04. SAMPEL BARU

182 21 3
                                    

Note:
*Dosimeter: alat pencatat dosis radiasi, umumnya berbentuk portabel (saku).

*Borscht: sup berwarna merah pekat berisi campuran sayur dan kacang, bahan utamanya adalah buah bit.

*Pelmeni: makanan jenis dumpling yang terbuat dari tepung terigu, dengan isian daging. Tampilannya seperti pangsit rebus.

*Stroganoff: sajian daging sapi, dimasak menggunakan krim yang gurih.

*Pirozhki: pai daging ala Rusia, sekilas mirip pastel.

*Ukha: sup ikan tradisional berkuah bening.

-----------------------------------

Pikiran Alena yang terbuai dalam alam mimpi baru terbangun ketika sebuah suara nyaring mengusik telinganya. Itu suara statis, suara yang datang dari speaker interkom di nakas. Alena tambah terusik saat menyadari bahwa suara yang dikeluarkan interkom membentuk kata-kata.

"Bangunlah, bangun, tukang tidur," desis suara itu. "Lab nomor 2. Temui kami di sana."

Interkom berbunyi berkali-kali mengucapkan kalimat yang sama dan Alena harus menekan tombolnya agar suasana kembali senyap. Tergesa-gesa ia melirik jam tangan. Pukul 04.01. Sepagi ini?

Berpikir sebentar, Alena tidak yakin harus memakai apa. Ia punya jas khusus lab, tapi masih lembab sehabis hujan kemarin. Sepatu butnya juga. Ruangan ini tidak punya apa-apa untuknya selain piyama dan sepasang sandal tidur, yang baru saja ia temukan bertengger di samping rak televisi. Sir Arhur berkilah padanya soal mantel dan pakaian baru. Kejam sekali.

Cepat-cepat ia cuci muka, lalu merapikan sedikit rambutnya. Di luar, di koridor, Sersan sudah menunggu. Pakaiannya bukan lagi seragam militer, melainkan sepotong kaos hitam ketat berleher rendah dan celana panjang longgar. Dia tersenyum miring.

"Selamat pagi," katanya. "Hampir saja aku mengetuk pintu. Kupikir kau masih tidur."

Alena membalas senyum itu, memicingkan mata karena nyala lampu. "Kuharap aku tidak dibangunkan sampai pukul delapan pagi."

"Di sini, tidak ada yang bangun sesiang itu. Kami punya komitmen." Sersan memberitahunya dengan sabar. "Bagaimana kemajuannya? Sudah baikan?"

"Uh, lumayan," kata Alena, angkat bahu. "Aku bersyukur udaranya hangat."

"Baik, kalau begitu." Sersan mengibaskan sebelah tangannya, berujar singkat. "Mari ikut."

"Han? Sofia?" Alena melirik dua pintu yang berseberangan lima meter darinya, tempat kedua orang itu istirahat.

"Kau pergi sendiri, Devushka, bersamaku. Mereka punya tugas lain. Mari, kuantar kau ke lab 6. Ada yang ingin bertemu denganmu."

"Siapa?"

"Para ilmuwan. Rekan-rekanmu."

Sersan memandangi Alena lekat-lekat seolah hendak berkata Ayo, kau mau ikut atau tidak? Tapi jelas dari rautnya yang tegas bahwa dia tidak ingin disanggah.

*****

"Jadi, karena kau pernah ke sini sebelumnya...." Sersan menggantung ucapannya sewaktu mereka berbelok memasuki koridor lain. Nyaris tidak ada orang selain beberapa pria berseragam dan petugas kebersihan, yang terlihat bolak-balik sambil sesekali menguap. "Apa kau masih ingat koridor-koridor ini? Jalan yang sedang kita lalui?"

"Tidak. Aku tidak ingat sebagian besarnya. Tapi aku ingat pernah ada di lab 2 dan 3. Dengan ayahku."

Sekitar enam tahun yang lalu, Sir Arthur memintanya bertugas di sini. Saat itu, ia baru menyelesaikan studinya di Saint Petersburg, dan gedung lab belum berkembang pesat sehingga penjagaannya tidak seketat sekarang. Meskipun begitu, sudah hampir dua puluh tahun lamanya pemerintah Rusia aktif memburu sampel dan mengeksplorasi bekas radiasi nuklir, khususnya di kawasan Area 11 yang terkenal mematikan karena kadar uranium di sana adalah yang paling tinggi.

the Origins of Nature (On Progress)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang