Bel pulang sekolah berbunyi. Itulah bel yang ditunggu Nando dari tadi. Tanpa menunggu lama, Nando segera mengemasi buku miliknya yang tercecer di atas meja. Kemudian berlari menuju kelas Hera.
Sesampainya di depan kelas Hera, Nando berhenti. Guru kimia yang tengah mengajar di kelas Hera tak kunjung membubarkan kelasnya. Hal itu membuat Nando duduk di kursi depan kelas Hera.
Menit berganti jam. Sudah hampir 2 jam dia menunggu di depan kelas Hera. Guru itu belum juga keluar. Ketika salah satu murid dari kelas 12 keluar kelas, Nando menanyakan kenapa guru kimia itu belum juga keluar. Katanya ada kelas tambahan yang memang dilaksanakan setiap hari Sabtu. Nando tak kenal kata menyerah. Dia terus menunggu Hera, sampai-sampai tertidur dengan posisi duduk di kursi depan kelas Hera.
"Gue duluan ya her". Ucap Bayu ketika bertemu Hera.
Bayu memang anak IPS, sedangkan Hera anak IPA. Namun, ketika ada jam tambahan, kelas mereka jadi bersebelahan.
"Ok". Jawab Hera sambil mengangkat kedua jempolnya.
"Eh, tuh si Nando kasian tuh". Ucap Bayu sambil menunjuk ke arah Nando yang tengah tertidur.
Hera menganggukkan kepalanya. Kemudian berjalan ke arah Nando. Melihat wajah Nando yang polos ketika tengah tertidur. Sesekali Hera tersenyum manis, entah kenapa.
Perlahan Hera menurunkan kepalanya, menatap ke arah Nando yang tengah tertunduk. "Pulas sekali". Batin Hera, tak tega membangunkannya.
"Her, ngapain Lo". Ucap Sinta membuat Hera hampir melompat terkejut dengan suara Sinta yang cempreng.
"Ssst, Nando lagi tidur". Bisik Hera, membuat Sinta membungkam mulutnya.
"Ganteng kalau lagi tidur". Bisik Sinta sambil menahan tawa, memperhatikan Nando.
"Kalau bangun nyebelin". Sambung Hera membuat Sinta tak kuasa menahan tawanya dan kemudian menjauh sambil tertawa.
"Udah ah, gue duluan ya. Lo bangunin tuh anak, kasian kalau sampe malem ketiduran di situ". Ucap Sinta sambil berjalan menuju parkiran.
"Nan". Ucap Hera membangunkan Nando sambil menggoyang-goyangkan bahu Nando.
"Emmmm". Jawab Nandi sambil tetap memejamkan matanya. Malah sekarang posisinya beralih membelakangi Hera.
"Ih nih anak". Ucap Hera gemas melihat Nando tak kunjung membuka matanya. Berkali-kali Hera melakukan hal yang sama, menggoyangkan bahu Nando dan memanggilnya agar dia bangun. Namun, Nando tetap saja tertidur. "iiiih!!!". Ucap Hera kesal, sambil mencubit kedua pipi Nando.
"Adudududuh". Teriak Nando kesakitan dan membuatnya membuka matanya.
"Rasain tuh, ayok pulang. Udah jam berapa nih? Kalau kemaleman gimana? Yang ada gue diomelin papa. Lagian kenapa sih pakek acara tidur di sini? Ada-ada aja deh Lo. Tidur itu di..." Belum selesai Hera mengomel, Nando yang kesal karena dibangunkan dari alam mimpinya mencium pipi Hera, membuat Hera terdiam.
"Udah ngomelnya?". Tanya Nando dengan mata masih mengantuk.
Hera Tek menjawab, dia melirik tajam ke arah Nando.
"Masih liatin kayak gitu gue cium pipi satunya nih". Ancam Nando membuat Hera memutar bola matanya kesal.
"Pengen nampol muka Lo aja gue". Ucap Hera kesal.
"Nih". Jawab Nando sambil mendekatkan pipinya.
"Huh!!". ucap Hera kesal, mencubit pipi Nando lagi. Membuat Nando meringis kesakitan.
"Aduh lepasin, iya-iya ayok pulang".
Sesampainya di depan rumah Hera, Hera turun dari motor Nando. Nando celingukan melihat kondisi rumah Hera yang sepi sekali. Padahal biasanya ada tukang kebun dan asisten rumah tangga Hera.
"Nyariin siapa?!". Tanya Hera ketus.
"Rumah Lo sepi?". Tanya Nando masih celingukan.
"Mau ngapain? Jangan macem-macem! Gue cubit lagi nih!". Ancam Hera.
"Yaaaaah, udah tau kelemahan saya. Bukan gitu, niatnya mau minta ajarin matematika. Tadi dapet pr, ditambah besok ulangan lisan. Lah saya ga bisa, kan saya baru masuk sekolah. Ya minta ajarin pakarnya lah". Jelas Nando membuat Hera menganggukkan kepalanya.
"Ooh gitu". Hera menyilangkan tangannya.
"Iya, mau kan?".
"Bukannya besok Minggu ya?"
"Besok Senin maksud saya". Jawab Nando meringis.
"Ok, sekalian gue mau nagih yang tadi". Jawab Hera sambil tersenyum.
"Apa?". Tanya Nando bingung.
"Yaaaaah, pikun. Ku beri 2 permintaan". Jawab Hera sambil bergaya ala jin milik Aladin.
"Ooh iya". Jawab Nando sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Nanti jam berapa?"
"Serah Lo, pokoknya jangan kayak kemarin"
"Siap bosqu...".
Hera tersenyum, entah kenapa di batinnya dia merasakan nyaman berbicara dan bercanda dengan Nando.
"Senyum Mulu, jadi pengen nyium pipi yang satunya nih". Ucap Nando kumat lagi.
"Nih mau??". Ancam Hera sambil mengepalkan tangannya.
Nando kemudian pulang menuju rumah Oyek. Sesampainya di rumah Oyek, senyum Nando tak lepas dari bibirnya. Berjalan dengan riang menuju kamarnya sambil memainkan kunci motor di tangannya. Hal itu membuat Oyek heran dengan kelakuan temannya yang satu ini. Kadang galau Mulu, kadang senyum-senyum sendiri. Oyek menggeleng-gelengkan kepalanya ketika memandang Nando. "Miris, cakep-cakep rada soak". Batin Oyek.
Matahari telah terbenam dengan manis, digantikan bintang-bintang yang menghiasi langit malam. Sangat indah. Hera tersenyum sambil mendongakkan kepalanya menatap bintang yang bersinar. Namun, bukan cahaya bintang-bintang itu yang membuatnya tersenyum dimalam Minggu ini. Tapi, kedatangan Nando untuk menemani malamnya. Entah kenapa, rasanya seperti dia tengah malam mingguan. Padahal malam-malam sebelumnya dia tak pernah sebahagia ini.
"Anak papa kok senyum-senyum sendiri. Ada apa sih?". Tanya papa Hera membuat Hera terkejut.
"Eh papa". Ucap Hera sambil nyengir. "Nggak kok Ndak ada apa-apa". Lanjut Hera sambil memutar posisi duduknya menghadap papanya yang duduk di tempat tidurnya.
"Halah, kamu nggak bisa bohong ke papa". Ucap papanya membuat Hera bingung menjawabnya.
Hera hanya tersenyum akhirnya.
"Non, ada mas Nando tuh". Ucap bi Mina pada Hera.
"Oh, iya. Suruh masuk bi". Jawab papa Hera.
Nando memperhatikan satu demi satu foto yang terpajang di dinding ruang tamu rumah Hera.
"Hera manis saat kecil. Tapi sekarang jauh lebih manis". Batin Nando saat melihat foto Hera ketika kecil.
Mata Nando seketika tertuju pada sebuah foto kecil yang berada di sudut pigura. Perlahan, dia berjalan mendekati foto itu. Foto dimana Hera yang masih kecil menangis ketika diajak memancing ikan di danau. Dia menangis sambil memegang ikan besar di tangannya, sedangkan mama dan papanya tertawa senang. Ada satu anak perempuan lagi yang berada tepat di belakang Hera, tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang ompong.
Nando tertawa melihat foto itu. Namun, sebenarnya Nando jadi rindu masa-masa dimana keluarganya masih baik-baik saja. Masa dimana ayahnya masih hidup dan bundanya belum bekerja menjadi wanita simpanan om-om.
"Ngapain Nan?". Suara papa Hera membuat Nando terkejut.
"Nggak om". Jawab Nando sambil meringis dan kembali ke sofa tempatnya duduk sebelumnya.
"Kamu liat foto Hera ya?". Tanya papa Hera membuat Nando menganggukkan kepalanya. "Dia manis ya? Anak om satu-satunya. Anak om yang paling hebat. Tapi sebenarnya dia paling takut dengan ikan". Ucap Papa Hera terharu, namun diakhiri dengan tawa.
"Masa Hera takut dengan ikan om?". Tanya Nando tak percaya.
"Iya, tapi kamu jangan bilang kalau om yang bilang".
"Siap om"
Satu demi satu soal matematika dijelaskan Hera. Tapi otak Nando tak menangkap satu pun. Dia malah senyum-senyum sendiri melihat Hera yang tengah menjelaskan satu demi satu soal.
"Udah, coba Lo kerjain tuh soal". Ucap Hera membuat Nando kaget.
Nando menggaruk kepalanya berkali-kali. Menatap soal di depannya dengan bingung. Malam semakin larut. Sudah jam sembilan malam. Nando menatap soalnya sudah hampir satu jam, tapi kertasnya masih kosong. Dia hanya membolak-balikkan buku kumpulan rumus matematika di depannya.
"Udah?". Tanya Hera sambil menahan kantuk.
"Nggak bisa kak". Jawab Nando enteng membuat Hera menghembuskan napasnya kesal.
Hera menjelaskan semuanya, mulai dari awal lagi. Kali ini, Nando benar-benar memperhatikan, mengingat hari sudah malam.
"Udah, coba Lo kerjain tuh soal di paket".
"Lima soal ini kak?". Tanya Nando terkejut.
"Iya, kalau nggak bisa bilang aja ke gue. Gue bantu".
Nando menganggukkan kepalanya. Kemudian mulai mengerjakan soalnya. Jam yang menggantung di ruang tamu berdetak. Suara dentingan jarum jamlah yang mengisi suasana hening di ruang tamu. Hera menyangga kepalanya dengan tangannya, tak kuasa menahan kantuknya. Sesekali kepalanya terjatuh, kemudian ia tegakkan lagi. Nando yang sibuk mengerjakan soal-soal tidak memperhatikan Hera sama sekali. Hingga ketika Nando selesai mengerjakan soal-soalnya, dia melihat Hera sudah tertidur pulas. Nando menatap ke arah jam. Pukul dua belas malam.
Perlahan Nando memperhatikan wajah Hera yang tertidur pulas. Manis sekali.
"Her, andai aja situasi sekeliling kita mendukung. Andai aja bunda bukan seorang wanita simpanan om-om. Andai saja.... Pasti aku ga bakalan nunggu semuanya membaik. Pasti kamu bakal malu punya pacar anak pelacur". Suara Nando terdengar lembut. "Hera, dengarkan aku, walaupun kita tidak menjadi sepasang kekasih. Namun, aku pernah menganggapmu sebagai kekasihku dan aku pernah mencintaimu seperti mereka mencintai kekasihnya". Ucap Nando diakhiri senyuman getir. Perlahan, Nando mendekat ke telinga Hera. "I Love you". Bisik Nando pada Hera yang tertidur.
Hera tersenyum, Hera mendengar ungkapan Nando. Namun, dia memilih untuk tetap memejamkan matanya. Menikmati malam ini dengan mendengar celotehan Nando, ungkapan hati Nando. Biar cicak yang merayap di dinding iri melihat mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
tentang kita
Romance"dengarkan aku, walaupun kita tidak menjadi sepasang kekasih. Namun, aku pernah menganggapmu sebagai kekasihku dan aku pernah mencintaimu seperti mereka mencintai kekasihnya"