Sembilan Belas

3.3K 217 16
                                    

typo bertebaran⚠

Happy reading...

Saat ini aku sedang berdiri di balkon kamarku, memperhatikan tim WO yang sedang sibuk mendekorasi rumah ku.  Ya. Lusa adalah hari pernikahan ku dengan pria tampan tanpa celah itu. Seperti mimpi? Sangat. Aku bahkan tidak pernah menyangka seorang pria se sempurna itu ingin menikahiku atas dasar cinta.

Cinta. Aku masih ragu akan hal itu. Tapi setiap saat, Derren selalu meyakinkan ku. Tutur katanya yang manis dengan penuh cinta, selalu berhasil membuatku bahagia.
Semoga itu benar, ya.

Saat ini aku sedang di pingit. Tidak boleh keluar rumah, atau menampakan diri di depan orang lain kecuali keluarga, entahlah biar kenapa, ini tradisi budaya kami. Ibu berkata demikian. Aku setuju, yang terpenting ibu bahagia. Bidadari ku, dia sangat bahagia saat mengetahui Derren melamarku. Ibuku dan ibu Derren paling antusias dalam menyiapkan pernikahan kami. Dari  baju, tema pernikahan, suvenir, undangan dan hal yang lainnya. Aku dan Derren sih, dengan senang hati, karena kami sibuk menjalankan perusahan kami yang saat ini sedang Memuncak.

Ayah sendiri. Dia sangat bahagia, aku tau itu. Tapi Ayah tetaplah Ayah, ekspresinya yang datar bahkan hampir menginjak level tidak memiliki ekspresi, tetap biasa walau pun aku tau Ayah sangat setuju atas pernikahan kami. Derren selalu bisa membuat Ayah tertawa. Itulah mungkin alasan Ayah menyukai Derren.
Derren yang suple dan ramah selalu berhasil mencairkan  wajah Ayah yang beku. istilahnya seperti itu.

Tok! Tok! Tok!

Ketukan pintu meluapkan lamunanku.
Aku menoleh ke arah pintu yang telah terbuka. Ibu tersenyum menatapku penuh bahagia.
wajahnya yang cantik dan senyumnya yang manis, selalu berhasil membuat ku tenang. your the best mom.
I love you so much.

Ibu mendekat ke arahku, matanya berbinar haru. Aku pun mendekat dan memeluk ibu erat.
Tangisan ku luruh saat usapan halus tangan menyentuh rambutku.

"Kenapa menangis, Nak?" tanya Ibu padaku. Aku hanya menggeleng tak kuasa menjawab.
pelukan ku semakin erat.

"Aku takut ibu." ujar ku di tengah-tengah isakanku. ibu melepas pelukanku. Ibu menatap ku penuh tanya.

"Apa kamu keberatan dengan pernikahan ini, Nak?" tanya ibu seraya menghapus air mataku.

"Tidak ibu. Aku hanya ... takut ... Di saat malam pertamaku ...." lirihku dengan menundukkan pandangan ku. Seketika tangisan haru ibu hilang terganti dengan tawa, saat mendengar kata-kata ku yang memang jujur adanya.

Aku mengerucutkan bibirku, aku menghapus air mataku yang masih berlinang di pipi dengan kasar.
"Ibu ini normalkan, ini pertama bagiku." Ibu mengangguk masih dengan tawanya.

"Ibu tau, sayang. Ibu pun merasakannya saat menikah dengan ayahmu dulu. Bahkan ibu sempat menangis saat melihat ayah mu telanjang di depan ibu. Ibu merasa telah dosa melihat tubuh seorang pria. Tapi ibu akan lebih dosa bila tidak melayani suami ibu sendiri. Percayalah, Nak. Semuanya akan baik-baik saja." ujar Ibu kepasa ku mencoba menenangkan ku. aku mengangguk setuju.

"Kalau gitu, ibu harus ke bawah dulu. Ibu harus perhatikan pekerjaan mereka." ujar ibu padaku, lalu pergi berlalu dari kamarku.

menghela nafas lega, saat semua kegelisahan yang aku rasakan telah ku ceritakan pada ibu, semuanya kembali terkendali. Perasaanku kembali tenang, tidak seperti awalnya. Aku resah dan gelisah.

Aku mengambil ponselku yang berdering tanda pesan masuk. Aku tersenyum membaca chattingan Derren yang   selalu membuatku tersipu malu. Bagaimana tidak, seperti yang ku bilang, setiap jamnya dia akan mengirim pesan kepadaku hanya untuk menyatakan cintanya kepadaku, sebagai buktinya ia benar-benar mencintaiku. Ceritanya sih mau meyakinkan ku. 

Derren sendiri, sudah 1 minggu kami tidak bertemu, acara pingit, tau kan? Hanya 1 minggu? Ya, aku tidak bisa lama-lama seperti banyaknya orang. Bukan karena tak mau jauh dari Derren, hanya saja pekerjaan kantor yang sulit untuk aku tinggalkan. Walau pun bisa di bilang aku yang mengolah perusahaan itu, tapi bukan berarti aku menjadi semena-mena, kan?? itu namanya profesional. sudah lupakan ocehanku yang tak berfaedah ini.

Setelah membalas pesan kepada Derren. Satu pesan lagi masuk. Tapi bukan dari ponselku. Ingat! bukan dari ponselku. Melainkan dari perutku yang sedari tadi terus berdemo minta untuk di isi. Tapi apalah dayaku yang harus kembali diet mati-matian menjelang pernikahan, takut-takut gaun pernikahanku tidak jadikan, akan gawat kalau sudah seperti itu. Alhasil, aku hanya meminum  susu serta memakan buah dan sayuran, protein dan karbohidrat juga, tapi tidak terlalu sering.

Semenjak aku dan Derren berhubungan, Derren telah mengagalkan dietku. ancamannya untuk menggemukan ku tempo itu, di tepatinya. Kesal gak? Jangan di tanya. Timbangan ku kembali naik walau pun tidak seperti kemarin.
Aku naik 7 kilo. dan semua itu berhasil membuatku menangis semalaman suntuk. Dan teganya dia hanya menanggapi dengan senyumnya yang manis. Dan bilang.

"aku tidak masalah."

Jadi mana tega aku memarahinya. Sebenarnya niat dari awal aku ingin berteriak di depan telinganya, tapi apalah dayaku yang tak tegaan. Wajahnya yang sempurna membuatku terlalu sayang untuk memarahinya.

Derren. Pria itu selalu tau caranya mengambil hatiku. aku rasa aku begitu suka dengannya. Tak masalahkan? Aku menyukai calon suami ku sendiri loh ini.
dan aku sangat mencintainya,

***

2 hari kemudian.

Hari ini aku di make up dengan full. Jujur ya. Aku sendiri kurang nyaman bila harus menggunakaan make up tebel layaknya topeng. Tapi tunggu dulu, jangan kira aku bilang seperti topeng, kalian bayangkan aku seperti memakai topeng. Bukan, bukan seperti itu, make up tidak terlalu tebal dan tidak buruk kok, bahkan aku sendiri tidak bisa mengenali diriku sendiri saat di cermin. Aku tampak cantik saat ini. Gaun pengantin yang ku kenakan juga tidak terlalu glamour. gaunku sederhana tapi tetap elegan. ini pilihan ibu loh, baiknya ibu.

Acara make up telah selesai. Saat ini aku tinggal menunggu kedatangan Derren yang akan mempersuntingku. Jangan bertanya bagaimana perasaanku. Aku sangat bahagia, tapi juga takut dan gugup secara bersamaan. Aku ingin cepat-cepat mengakhiri acara akad nikahnya.

Semoga lancar.batinku.

Tetapi tidak berapa lama seseorang masuk ke dalam ruangan, itu adalah ibu, ibu tampak cantik menggunakan gaunnya, makeupnya yang Sempurna menambahkan kecantikannya. Tapi saat ini wajah ibu seperti tidak bahagia. Wajahnya terlukis kesedihan serta kebingungan yang sangat ketara.

"Ibu ada apa?" tanyaku pada ibu. Yang di tanya hanya memandangku lekat, matanya sudah berkaca-kaca, mungkin ibu belum ikhlas melepas ku. Tapi bukan itu yang terlihat. Bukan kesedihan atas perginya ku dari rumah nanti, tapi sebuah kesedihan yang saat ini belum aku pahami apa artinya.

ibu mendekat ke arahku, ibu tampak cemas.
"Nak." panggil ibu kepada ku, aku menatap ibu.

"ibu ada apa?" Tanya ku lagi. Tapi ibu semakin di landa kecemasan.

"Nak, kamu harus sabar ya." ujar ibu, air matanya ya g tertahan kini luruh jua. Aku semakin bingung dengan tangisan ibu yang tiba-tiba. Lalu apa maksud kata-katanya barusan. Aku harus sabar karena apa? apa karena ibu tau aku akan menghadapi masalah sulit, karena aku memasak tiap harinya untuk Derren. Atau hal apa?

Aku menggenggam tangan ibu erat.
"Ada apa, bu? katakan."

"mobil yang di naiki Derren, mengalami kecelakaan, dan saat ini ... Derren ... Derren ... Koma." ujar ibu masih terisak bahkan tangisannya semakin Keras.

Aku bagi akan tersambar petir di pagi hari. aku menggeleng cepat, tidak percaya.
"Ibu, jangan suka beecanda berlebihan ah, pamali tau."

Tapi yang ada tangisan ibu semakin keras.
Dan saat detik itu juga, aku sadar, ibu tidak sedang bercanda. Melainkan ia sedang serius. Bodohnya aku tidak bisa membedakan mana yang bohong dan mana yang serius.

Aku mundur beberapa langkah. Kepala ku pusing, ruangan terasa berputar, sampai kegelapan datang menjemputku. dan aku tidak mengingat lagi setelah itu.
Aku tak sadarkan diri.

*Bersambung*

Hallo Hisa kembali dalam cerita ini. Gimana part kali ini?.
Jangan lupa vote and komen ya.

BIG is "BeautiFul" (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang