Tujuh belas

39 7 1
                                        

Sudah dua minggu lebih masa pemulihan dan libur semester aku habiskan dengan bolak-balik antara apartemen dengan rumah Kak Adel yang ternyata letaknya dekat dengan sekolah, dua minggu lalu saat pembagian rapot aku tidak datang karena kondisiku, jadilah hanya Kak Adel yang mengambilnya.

Setelah hari dimana aku bertemu Kak Reka itu, aku tidak pernah lagi bertemu dengannya, yah, mungkin itu juga karena aku yang tidak pernah benar-benar menghabiskan waktu di luar rumah. Gips di kaki ku pun sudah dibuka sejak dua hari lalu, dan aku sudah bisa berjalan dengan normal sekarang.

Awal semester dua di sekolah sudah dimulai, dan di sinilah aku, berdiri di depan pintu kelas yang sudah ramai di penuhi oleh teman-teman sekelas ku. Berhubung aku menginap di rumah Kak Adel, aku bisa berangkat lebih siang dan pergi dengan berjalan kaki sekaligus untuk melatih kaki ku yang masih terasa sedikit kaku.

"July, lo udah sembuh?"

Pertanyaan itu membuat seluruh perhatian kelas tertuju padaku yang baru saja melangkah memasuki kelas.

Aku tersenyum kecil. "Udah, kok." Jawabku.

Aku berjalan ke arah kursi ku seraya menjawab beberapa pertanyaan yang teman-temanku lemparkan. Aku menatap Rissa yang kini kembali duduk di kursi sebelahku, dia sibuk dengan ponselnya dan sama sekali tidak menghiraukan kehadiranku.

Aku menggigit bibir bawahku, dan meletakkan tasku di kursi. Bel masuk baru akan berbunyi sepuluh menit lagi, dan aku tidak mau menghabiskan waktu dengan duduk di sini, apalagi hubungan kami masih sangat canggung.

"Jules,"

Seruan pelan itu membuatku yang baru akan beranjak pergi mendongak dan menoleh kepada Rissa yang kini berdiri dengan gelisah.

"Gue mau ngomong sama lo, berdua, bisa?" Tanyanya pelan.

"Gue mau jelasin semuanya, please?" Mohon Rissa saat aku masih terdiam dan tak kunjung menjawab pertanyaannya.

Aku terdiam, lalu mengangguk entah apa yang akan dia bicarakan yang jelas kami berdua memang benar-benar harus meluruskan masalah ini. Saat kami berdua baru akan pergi keluar kelas, Pak Syafran secara tiba-tiba masuk dan memulai memberikan 'pesan pengantar semester baru' membuatku dan Rissa terpaksa kembali mendudukkan diri kami.

Aku dan Rissa berakhir dengan tidak berbicara sepanjang hari, apalagi saat istirahat aku harus menggantikan ketua kelas yang dengan sangat tidak bertanggung jawab melimpahkan tugasnya untuk memimpin diskusi tentang ujian praktek pelajaran kesenian yang akan dilaksanakan bulan depan.

Hari ini benar-benar berjalan sangat aneh dan menggelisahkan. Bukan hanya karena hubunganku dengan Rissa yang sangat canggung, tetapi juga karena ketidakhadiran Dirga yang tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Aku tidak mau mengakui kalau itu menggangguku, tapi aku benar-benar tidak bisa menahan rasa khawatirku.

Oke, aku tau jika Dirga memang dulu sering -sangat sering- membolos, tapi dia sudah berubah, aku tau itu. Sejak perjanjian kami, dia benar-benar menurut untuk tidak lagi membolos, lalu kemana dia?

Rasa khawatir dan penasaranku membuatku terus-menerus menatap kursi di belakangku secara tidak sadar. Aku ingin bertanya kepada Rissa, tapi rasa gengsi ku menahan ku.

Lalu akhirnya saat kami pulang sekolah, aku baru memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Rissa. Kami berdua pergi ke sebuah kedai es krim tak jauh dari sekolah, kedai yang dulu sering aku dan Rissa datangi jika kami punya waktu saat pulang sekolah.

Aku menatap mangkuk berisi es krim vanila dengan banyak toping di atasnya yang tersaji di depanku, jika aku biasanya akan dengan senang hati memakannya, maka sekarang rasanya aku sama sekali tidak berselera bahkan untuk mencicipinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love Rise on JulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang