Satu

52 7 0
                                    

"Kita sekelas," Rissa mengumumkan. Seolah aku tidak bisa membaca kertas yang baru saja kami dapatkan dari TU.

"Gue tau," kataku.

Kami berdua berjalan berdampingan menuju kelas baru kami. Jangan, jangan berpikiran kalau ini kisah tentang anak bau kencur yang baru masuk SMA, lalu bertemu dengan kakak kelas keren yang sombong, nakal tapi punya wajah tampan, pintar dan tajir. Tolong, ini bukan novel, ini kehidupan nyata dan jujur saja selama hampir 18 tahun hidupku, aku sama sekali belum pernah bertemu dengan orang yang sering kalian 'temui' di novel kalian itu.

Plakat bertuliskan XII IIS 1 diatas pintu menjadi satu-satunya petunjuk yang membuatku dan Rissa berbelok dan memasuki ruangan kelas ini, mengingat setiap pergantian tahun pelajaran baru posisi setiap tingkatan kelas selalu diganti. Beruntung, tahun ini kelas 12 di tempatkan di lantai dasar tidak seperti tahun sebelumnya yang terdapat di lantai empat.

Kelas sudah terlihat ramai, walaupun baru sebagian kursi yang sudah terisi membuktikan jika memang belum seluruh siswa datang.
Aku dan Rissa mengambil tempat duduk bersebelahan di kursi urutan ke dua di dekat jendela. Posisi yang sama seperti tahun kemarin, dan kemarinnya lagi.

"Eh, dua bidadari udah turun ternyata." Seorang laki-laki duduk di kursi di depan kami, diikuti oleh temannya.

"Turun turun, Lo pikir kami dari mana hah?! Dari loteng?!" Rissa berujar, sama sekali tidak berusaha menyembunyikan rasa kesalnya. Dari dulu, dua tahun lalu tepatnya Rissa dan cowok tidak tau malu itu memang seperti punya masalah sejak kehidupan sebelumnya, sejak bertemu di kelas sepuluh tidak ada hari tanpa perdebatan mereka, bahkan saat kami pisah kelas di kelas sebelas.

"Neng cantik jangan gitu dong, ntar cantiknya ilang." Pandu, cowok tadi membalas ucapan Rissa. Membuat Rissa menyilangkan kedua tangannya, kebiasaannya saat sedang jengkel.

"Udah lah, pagi-pagi udah nyari masalah lo, Rio temen lo tuh." Peringatku.

"Sori Jules, gue lupa bawa obatnya si Pandu." Rio tersenyum masam.

"Si kutu kupret, enak aja lo ngomong." Pandu menoyor kepala Rio, membuatnya membalas dengan melingkarkan lengannya di leher Pandu dan mencekiknya.

"Woy, lepash..." rintihnya.

Adegan berlanjut dengan mereka berdua yang saling membalas satu sama lain. Aku menggeleng tidak bisa membayangkan akan seramai apa kelas ini selama satu tahun ke depan.

Yah, inilah kehidupan SMA, jauh dari apa yang kalian baca di cerita-cerita ataupun dari film-film yang kalian tonton. Walaupun tidak se-bertolak belakang itu, sih.

Aku memandang sekeliling kelas, mengabsen orang-orang yang sudah kukenal, sejauh ini belum ada wajah asing yang kulihat walau aku tidak mengetahui seluruh nama mereka.

"Ini beneran?" Gumaman Rissa yang cukup keras membuatku menoleh padanya yang tengah menatap daftar nama siswa XII IIS 1.

"Kenapa?" Tanyaku.

Rissa menyodorkan kertas itu di hadapanku, "Jules, coba lo liat deh..."

Ucapan Rissa terpotong dengan kelas yang menjadi lebih heboh dari sebelumnya, seluruh siswa menatap pintu, lebih tepatnya menatap seseorang yang baru saja melangkah melewati pintu.

Dirga Prayoga.

Tentu saja kelas langsung heboh, siapa sih yang tidak kenal dengannya. 'Rules Braker' begitu julukan yang aku dengar diberikan padanya, karena yang kudengar dia sudah melanggar hampir semua peraturan yang ada di sekolah. Tentu saja tidak akan ada yang menyangka jika dia akan masuk kelas ini.

Love Rise on JulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang