Lima belas

29 6 2
                                    

"Kamu sudah pulang?" Kak Adel beranjak dari duduknya, menyambut kedatangan Bang Reza, Kak Adel melirik ku sebelum kembali menatap Bang Reza. "Aku mau beli makanan dulu, kamu mau apa?"

Bang Reza menggeleng. "Nggak usah,"

Kak Adel mengangguk kecil, ia berjalan keluar. Yah, walaupun kami memang belum sempat memesan makanan tapi aku yakin jika ini hanya alasan Kak Adel agar bisa membiarkanku dan Bang Reza bicara berdua.

Bang Reza berjalan menghampiriku, matanya menyipit saat melihat gips di kaki kananku.

"Tulang aku ada yang patah, jadi harus pakai ini." Kataku menjelaskan sebelum ia bertanya.

Wajah Bang Reza yang tadi terlihat biasa tiba-tiba mengeras begitu aku menyelesaikan kalimatku, ia terlihat marah.

"Maaf July, maafin Abang yang nggak bisa jaga kamu," Bang Reza duduk berlutut di depanku, mensejajarkan tinggi kami, ia menggenggam tanganku erat.

"Maaf,"

***

Aku menatap langit-langit kamar yang gelap, aku tidak bisa tidur, percakapanku dengan Bang Reza tadi masih terngiang di kepalaku.

"Abang minta maaf kalau sikap Abang ke kamu buat kamu merasa nggak diterima, percaya sama Abang July, Abang sayang sama kamu, bahkan sebelum kamu di kelanin Papa ke rumah.

Abang ngelakuin itu semua agar Reka nggak nyakitin kamu July, Reka selalu jadi adik bungsu yang paling di sayang Papa, tapi saat kamu ada perhatian Papa juga banyak terbagi untuk kamu, dia nggak suka itu.

Dan setelah Mama meninggal, dia makin nggak bisa nerima kamu, Reka sakit July, ada yang salah dengan otaknya bahkan sedari dia kecil, dia nggak suka orang mengambil apa yang jadi milik dia dan menurutnya kamu mengambil Papa dan Mama darinya.

Abang berlaku jahat ke kamu, hanya untuk membuat Reka merasa kalau dia punya teman yang sama bencinya dengan kamu, karena Abang nggak mau dia melukai kamu seperti yang dia lakuin sebelumnya."

Aku yang pada saat itu mulai menangis menatap Bang Reza bingung.

"Se-sebelumnya?"

Bang Reza mengangguk, "Kamu inget pas kamu masuk rumah sakit karena keracunan makanan? Itu semua karena Reka July, Abang nggak sengaja ngeliat dia memasukkan sesuatu ke makanan kamu.

Maaf July, Abang cuma nggak mau sesuatu yang buruk terjadi lagi ke kamu, Abang selalu sayang sama kamu July."

Aku mengela nafas dan memutar badanku, membuat posisiku kini berbaring menyamping, menatap keluar jendela yang memang gordennya sengaja ku buka.

Ada satu hal lagi yang mengejutkanku, jika ternyata Bang Reza sudah mengetahui tentang aku dan Bunda sejak lama. Dia mengatakan kalau saat itu dia tidak sengaja melihat fotoku di laci di meja kerja Ayah, dan sejak itu ia mengetahui keberadaan ku dan Bunda.

Dia marah tetapi dia tau kalau aku tidak salah, begitu juga dengan Bunda, Bang Reza mengatakan jika ada yang harus disalahkan maka itu adalah orang yang aku panggil dengan Ayah dan dia sebut dengan Papa.

Entah kenapa, mendengar berita ini aku merasa sangat lega, Bang Reza menyayangiku. Walaupun Kak Reka memang tidak bisa menerimaku dan bahkan berusaha melukaiku, bagiku itu tidak masalah, karena kini aku tidak sendirian.

***

Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi dan aku sudah merasa bosan. Ini hari Minggu dan jika aku sedang berada di rumah aku akan membaca salah satu novel ku, tapi aku bahkan tidak membawa satupun saat ke sini kemarin.

Aku mengalihkan pandangan dari TV saat mendengar pintu apartement terbuka, tak lama Kak Adel muncul dengan mendorong kursi roda. Ia menaruh kursi roda itu di lorong masuk dan berjalan menghampiriku.

"July, kamu mau jalan-jalan?" Kak Adel bertanya, ia duduk di sebelahku dan menatap sekeliling. "Abang kamu mana?"

Aku mengangguk semangat, menyiyakan ajakannya. "Abang di kamar." Tepat setelah itu Bang Reza keluar dari kamar dan duduk di sampingku.

"Za, aku ajak July jalan, ya?" Kak Adel bertanya, meminta izin.

"Jangan, kamu nggak inget kakinya?"

"Itu aku bawa kursi roda, bekas Kakak aku dulu pas dia kecelakaan." Kak Adel menunjuk kebelakang.

Bang Reza melihat ke arah yang di tunjuk Kak Adel, dia lalu mengangkat bahu. "Ya udah,"

"Yes, oke ayo pergi." Kak Adel berdiri dan beranjak mengambil kursi roda.

"Aku pake baju ini aja?" Tanyaku.

Kak Adel mengangguk, Bang Reza mengangkatku dan mendudukkan ku di kursi roda.

"Abang nggak ikut ya, kalian aja."

Aku mengangguk, "Nggak papa."

Aku mengambil ponselku dan meletakkannya di kantung celana.

"Ayo,"

Kak Adel berdiri di belakang kursi rodaku dan mendorongnya, dalam beberapa menit kamu sudah sampai di basement menggunakan lift.

Kami pergi ke salah satu pusat perbelanjaan yang sering ku kunjungi, alasannya sederhana, aku ingin pergi ke toko buku.

Kami mengelilingi mall, memasuki beberapa toko dan berakhir dengan membeli baju dengan model yang sama hanya dalam waktu dua puluh menit semenjak kami datang.

"Kamu mau langsung ke toko buku atau mau makan dulu?" Kak Adel bertanya begitu kamu keluar dari toko buku.

Aku melihat jam di ponsel dan menyadari sudah jika waktu sudah hampir tengah hari.

"Makan dulu deh, Kak." Ya, lebih baik kami makan sekarang, karena aku pasti akan menghabiskan banyak waktu di toko buku.

Kami segera menuju ke salah satu tempat makan dengan Kak Adel yang masih mendorongku, saat kami memasuki restoran dan mencari tempat duduk, mataku menangkap tiga orang dengan wajah familiar.

Dirga, Rissa dan... Tante Dina?

Aku kaget saat kursiku terdorong menuju tiga orang itu, lalu menyadari jika meja kosong yang tersisa berada di samping meja mereka. Menyadari jika tidak mungkin untuk meminta Kak Adel untuk mencari restoran lain, aku hanya bisa duduk pasrah, berharap jika tidak ada satupun dari mereka yang menyadariku.

"Loh, July?"

Dan jelas jika harapanku tidak terkabul.

TBC

24.12.19

Love Rise on JulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang