Tujuh

18 7 0
                                    

Dirga : Ke rooftop sekarang
Dirga : Bawa permen

Aku berdecak kesal, kembali membaca pesan yang baru saja dikirim oleh Dirga sebelum membalasnya.

Me : Hm

Aku mengantongi kembali ponselku setelah membalas pesannya dan mengambil beberapa buah permen yang ku taruh di tas. Sudah hampir dua minggu sejak kesepakatan kami, dan dia memang menepati semua perkataannya, tapi inilah yang juga hampir kulakukan setiap sebelum bel masuk, mengantar permen ke rooftop, membuatku kini membawa satu bungkus besar permen di tasku.

Rissa tentu saja curiga denganku yang selalu menghilang sebelum bel masuk akhirnya minggu kemarin mendesakku untuk bercerita, membuatku berakhir menceritakan semuanya padanya.

"Lagi?" Tanya Rissa padaku yang akan berdiri dari tempat duduk.

Aku tidak mengatakan apa-apa melainkan menunjukkan permen yang kubawa padanya.

"Udahlah Jules, diemin aja." Katanya.

Aku menggeleng, "Nggak bisa, dia nepatin janjinya, jadi gue juga bakal nepatin janji gue."

Setelah itu aku keluar kelas dan pergi menuju rooftop, pada awalnya aku memang kelelahan setiap hari menaiki tangga tapi sekarang aku bahkan tidak merasa lelah sama sekali, aku yang jarang berolahraga ini sepertinya sudah semakin bugar, sepertinya menjadi pengantar permen untuk Dirga tidak selamanya buruk.

"Nih," ujarku, menyodorkan permen kepada Dirga yang langsung saja menerimanya.

Aku duduk di samping cowok itu, diatas meja lalu memejamkan mata, merasakan semilir angin yang membelai lembut wajahku. Setelah beberapa lama, aku membuka mata dan melirik Dirga yang duduk memejamkan matanya dengan permen yang masih di mulutnya. Kenapa harus permen? Saat kutanya itu, Dirga menjawab jika ini karena aku yang menyuruhnya berhenti merokok, yah masuk akal.

Dan jangan tanya reaksi dari wali kelas kami begitu Dirga berhenti membolos, guru yang awalnya kupikir mempunyai sifat kalem itu benar-benar menunjukkan rasa syukurnya dengan membelikan roti untuk seluruh murid di kelas kami .

Dan sekarang tinggal lima bulan  sebelum semester pertama selesai dan setelah itu kami akan di sibukkan dengan ujian, dan kemarin kepala sekolah sudah meminta data nilai siswa kelas kami, sepertinya kelas kami sudah aman sekarang, dan tinggal selangkah lagi maka aku yakin jika aku bisa mendapat beasiswa itu.

Bel masuk berbunyi keras, membuatku tersadar dari lamunanku, Dirga berdiri, begitu juga dengan ku. "Nanti lo pulang sama gue," Dirga berkata.

Aku menatapnya kaget, "Eh, kenapa?" Tanyaku.

"Udah, pokoknya nanti tunggu gue pas pulang." Setelah itu Dirga berjalan menuju tangga dengan aku mengikuti dibelakangnya. Aku ingin bertanya lagi, tapi sebulan mengenal cowok itu membuatku hafal jika dia tidak suka dipaksa.

Sepanjang tangga yang kami lewati, aku memperhatikan Dirga. Jika dipikir-pikir, aku sama sekali tidak mengetahui apapun tentang cowok itu, walaupun kami sering menghabiskan waktu bersama -dalam artian dia yang sering menyuruhku ikut dengannya- di tempat tadi maupun di perpustakaan, kami berdua lebih banyak saling diam. Kami sangat jarang mengobrol, kalaupun iya, hanya kata-kata sinis yang kami keluarkan.

Jujur saja, aku penasaran dengannya, di banyak kesempatan, dia terasa begitu dekat sekaligus jauh di saat bersamaan dan entah mengapa pemikiran itu terasa sangat menggangguku.

Love Rise on JulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang