08. Reunian 1

1.5K 210 19
                                    

Happy reading

.

.

.


Non baku

Wendy menguap untuk kesekian kalinya. Dengan mata yang terus fokus pada layar komputer didepannya, hal itu benar-benar membuatnya bosan.

"Hwuaaahh..."

"Kalo nguap itu ditutupin."

Wendy buru-buru membekap mulut saat seseorang berperawakan tinggi berjalan melewati meja kerjanya. Dia CEO di perusahaan ini. Bos nya Wendy.

"Maaf, Pak."

Bos bermuka datar itu nampaknya tidak peduli. Dia melanjutkan jalannya yang sempat tertunda. Sedangkan Wendy tetap menjaga ekspresinya seolah kejadian tadi tuh nggak terlalu penting dan nggak perlu dipikirin. Padahal kepengennya sih nonjokin muka Bos-nya itu dulu biar puas.

"Sini!"

Wendy beranjak dari duduknya sambil kebingungan. "Kenapa ya, Pak?" tadi sih berlagak so nggak peduli. Ternyata masih butuh juga toh Bos itu sama karyawan kek dia.

"Kalo dalam hitungan empat detik belum juga ke ruangan saya, gaji hangus." sontak ucapan Pak Bos besar itu bikin Wendy tegang dan buru-buru menghampiri ruangan yang dimaksud.

Wendy membuka pintu berbahan kaca tersebut. Tanpa menunggu izin dari Pak Bos-nya, dia masuk ke ruangan itu lalu menutup pintunya lagi.

Dia terdiam di depan pintu. "Ada yang perlu saya bantu, Pak Loey?"

Bos yang dipanggil dengan sebutan Loey itu memutar bola matanya jengah.

"SINI!!!"

Wendy yang super duper kaget langsung lari deh tuh menghampiri Bapak negara yang lagi duduk santai di atas sofa. "Ya sudah atuh, Pak. Nggak perlu pake gas. Maafin saya."

Bukannya membalas ucapan Wendy, Loey malah nepuk-nepuk ruang kosong disebelahnya. Kalo dalam artian Wendy sih kayak yang nggak ada kerjaan aja gitu itu orang.

"Ngapain sih, Pak?"

"Loh, sini duduk! Masa harus aku perjelas sih?" tuh kan ngegas lagi.

Eh tapi bentar. Barusan apa katanya? Kenapa pake 'Aku'?!

Wendy yang notabennya nggak suka berlarut-larut dalam masalah, yang ujung-ujungnya bakal terpotong gaji pun langsung duduk di samping pria itu. Dan rasanya canggung. Tapi Wendynya aja sih.

Loey menunjuk lemari berwarna hitam yang terletak di salah satu sudut ruangan. "Tolong deh kamu ambil kotak di lemari itu." pintanya pada Wendy.

Asap dan semburat api tiba-tiba menyembur dari telinga si gadis berambut panjang.

'TADI KATANYA SURUH DUDUK. SEKARANG MALAH NYURUH BERDIRI LAGI. BANGSAT INI ORANG MAUNYA APA SEH??!!' batinnya berteriak yang tentunya berbanding terbalik dengan perlakuannya saat ini.

'Sabar, Wen... Keperluan mandi belum kebeli.' Walau gondok abis, Wendy memilih untuk bergegas ke lemari yang Bos-nya tunjuk. Lebih cepat lebih baik 'kan dan dia bisa lebih cepet juga keluar dari ruangan ini.

'Bukannya ambil sendiri, ish. Dasar mageran!'  batinnya lagi.

"Bisa cepetan nggak sih?! Ngambil kotak segede gitu aja lama banget." seru Loey tak sabaran

Wendy berusaha mendinginkan kepalanya yang mendadak panas dan cepat-cepat membawa kotak itu ke hadapan Pak Bos.

"Ngapain sih senyum-senyum kayak gitu. Mirip tante-tante girang tau."

JDERR

"Anji-- eh ya ampun." dia mukul-mukulin bibirnya pelan. Bisa gawat kalo laki-laki itu denger. Mau pasang dimana muka berwibawa-nya nanti?!

"Enggak baik loh ngumpat kayak gitu." Oh ternyata Loey denger.

'Yaudah sih Wen, sabar aja. Sebentar lagi lo disuruh cabut kok dari ruangan ini.' seandainya Loey bukan Bos di tempatnya kerja, laki-laki itu pasti udah habis digebukin Wendy.

"Mana siniin kotaknya!" Loey merebut kotak berukuran sedang berwarna biru itu secara kasar.

"Sama-sama."

Loey noleh sebentar terus fokus lagi sama kotaknya. "Saya nggak bilang makasih padahal."

Wendy ngangguk aja.

"Pak Loey, saya boleh nanya nggak?" Wendy memilih mengalihkan pembicaraan dan menghindari persoalan tadi yang semakin lama semakin membuat emosi rasanya.

"Pake izin segala." balas laki-laki itu tanpa mengalihkan atensinya.

Wendy merengek. "Kalo nggak minta izin ntar teh gimana atuh, Pak. Saya teh bingung gimana bilangnya yaampuun. Saya nggak kuat, Bapak! Plis, Bapak teh kunaon? Udah mah  lembur si saya teh, peralatan mandi tinggal nyisa sikat gigi--itupun udah buluq malahan. Kenapa nggak langsung ke intinya aja sih?Kagak usah tele-tele! Tuhkan saya ngegas ah, ntar gaji hangus lagi padahal yang bulan kemarin aja belum cair. Aduh, saya pusing dan bingung kenapa sekarang saya malah curhat. Hueee capek!!!" (Anggep aja orang yang lagi ngerapp kayak gimana)

Wendy ngacakin rambutnya brutal.

Loey menoleh. "Barusan ngomong apa ya? Saya nggak fokus."

PLIS SIAPAPUN TOLONG BAWA WENDY KE LAUT SEKARANG!

Wendy senyum doang. Gak tau lagi harus membalasnya kayak gimana.

Loey yang menyaksikan adegan itupun berkomentar. "Kamu kenapa sih? Aneh banget. Senyum-senyum nggak jelas dari tadi."

"Gue nggak jelas begini juga karena lo!"

"Maksudnya?" tanya Loey dengan wajah polos tanpa dosa. 

Wendy yang udah kesel banget ingin cepat-cepat pergi saja dari sini. Dia berdiri dan merapihkan sedikit tataan rambutnya. "Pak, kalo nggak ada yang penting saya keluar aja ya. Masih ada yang harus dikerjain. Disini sebagai pegawai cuma saya doang loh Pak yang lembur."

Krik

Wendy menghela nafas. 'Ampun dah kena kacang lagi. Kurang sesabar apalagi gue hah?'

Karena merasa tidak akan ada balasan, Wendy pun segera beranjak dari sana. Namun pergerakannya gagal ketika laki-laki itu menarik lengannya keras yang pada akhirnya Wendy harus mengalah dan duduk kembali di samping Loey dengan raut bete yang menghiasi wajah.

"Bisa sabar nggak?"

Wendy yang mau protes pun disela sama Loey. "Iya tau. Kamu udah sabar dari tadi. Nggak usah bilang lagi ya, saya udah tau."

Tubuh Wendy merosot ke bawah.

YANG MAO BILANG GITU SIAPA?!!

Tbc

.

.

.

Stories [ Wenyeol ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang