Dua belas

21 6 1
                                    

Jika dulu orang bertanya padaku, apakah aku pernah malas untuk pergi sekolah, maka aku akan dengan yakin menjawab tidak akan pernah. Aku selalu suka belajar, aku benar-benar bisa menikmati waktu yang dihabiskan untuk belajar. Tapi hari ini, rasanya aku tidak ingin pergi ke sana.

Aku mengambil tas yang tergeletak di samping meja belajarku, berusaha mengenyahkan pikiran untuk membolos memberikan alasan palsu ke grup kelas kalau aku sakit dan tidak bisa sekolah. Aku berlari kecil saat menuruni tangga dan menemukan Bang Reza yang sedang memakan roti isi selai yang ia buat sendiri.

Seperti yang Bang Reza katakan padaku setelah mengantarku kemarin, dia pulang sekitar jam sembilan dan menginap di sini. Karenanya aku dapat tidur nyenyak, memikirkan jika aku bisa dekat dengannya dan melupakan sejenak masalahku dengan Rissa dan Dirga.

"Sarapanlah dulu," Bang Reza berujar setelah menghabiskan gigitan terakhirnya.

Aku mengangguk, mengambil selembar roti tawar dan mengoleskan banyak selai strawbery di salah satu sisi. Aku melipatnya sebelum mulai menghabiskan sarapanku pagi ini.

Bel rumah berbunyi, membuatku refleks menoleh kearah pintu masuk yang masih tertutup. Bel itu bukan berada di depan rumah, tetapi terletak di dekat pagar yang pasti masih terkunci.

Bang Reza beranjak dari duduknya, aku membiarkannya membuka pintu dan menggerakkan tanganku untuk mengambil roti kedua.

"Udah makannya?" Bang Dirga datang mendekatiku, aku mengangguk dan menegak air putih yang baru saja aku ambil.

"Sana cepet, Dirga udah nunggu."

"Uhuk!" Aku tersedak, menatap Bang Dirga kaget. "Apa?" Tanyaku.

"Dirga udah nunggu," katanya, ia mengambil kunci mobilnya dan berjalan menuju pintu. "Kunci pintunya." Ujarnya.

Aku langsung berdiri, mengambil tasku dan juga kunci pintu depan yang tergantung di dekat dapur. "Bang, aku ikut Abang aja." Pintaku pada Bang Reza yang sedang memakai sepatunya.

Bang Reza menoleh kepadaku, alisnya terangkat satu, lalu dia terlihat paham akan sesuatu. "Lagi berantem, ya?" Tanyanya.

"Eh, nggak, cuman..." Aku tidak tau harus mengatakan apa. "Pokoknya aku berangkat sama Abang, ya?" Pintaku lagi.

Bang Reza mengangkat bahu, "Terserah, tapi kamu yang ngomong sama dia, ya." Ujarnya lalu keluar dan membuka kunci mobil sebelum memasukinya.

Aku mengunci pintu, melihat ke pagar depan rumah yang sudah terbuka dan ada Dirga dengan motornya di sana. Aku menghela nafas dan menghampirinya.

"Gue udah bilang nggak usah jemput, kan? Gue berangkat sama Bang Reza." Kataku, mobil Bang Reza melewati kami dan berhenti tidak jauh dari kami.

"Jules, please?" Pinta Dirga.

Aku menggeleng. "Mending Lo berangkat sekarang," kataku. Aku berjalan menuju pagar dan menariknya agar kembali tertutup. Setelah itu aku berjalan ke arah mobil, berusaha untuk tidak menghiraukan Dirga yang dapat kurasakan sedang menatapku.

"Kamu nggak kasian sama dia?" Bang Reza bertanya, mobil kami mulai bergerak.

Aku diam saja, menoleh kebelakang dan melihat Dirga yang sudah memakai helmnya kembali dan melaju cepat melewati mobil kami.

"July?"

"Biarin aja," kataku.

Aku mendengar Bang Reza mendengus dan suasana di mobil kembali sunyi. Kami baru kaluar dari gerbang komplek saat mataku melihat Kak Reka yang menatap ke arah mobil ini di dekat salah satu pohon tak jauh dari gerbang, loh, bukannya dia sedang liburan ya?

Love Rise on JulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang