Pengin Jadi Babi Ngepet Tapi Kok Ke Gunung Kemukus Lebih Enak

408 43 3
                                    

Asap putih mengepul dari rumah besar Om Napan. Bila dilihat bentuknya menyerupai jamur. Ralat, seperti penis. Asap itu datang dari bom pembius dari orang-orang sakti yang disewa Pak Kades. Warga yang ramai di rumah Om Napan, terbatuk-batuk, tercekik, merangkak setengah mati mencari udara segar. Belum sampai mendapat udara segar, mereka sudah pada semaput.

Orang sakti yang disewa Pak Kades berjumlah tiga orang. Mereka datang dari gunung. Belajar di gunung. Berguru kepada aki-aki legendaris yang menimba ilmu di negeri atas angin. Tiga orang sakti ini kemudian membunuh guru itu demi mendapatkan kanuragan yang paripurna. Mereka mendapat wangsit dari pasar setan di bahu gunung. Gurumu menyimpan rahasia, maka bunuhlah demi rahasia itu terkuak. Mereka meminum darah sang guru menggunakan batok kepala. Dan mereka pun dapat melakukan banyak hal. Membuat racun. Membuat bom pembius. Membuat ilusi. Membuat orang mati dalam tiga kali hembus di tengkuk. Mengirim silet, jarum dan paku ke dalam perut musuh. Mereka disewa Pak Kades bukan untuk membunuh, namun asap yang memenuhi atmosfer sekitar rumah Om Napan, mengandung kabut yang menjalar masuk ke rongga hidung dan merasuk ke otak. Ada nafsu yang bangkit. Warga yang merangkak setengah mati, ditembus dadanya dengan tangan runcing tiga orang sakti itu. Beberapa diinjak sampai hancur kepala. Semakin beringas, mereka membantai warga yang masih belum juga semaput.

Asap mulai menipis dan kabut gaib menghilang. Pak Kades mengenakan masker berlapis seperti petugas pemindai radioaktif. Dia masuk ke rumah Om Napan dan mencari-cari harta berharga. Di luar dugaan, tak satu pun tampak. Rumah itu sudah kosong. Mayat mengenaskan Om Napan teronggok di sudut, baunya minta ampun. Pak Kades muntah dalam maskernya. Dia lepas dan bodohnya, menghirup asap tipis zat pembius. Pingsanlah.

Ilusi yang diciptakan tiga orang sakti itu bekerja dengan baik. Mereka menyewa tiga truk besar dan mulai mengangkut harta benda yang ada di rumah Om Napan. Warga dan Pak Kades masih akan pingsan selama dua hari. Cukup bagi mereka untuk mengosongkan rumah itu. Mereka tertawa-tawa setelah selesai. "Taringmu loyo, teman." Kata salah satu kepada Pak Kades yang nungging posisi pingsannya.

Warga tidak ada yang menyadari ada tiga truk besar bolak balik masuk dan parkir di depan rumah Om Napan. Kecuali mungkin satu orang, yaitu Pak Kiai. Dia menyaksikan asap putih mengepul dari rumah Om Napan, tapi tak berbuat apa-apa. Tak penting lagi baginya. Lalu dia pun menyaksikan tiga truk datang dan mengangkut segala yang ada di rumah itu. Dia tidak melakukan apa-apa. Tak penting baginya. Selain Pak Kiai, Mbok Sinawang juga menyaksikan hal itu. Dia pun tidak melakukan apa-apa. Tidak penting baginya.

Di langit, rombongan alap-alap membentuk semacam tornado tipis di atas rumah Om Napan, berbarengan dengan berangsur-angsurnya asap putih menghilang. Mbok Sinawang mengamati tanpa mengedipkan mata. Dia jelas melihat, rombongan alap-alap itu lenyap begitu saja. Mbok Sinawang, memutuskan untuk berjalan menuju rumah Om Napan. Tak mengherankan lagi, di sana banyak yang mati dengan mengenaskan. Mbok Sinawang cuma bisa menggeleng. Dari kandang yang porak poranda, ada kabut membentuk, dan di situ untuk pertama kalinya, Mbok Sinawang bertemu dengan si macan kumbang. Si macan kumbang melompat dan lewat begitu saja di depan Mbok Sinawang tanpa permisi. Si macan kumbang, mengejar rombongan truk yang mengosongkan isi rumah ini.

Sudah bisa ditebak. Tiga orang sakti itu pasti akan berakhir seperti Cak Wedus.

Mbok Sinawang pulang ke rumah. Di jalan dia berpapasan dengan Pak Kiai. Mbok Sinawang teringat mayat-mayat mengenaskan di rumah Om Napan. "Tak mau kau mengurusi mayat-mayat itu?"

"Untuk apa? Mereka bukan umat yang taat."

Mbok Sinawang meludah, dan berjalan meninggalkan Pak Kiai.

Lambat laun mereka yang pingsan di rumah Om Napan mulai siuman. Yang pertama adalah Pak Kades. Dia meraung-raung kesal bukan main. Harta di rumah Om Napan sudah ludes. Tiga orang sakti itu sudah pasti menelikungnya. Sial. Dia mengutuk tiada henti dalam perjalan menuju rumah. Dia melangkahi mayat dan warga yang masih pingsan, tak peduli, tak mengucap permisi. Tak tahu diri.

Tak ada jalan lain. Dia harus melakukan sesuatu. Seperti yang dilakukannya dulu. Pergi ke gunung kemukus. Melakukan perjanjian lagi dengan iblis. Tapi belum masanya. Kira-kira satu minggu lagi dia baru bisa berangkat. Selama itu dia menggigit jari. Dia melihat warga yang sudah sempat mendapatkan jatah dari rampasan harta rumah Om Napan yang dibagikan Mat Samsi.

Sebelum itu, warga yang tidak tahu tata cara menguburkan mayat dengan layak, menggali lubang besar di taman dan menata mayat-mayat dengan kepala hancur di sana. Lalu menimbunnya lagi seperti tukang gali kabel menimbun kembali galiannya. Mereka muntah-muntah ketika mengangkat mayat Om Napan yang sudah penuh belatung. Ketika diangkat, sebagian tubuhnya putus. Memuntahkan belatung ke lantai. Akhirnya mayat Om Napan ditimbun tanah di dalam rumah.

Warga tak pernah datang lagi ke rumah Om Napan. Hartanya sudah habis. Tapi setidaknya, mereka sudah kebagian rata dan masih ada sisa yang cukup untuk hidup lima tahun ke depan.

"Ada babi ngepet!"

Suatu malam, kericuhan terjadi. Warga beramai-ramai mengejar seekor babi kecil yang diduga habis mengepet. Rumah Mat Samsi yang jadi sasaran. Istrinya mengaku melihat uang yang disembunyikan di lemari lenyap lembar demi lembar. Ada suara gesek-gesek di tembok luar. Dia mengintip dari jendela dan melihat ada babi. Di situ dia membangunkan suaminya dengan senyap. Mat Samsi mengambil golok dan membuka pintu perlahan lalu mengejar babi ngepet celaka. Warga yang sedang melek malam, ikut mengejar. Tak lama kemudian, yang awalnya cuma satu tiga orang, jadi belasan yang mengejar babi ngepet.

Si istri pelaku babi ngepet, melihat api lilinnya berguncang-guncang. Dia panik dan tak sengaja menjatuhkan lilin ke dekat kain gorden. Api lilin membakar gorden. Rumah pasangan babi ngepet itu terbakar seketika. Sementara babi ngepet sudah tersudut dan digebuki sampai jadi sosis.

Pak Kades mengetahuikejadian itu. Dia sempat berpikir. Apa jadi babi ngepet saja ya? Ah tapi lebihenak ke gunung kemukus.

SETAN LEWATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang