eps 8

584 19 0
                                    

Satu persatu tenda mulai terpasang, tinggal sangga paling ujung yang terdiri dari cowok semua yang belum memasang tendanya.
"Pantas saja... Itu sangganya Nando". Ucap Hera dalam hati.
"Kak, bantuin dong". Ucap Nando memanggil Hera.
"Enak aja, pasang aja sendiri. Udah gede kan?". Jawab Hera dengan diakhiri tawa mengejek.
Nando memang pantas kena balasannya, biasanya dia yang menggoda Hera sampai Hera marah sekarang dia yang ingin sekali marah mendengar jawaban Hera.
Waktu hampir mendekati sholat Jum'at, tenda sangga Nando belum juga terpasang. Mereka malah duduk duduk santai sambil sesekali menggoda cewek dari tim perkemahan lain.
"Emang bener bener ngeselin mereka". Gerutu Hera sambil memegang kameranya yang dari tadi mengambil beberapa gambar.
"Siapa?". Tanya kak Hendi dari belakang.
"Tuh si Nando dkk". Jawab Hera tanpa mengetahui kalau kak Hendi yang bertanya.
"Peduli amat sama si Nando?... Hayo ada apa?". Tanya kak Hendi memancing.
"Biasa aja". Jawab Hera, sambil menolehkan kepalanya. "Eh kak Hendi" . Ucap Hera salah tingkah.
"Bantuin sana, kasian kan?".
"Iya kak". Jawab Hera dengan nada agak ga ikhlas tuh.
Dengan langkah kaki yang malas, Hera berjalan mendekati Nando. Nando yang melihat Hera berjalan ke arahnya segera menatapnya dengan senyuman ramah. Tanpa banyak bicara, Hera mengambil tenda yang masih terbungkus rapi tanpa diotak atik sama sekali.
"Ciyee.. akhirnya mau bantuin saya, kasian ya liat saya? Atau perhatian? Ouch... Kamu baik banget sih yank". Nando mulai menggoda Hera lagi. Nando semakin senang untuk menggoda Hera ketika mengetahui ekspresi bibir manyun Hera.
'Tau ah". Mungkin itu yang ada di pikiran Hera. Teman teman Nando yang memang sudah paham betul kelakuan Nando tak menggubris kelakuannya. Dalam hitungan menit, tenda kelompok mereka sudah berdiri rapi.
"Udah tuh, cepet beres beres. Abis itu ikutin acara selanjutnya dengan tertib". Ucap Hera sambil membersihkan tanah yang menempel di telapak tangannya.
"Makasih kak, baik deh... Jadi makin sayang". Ucap Nando membuat teman sesangganya tertawa geli mendengarnya, termasuk Hera.
"Huek". Ucap Hera ingin muntah. Kemudian pergi melanjutkan tugasnya mengambil gambar kegiatan.
--
Suara burung hantu terdengar syahdu, meninggalkan kesan sepi. Perapian yang dibuat dari selepas sholat isya mulai padam diterpa angin malam yang dingin. Kabut mulai berubah menjadi embun, membuat tupai meringkuk di dalam sarangnya.
Di depan perapian, Nando tengah terduduk dengan beralaskan matras tipis. Memeluk kedua lututnya, menahan dinginnya angin malam. Matanya yang sipit menatap ke arah perapian yang mulai padam. Kemudian, tangannya tergerak untuk menyodorkan sebuah batang kayu agar perapian tidak benar-benar padam. Setelah memastikan perapian menyala kembali kedua tangannya kembali ke posisi semula, memeluk lututnya. Hawa dingin menembus sweater rajut tipisnya. Namun, hawa dingin itu tak membuatnya beranjak tidur ke dalam tenda yang hangat. Ada satu hal yang selalu mengganggunya.
Dari balik sebuah tenda panitia, terlihat Hera yang tengah celingukan mencari pengisi daya kameranya. Hera melihat Nando yang melamun menatap perapian. Wajahnya begitu manis ketika terkena sinar dari perapian. Sekejab, Hera memperhatikannya.
"Ganteng juga ternyata...". Batin Hera.
Hera yang tersadar tengah memperhatikan Nando kemudian menggelengkan kepalanya. 'ngak, ga mungkin gue suka dia'. Ucap Hera sambil menggelengkan kepalanya dan memukul jidatnya pelan.
"Nando...". Panggil Aril, anak kls 10. Banyak yang bilang kalau si Aril punya rasa pada si Nando.
Nando mengangkat kepalanya, melihat Aril yang berjalan mendekatinya.
"Lo kenapa?". Tanya Aril ramah sambil meposiaikan duduk di samping Nando.
Nando tak menjawab. Dia hanya menggelengkan kepalanya. Memang, terkadang Nando adalah cowok yang cuek, tapi kadang dia juga suka godain cewek.
"Di sini dingin ya?". Tanya Aril memberikan kode pada Nando.
'ya iyalah, tuh di dalem tenda hangat'. Ucap Hera dalam hati ketika mendengar suara Aril. Sedangkan Nando hanya menganggukkan kepalanya sambil tak mengalihkan pandangannya, tetap menatap perapian di depannya.
Aril yang kehabisan topik kemudian beranjak menuju tenda dengan wajah kesal. Biasanya si Aril yang mendapat gombalan dari Nando, kini dia yang harus mencari topik pembicaraan.
Setelah melihat si Aril beranjak pergi, Hera segera mengisi daya kameranya kemudian berjalan menuju Nando yang masih duduk termenung.
"Lo kenapa?". Tanya Hera mengejutkan Nando yanag awalnya melamun.
Nando tak mejawab, hanya spontan menengok kan kepalanya untuk melihat Hera. Melihat tak ada jawaban dari Nando, Hera tergerak untuk melanjutkan langkahnya mendekati Nando. Hera mengambil posisi duduk di sampin kanan Nando.
"Pasti masalah keluarga". Tebak Hera yang ternyata benar. Nando memang tengah memikirkan bundanya. "Gue juga ada masalah... Kalau boleh gue cerita tentang masalah gue...". Belum selesai kalimat Hera, dengan antusias Nando mengalihkan tatapannya ke wajah Hera.
"Kenapa diem?... Lanjutin!". Ucap Nando ketika Hera berhenti bicara.
"Mama gue, gue udah lama banget ga ngobrol bareng mama". Hera mengalihkan tatapannya ke arah perapian di depannya dan tersenyum. Senyumnya memang manis, tapi Nando sudah bisa menebak kalau dibalik senyumnya ada luka yang dalam.
   Suara letupan kayu yang terbakar mengisi suasana yang hening. Terukir wajah mama Hera yang kurus kering karena depresinya.
"Kenapa?". Tanya Nando mulai antusias. "Mama Lo sakit?". Tanya Nando ketika bibir Hera tak kunjung mengeluarkan suara.
Hera mengangguk, wajahnya seketika sedih. "Trus, Lo kenapa? Gantian cerita dong". Ucap Hera sambil menatap Nando.
"Lo inget bunda gue kan?". Tanya Nando sebelum memulai cerita.
"Iya".
"Menurut Lo giamana bunda?"
"Baik, enak an, dan yang pasti modis, cantik juga".
Nando tersenyum mendengar jawaban Hera. "Lugu bangut sih Lo kak".
"Yeeeee, kan Lo tanya ya gue jawab".
"Ok ok... Jadi, yang gue pikirin itu bunda. Gue udah berkali-kali larang bunda buat kerja di tempat yang sama, tapi tetep aja. Bunda malah ngusir gue kalau gue masih tetep nyuruh bunda keluar dari tempat kerjanya". Jelas Nando membuat Hera menggangguk-anggukkan kepalanya.
"Emang bunda kamu kerja apa?". Tanya Hera membuat Nando terdiam.
Tak ada jawaban dari Nando. Nando ga mungkin mengatakan kalau bundanya bekerja sebagai simpanan para om-om. Hanya suara desis angin yang melewati celah-celah ranting pohon pinus yang bersuara. Hera menunggu jawaban Nando, namun belum juga ada suara yang keluar dari mulut Nando.
"Maaf kalau gue terlalu menyinggung masalah pribadi lo". Ucap Hera.
Tanpa disangka, Nando berdiri dari tempat duduk nyamannya, membuat Hera mendongakkan kepalanya menatap wajah Nando yang juga tengah menatapnya. Hera yang merasa bersalah pun ikut berdiri sambil menatap ke arah Nando. Hera melihat kedua mata Nando yang sayup, ada beban yang terlihat di raut wajahnya. Tiba-tiba, Nando menitihkan air mata. Tak ingin Hera melihat dirinya menangis, Nando segera mendekap Hera. Hera yang terkejut dengan dekapan secara tiba-tiba, tak dapat menolaknya. Dekapan yang begitu hangat di tengah dinginnya malam.
"Biar, biar saja seperti ini. Aku ingin melupakan kenyataan sejenak. Aku sudah lelah dengan semuanya, begitu berat beban yang harus ku bawa ketika ayah pergi". Ucap Nando sambil menahan tangisannya agar tak terdengar oleh yang lainnya yang tengah tertidur pulas.
Tanpa di duga oleh Nando, Hera membalas pelukan Nando. Bernapas di dada Nando, wajahnya terbenam di balik sweater rajut Nando. Nando tersenyum ketika Hera membalas pelukan Nando. Begitu indah malam ini, tak ada yang tau. Hanya burung hantu yang terus menggeru, memutar kepalanya dan melebarkan matanya. Desisan angin membuat anak rambut Nando bergoyang ditiup angin. Nando memejamkan matanya. Inilah kenyamanan yang ia rindukan dalam keluarganya.

tentang kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang