Tujuh Tukang PUkul Tujuh Peluru Tiga Istri

405 45 0
                                    

Warga sebenarnya cukup terganggu dengan kegiatan para anak buah Om Napan memburu keberadaan dua macan. Satu macan loreng, satu macan kumbang. Gorila, entah ke mana. Lagipula gorila tidak memakan manusia. Kerusakan yang dialami Cak Wedus sudah dipastikan akibat gigitan dan cakaran macan. Warga yakin akan hal itu. Walau bukti konkritnya tidak ada.

Warga tidak membantu anak buah Om Napan dalam mencari keberadaan dua macan. Mereka cukup tinggal di rumah saja, menggerendel pagar berlapis dan memasang kuping tajam-tajam. Kalau macan beredar di desa, pasti ada suara geraman. Macan suka menggeram. Karena ada dua, suatu waktu mereka bertemu, mungkin akan berkelahi. Pasti ributnya ratusan kali lipat dari ributnya kucing kebelet kawin.

Tidak semua anak buah Om Napan yang diutus untuk memburu dua macan. Hanya tujuh orang saja. Dibekali senapan laras panjang beramunisi peluru bius dosis tinggi. Dua orang dari mereka diam-diam mengganti pelurunya dengan timah panas. Mereka yang menoleh dengan mata kurang terima waktu Om Napan mencetuskan perintah itu.

Anak buah yang lain berjaga-jaga di rumah Om Napan. Mereka juga disenjatai senapan peluru bius. Kalau-kalau dua macan itu kembali pulang kandang.

Pencarian itu sudah dilakukan selama satu minggu dan tak membuahkan hasil. Tujuh anak buah sudah mengendusi semua sudut di desa. Mereka bahkan nekat menembus kebun keramat leluhur Mbok Sinawang. Setiap kali mereka menembus masuk kebun itu, keluar dari sana selalu saja ada yang kesurupan. Mereka bergiliran kesurupan. Pak Kiai turun tangan untuk merukiyah mereka. Warga yang nimbrung lihat proses rukiyah berharap mereka kesurupan jin macan. Mungkin saja yang menyerang Cak Wedus dan kambing-kambingnya bukanlah macan peliharaan Om Napan, tapi jin macan. Tapi tidak, tujuh anak buah Om Napan itu kesurupan leluhurnya Mbok Sinawang.

Mereka meraung-raung minta pertanggungjawaban warga desa yang dulu membakar mereka hidup-hidup karena dianggap penganut aliran sesat.

Saat sudah sadar, tujuh anak buah Om Napan berkumpul dan mempertanyakan kelanjutan tugas mereka. "Kalau memang benar yang menyerang warga itu adalah macannya Om Napan, bisa tamat kita."

"Benar, kita ini dijadikan tumbal."

"Kita sama-sama tahu betapa buasnya macan-macan itu."

"Benar, masih nyata dalam ingatanku terhadap teman kita yang jadi sarapan macan kumbang."

Peristiwa nahas itu ditutup rapat-rapat oleh Om Napan. Seorang anak buahnya jadi santapan macan kumbang. Anak buah itu ditugasi untuk memberi sarapan ayam utuh kepada macan. Tapi entah siapa yang iseng, gerendel kandang itu terbuka. Macan kumbang yang pintar mendorong pintu kandang dan menyeret si anak buah. Tak ada yang dapat dilakukan teman-temannya. Ketika mau ditembakkan peluru bius, si anak buah sudah lewat nyawanya. Waktu itu banyak anak buah yang mengajukan pengunduran diri. Tapi mereka malah diancam akan dibius tanpa mereka ketahui dan dijadikan makanan macan yang lain.

"Ini membuatku jadi bertanya-tanya, mungkin tidak hanya satu teman kita itu yang pernah berakhir jadi santapan hewan buas peliharaannya."

"Bisa jadi."

"Bisa banget."

Semua mengangguk setuju.

"Peduli setan dengan tiga istri Om Napan dan dua macan yang lepas itu."

"Peduli setan."

"Kau ingin merdeka?"

"Tentu saja. Setiap hari aku selalu terbayang kematian."

Salah satu dari mereka membantah, "Lha, bukankah itu memang sudah bagian dari tugas kita?"

"Kita dulu cuma preman terminal."

"Aku tahu. Dia sengaja mencari yang seperti kita."

"Kenapa?"

"Karena tidak penting di mata dunia."

"Bisa ditumbalkan, begitu?"

"Benar. Kita mati, tidak ada yang menangisi."

"Ibu dan istri?"

"Banyak yang tak punya lagi."

"Lalu kita mau apa nih?"

"Merdeka."

"Oke."

Mereka bertujuh mengganti peluru bius menjadi timah panas semua. Mereka kokang dan bersiap. Di hari terakhir itu mereka cuma pura-pura keliling desa untuk mencari keberadaan macan. Sore hari mereka kembali ke markas, rumah Om Napan. Rekan-rekan tukang pukul tidak ada yang curiga dengan rencana mereka. Mereka masuk rumah dan pura-pura hendak melapor. Om Napan tengah duduk di meja makan.

"Bos."

Tujuh senapan laras panjang serentak diarahkan ke Om Napan. Dor tujuh kali lipat terdengar mengguncang desa.

Mereka mengucapkan, "merdeka!" tujuh kali. Tubuh Om Napan ambruk menimpa piring penuh ayam goreng, kepalanya hancur tak berbentuk. "Merdeka!" seru mereka lagi.

Tukang pukul pada berlarian masuk ke dalam, mereka bingung menyaksikan tujuh teman mereka berdiri diam saja menyaksikan Om Napan mampus. Yang mencetuskan ide pertama kali, memberitahukan kepada tukang pukul yang lain. "Kita merdeka. Tenang, aku tahu tempat orang ini menyimpan uangnya. Cukup untuk bekal kita masing-masing sampai lima tahun ke depan."

Tukang pukul lainnya menyambut pernyataan itu dengan baik. Semua tukang pukul, ternyata tidak ada yang setia. Pemikiran mereka sama. Ingin merdeka. Selesai menggasak harta simpanan di ruang bawah tanah, mereka menembaki hewan-hewan buas peliharaan Om Napan. Itu disaksikan warga. Kata mereka, "biar kalian tak perlu takut lagi. Dua macan sudah kami bunuh juga. Mereka kami temukan di seberang sungai." Kalimat terakhir adalah bohong belaka. "Bos kami sayangnya, karena rindu akut kepada tiga istri, akhirnya bunuh diri."

Itu membuat warga yang menyekap tiga istri muda Om Napan jadi tak enak hati. Mereka jadi bingung, mau mereka apakan tiga istri itu?

"Kalian aman. Sekarang, serahkan tiga istri muda Om Napan kepada kami."

Warga yang menyekap tiga istri mengajak anak buah Om Napan ke tempat penyekapan. Tiga istri itu ikut para anak buah.

"Desa kalian aman sekarang."

"Lalu, ke mana kalian akan pergi?" tanya warga.

"Ke tempat baru. Bukankah ini yang kalian inginkan dari dulu?"

Warga tidak menjawab.

Para anak buah pergi meninggalkan desa dengan menaiki mobil-mobil van. Tiga istri ikut tim tukang pukul tujuh orang. Mereka ikut tiga orang yang masing-masing akan menggantikan Om Napan sebagai suami mereka. Tanpa sepengetahuan Om Napan, tiga istri itu telah selingkuh dengan tiga tukang pukul.

"Rencana kita berhasil.Kita rayakan malam ini."

SETAN LEWATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang