan bingung, mau apa dia datang kemari? Memberi undangan pernikahannya padaku? Tidak bisakah besok saja? Saat ini aku sudah melepas topeng ketegaranku.

Lagi,lagi panggilan itu terdengar. Ku ubah mode dering menjadi mode senyap. Mengabaikan panggilan Derren. Tapi hati tetap merasa tak tenang. Gundah gulana. Dilema antara menemuinya atau tidak.

"Untuk terakhir kalinya, ya. Besok aku harus menghindar darinya." ku mengangguk pasti. Keluar dari kamarku berniat menemui Derren. Ku siapkan hati, jantung serta mataku agar tak menangis saat bertemu dengan Derren nanti. Sebelum membuka pintu utama, ku tarik nafas dal, kemudian keluar untuk menemuinya.

Kulihat Derren baru saja keluar dari mobilnya. tatapan matanya tajam ke arahku. Aku meneguk Saliva ku sulit. Kulihat rahangnya mengeras menahan amarah. Marah? Kenapa? Apa ucapan ku kepada Leoni membuat kekasihnya seharian menangis? seingatku, aku tidak pernah mengeluarkan sepatah kata pada wanita ular berbisa itu kecuali ucapan 'selamat' pada Derren.

Aku berjalan perlahan mendekat ke arah Derren. Tapi yang terjadi. Derren menarik tanganku. Memutar tubuh kami sehingga aku tersender di mobilnya dengan dia yang menghimpit ku.

"Ada a_apa?" tanyaku gugup, dagu ku terangkat menunjukkan keberanianku. Walau di hati kecilku, Aku ketar ketir juga.

"Siapa dia?" tanyanya dengan geraman tertahan. Ku krenyitkan dahiku. Apa maksudnya? Apa yang dia maksud Rio?

"Maksudnya?"

"Siapa yang datang bersama mu tadi siang?"

"Oh .... " apa aku bilang. Derren menanyakan Rio..

"Siapa dia Gendis?"

"Ada urusan apa kamu bertanya tentang dia?" wajah Derren semakin geram. bisa ku lihat dari matanya tersirat rasa tak suka.
"Dengar Derren, hubungan kita sudah putus dari beberapa bulan yang lalu, dan kau yabg mengakhiri semua itu, kamu tidak memiliki hak apa pun atas apa yang aku tentukan. Saat ini hubungan kita hanya sebatas rekan kerja. Aku harap kau mengingat itu!" wow, dalam hati aku berseru. sangat terkejut, sangat tidak percaya aku bisa mengeluarkan kata penegasan seperti itu padanya.

BIG is "BeautiFul" (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang