Setan Setan Lewat Mengucapkan Permisi Undur Diri

576 66 30
                                    

Kelanjutan riwayat Pak Kades bisa disimak melalui saluran televisi, koran lampu merah, kertas bungkusan gorengan, dan mim mim menggelikan. Di penjara, Pak Kades tak hentinya menyerukan dirinya sudah terpilih jadi presiden. Bahkan di hari pengumuman siapa yang menang, Pak Kades berteriak tak terkendali, dia yang menang, dia yang menang.

Sampai titik kesabaran para napi lain habis, mereka menyeret Pak Kades ke lorong sepi, itu secara diam-diam sudah dapat persetujuan petugas penjaga. Pak Kades dihajar habis-habisan. Insiden itu masuk berita dan jadi topik menggelikan untuk lucu-lucuan. Muka Pak Kades bonyok tak terkenali. Tapi tetap saja dia masih bilang kalau dia sudah terpilih jadi presiden dan semua orang harus salim hormat kepadanya.

Mbok Sinawang hanya sesekali melihatnya di televisi warung kopi. Jalan kaki pulang tak hentinya dia tertawa. Menertawai kebodohan,

Empat istri Pak Kades yang gila lenyap tak ada kabar. Mbok Sinawang tahu ke mana mereka pergi. Ke tempat si genderuwo tampan bersemayam. Di gunung kemukus. Lalu, tentang istri baru yang menemani Pak Kades kampanye, dikabarkan membawa kabur sisa harta yang dimiliki Pak Kades. Hal itu menambah kelucuan.

Desa tampaknya cukup tentram tanpa kehadiran Pak Kades. Kegilaan-kegilaan berangsur-angsur mewaras. Pemilihan Kades baru dilangsungkan dan Mat Samsi-lah yang terpilih. Untuk sementara semuanya serba kondusif. Rumah besar Om Napan jadi kantor Kades yang baru. Di situ dijadikan tempat berkumpulnya warga membahas hal-hal penting juga hal-hal sepele. Kolam renang jadi tempat favorit anak-anak bermain.

Tapi itu hanya sementara.

Di suatu waktu setelah presiden baru dilantik. Kotak yang pernah dibagikan oleh Pak Kades waktu masa kampanye, akhirnya terbuka dan diiringi suara detik berjalan. Tiga puluh detik kemudian, kotak itu meledak dahsyat. Dalam sekejap, desa itu runtuh. Tak ada yang selamat kecuali Mbok Sinawang.

Berita ledakan serentak itu menggeser berita pelantikan dan profil presiden terbaru. Mbok Sinawang yang bertahan sendirian di desa jadi serbuan wartawan. Tentu setelah puing dan api ledakan telah padam. Mbok Sinawang syok berat. Dalam sekejap. Semuanya mati. Dalam sekejap. Semuanya hancur.

Mbok Sinawang bungkam ketika ditanya-tanya wartawan. Dia dikejar bahkan sampai kebun keramat. Tak sabar, Mbok Sinawang menunjuk ke batu Yathuk. "Sana, tanya saja batu itu."

Berita ledakan serentak itu kemudian dikalahkan oleh berita tentang batu yang bisa bicara. Setidaknya Yathuk tak lagi malas. Dia semangat sekali diliput televisi dan diwawancara. Dia jadi artis. Dia diboyong ke kota untuk jadi bintang tamu banyak acara. Dia berkelakar, "tidak perlu jadi Malin Kundang untuk jadi batu. Hehe."

Denging dan aroma ledakan masih kuat di hidung dan telinga Mbok Sinawang. Dia berjalan limbung. Dia bertahan di antara puing-puing dan jasad-jasad berserakan. Kerusakan paling parah terjadi di rumah Om Napan. Rata dengan tanah. Mbok Sinawang masih terliput syok selagi dia berjalan menyusuri puing-puing. Hanya rumah dan kebunnya yang tak tersentuh ledakan.

Di penjara, Pak Kades yang masih babak belur mendengar berita ledakan itu dan tertawa sampai mau mampus. Dia tertawa histeris sampai urat syarafnya terjepit. Lalu dia mati.

Matinya mati penasaran. Penasaran pengin jadi presiden. Apabila tubuh fisiknya terpenjara. Setelah kematian penasarannya itu, dia bisa berangkat ke istana negara dan bergentayangan di sana. Kalau kau berkunjung ke sana dan mendapati penampakan orang pakai jas hitam dan dasi merah beserta peci dengan muka bonyok, itu pasti Pak Kades. Hantu Calon Presiden yang Penasaran.

Di malam-malam sunyi, sosok Mbok Sinawang jadi seperti penunggu gaib desa yang luluh lantak itu. Mbok Sinawang duduk di runtuhan tembok dan merenung. Orang-orang dari desa sebelah yang penasaran, setiap malam sengaja lewat sana dan mengira Mbok Sinawang adalah hantu gentayangan.

Mbok Sinawang hanya sedang menunggu seseorang yang dijanjikan genderuwo akan datang. Saat itu bulan purnama tengah bulat dan terang. Orang yang lewat di depan desa luluh lantak itu melihat Mbok Sinawang seperti sedang bersinar disorot sinar bulan.

Tapi yang dijanjikan tak segera datang.

Jauh di tempat antah berantah. Satu keluarga tengah bersiap untuk berangkat umroh. Bu Inayah dan dua anaknya ingin berkunjung ke tanah suci. Sesuatu yang sudah lama direncanakan dan didambakan Bu Inayah. Akhirnya segala kekangan dunia lepas tak lagi mencengkeramnya. Bu Inayah menyatakan diri merdeka. Lepas dari bayang-bayang patriarki. Adalah Tini yang mewujudkan keberangkatan ini. Dia punya uang banyak hasil bekerja di tahun-tahun dia menghilang, begitu katanya kepada ibu.

Sunarti seakan lupa terhadap neraka yang dialaminya di desa. Bersama ibu dan kakaknya total menyembuhkan luka-luka itu. Tak ada yang dirasakannya selain kebahagiaan. Dia tak lagi merasa sepi. Tak lagi kehilangan arah. Dia percaya, semuanya akan baik-baik saja.

Sunarti sudah diajari ibunya segala hal tentang umroh. Dia sudah hapal doa-doa. Dia sudah siap berkunjung ke tanah suci. Apalagi, dia tak sabar pengin naik pesawat.

Keluarga itu benar-benar lupa kalau punya ayah dan suami. Mereka menghapus ingatan dan eksistensi makhluk jahanam itu dari hidup mereka. Mereka merdeka.

Hari itu tiba. Mereka berangkat naik pesawat. Bertiga duduk satu baris. Saling mengucapkan kebahagiaan, rasa syukur, dan harapan-harapan. Perjalanan panjang di udara tak terasa apabila hati dalam kondisi bahagia.

Bahagia itu terpaksa sirna seketika.

Ketika mendarat. Baru kaki menjejak lantai bandara, Sukartini terbakar tiba-tiba. Tidak ada yang menyiramnya pakai bensin lalu disulut pakai korek. Sukartini murni tiba-tiba terbakar. Di depan mata Bu Inayah dan Sunarti. Mereka syok dan pingsan seketika. Sukartini terbakar dengan tenang. Dia lebur jadi abu juga dengan tenang. Dia seperti sudah tahu dari awal tentang akhir riwayatnya.

Dalam wujud halusnya dia terbang kembali ke desa. Ingin menepati janji kepada seseorang yang sudah lama menantinya. Dia datang menemui Mbok Sinawang. Di bulan purnama ketiga setelah ledakan.

"Aku datang, Mbok. Lama kita tidak bertemu." Sukartini dalam wujud Karti Benguk yang mudah dikenali Mbok Sinawang.

"Akhirnya datang juga."

"Apa yang ingin Mbok ketahui?"

Mbok Sinawang terlihat bingung. "Sepertinya semua itu sudah tak penting lagi. Semuanya sudah jadi seperti itu." Mbok Sinawang menunjuk reruntuhan desa.

"Mbok menyesal tidak bisa menghentikan semua ini?"

Mbok Sinawang menggeleng, "Sedikit, mungkin."

"Oke. Mereka pantas menerimanya. Dan aku tidak akan mati dengan tenang kalau tidak melakukan itu semua."

"Apakah kau melakukan perjanjian dengan iblis?"

"Ya semacam itulah. Semacam apa yang ayahku lakukan."

"Maafkan aku karena telah merekomendasikan pesugihan celaka itu."

"Tidak masalah. Semua itu sudah tidak penting lagi. Semua sudah terlaksana. Dan semua sudah mendapat balasannya."

"Semua sudah tidak penting lagi."

Hening. Lalu Mbok Sinawang muncul pertanyaan yang disadarinya cukup menggelitik. "Lalu, siapakah sebenarnya Karno Bangir itu?"

Sukartini tertawa. "Mbok tidak bisa menyadarinya?"

Mbok Sinawang menggeleng.

"Dia Genderuwo yang tempo waktu datang menemui Mbok."

Mbok Sinawang membentuk mulut O.

"Dia yang menunjukkan caranya membalas dendam. Dan, dia tidak pernah menjamahku. Dia menyayangiku. Sekarang ini, aku mau bertemu dengannya. Hidup di alam baru ini bersamanya."

"Semoga kalian bahagia."

Sukartini pergi. Setan-setan lewat mengucapkan permisi di depan Mbok Sinawang. Baru kali inilah Mbok Sinawang dapat melihat mereka dengan jelas. Kabut-kabut putih yang mewujud seperti manusia. Mereka menyusul Sukartini.

Tamat.

SETAN LEWATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang