Dua

33 7 0
                                    

"Ini, tolong dibagikan ya,"

Aku mengangguk, mengambil setumpuk buku dari Pak Odi, guru biologi lintas minat. Lalu berjalan keluar dari ruang guru, setelah bersalaman dengannya.

"Udah?" Rissa bertanya.

"Udah, nih ambil sebagian, berat." Ujarku, membiarkan Rissa mengambil sebagian buku yang ku bawa.

"Lo sih, tega banget. Lo kan tau gue nggak suka di kasih tugas ginian," gerutuku.

"Lah, enak aja lo nyalahin gue. Salah lo sendiri nggak merhatiin pak walas kemarin,"

Aku merengut, beberapa hari lalu saat pembagian perangkat kelas ternyata aku terpilih menjadi sekretaris, posisi yang sama sekali tidak kuinginkan karena pada dasarnya aku tidak pernah mau menjadi perangkat kelas, terlalu merepotkan.

"Emang lo merhatiin apa sih kemarin?" Tanya Rissa, matanya menyipit. "Gue liat lo ngeliatin Dirga, kenapa, lo suka ya?" Tuduhnya.

Aku mendorong bahunya, "Enak aja lo, main nuduh sembarangan." Ujarku kesal.

"Lah, gue serius kali, lo kayak fokus banget lagi ngeliat dia, ya siapa tau aja lo suka sama dia." Elaknya.

"Jangan buat gosip deh," kataku kesal.

Begitu sampai di kelas aku menaruh buku yang kubawa di atas meja guru begitu juga dengan Rissa, aku menatap tumpukan buku itu lalu mendesah, malas sekali rasanya jika harus membagikan buku itu satu per satu.

"Nih, buku biologi, cari sendiri ya punya kalian." Rissa berteriak pada setengah populasi kelas yang tidak pergi ke kantin saat istirahat ini.

"Gue sama July masih ada urusan, tolong ya." Tambah Rissa saat terlihat beberapa anak hendak melayangkan keberatan.

Setelah itu Rissa menarik tanganku keluar kelas, yah ada untungnya juga punya teman yang pintar ngeles seperti dia.

Kami pergi ke perpustakaan, jangan salah sangka dulu kami bukan tipe anak kerajinan yang senang belajar di perpustakaan kok, hanya saja akhir-akhir ini Rissa sedang ngegebet salah satu anak tipe itu yang ternyata temannya di ekskul KIR. Jadilah aku selalu menemaninya kesini setiap istirahat selama hampir seminggu ini.

Begitu sampai Rissa langsung pergi menemui pangeran berkacamatanya, meninggalkanku yang kini tidak tau harus melakukan apa, biasanya jika aku ke sini, aku hanya akan mengobrol dengan Kak Intan, kakak penjaga perpustakaan yang usianya tidak terlalu jauh berbeda denganku. Tapi aku belum melihatnya dari tadi, jadilah aku berjalan-jalan tanpa tujuan di perpustakaan yang cukup luas ini.

Barulah sampai di pojok perpustakaan aku baru mengentikan langkahku, bukan karena aku menemukan buku yang ingin kubaca, tapi lebih karena aku melihat seseorang yang tidak pernah ku sangka akan kutemui di perpustakaan sedang membaca buku.

"Hai,"

Aku melotot tidak tau kenapa ucapan laknat itu dapat dengan mudahnya lolos dari mulutku. Dia mengalihkan tatapannya dari buku yang ia baca, menatapku yang kini tengah berusaha keras untuk mencari alasan yang tepat untuk mengindari diriku sendiri dari terlihat sebagai perempuan sksd, jika kalian mengerti maksudku.

"Apa?" Sahutnya, wajahnya datar, beruntung dia tidak terlihat terganggu dengan kehadiranku.

"Eh, nggak ada, gue tadi ngeliat lo sendiri disini, nggak tau mulut gue gerak sendiri." Ujarku jujur, setelah aku tidak menemukan alasan bagus.

Aku yakin jika malu sudah bertumpuk di wajahku, membuat raut wajahku tidak jauh beda dengan orang yang sedang menahan kentut di kelas. Buktinya saja Dirga sampai tersenyum geli melihatku.

"Kalau gitu gue permisi, dah," pamitku, aku berbalik dan langsung pergi tanpa menunggu jawabannya. Aduh, aku benar-benar harus belajar untuk lebih mengontrol badanku, sebelum aku membuat diriku tampak lebih konyol di lain waktu.

***

"Jules, gue pulang duluan ya, udah dijemput," Rissa membereskan seluruh alat tulisnya dengan cepat. "Lo nggak papa sendirian? Kerjain di rumah ajalah." Bujuknya lagi untuk yang kesekian kali.

Aku mengalihkan tatapanku dari laptop yang masih menampilkan sebuah aplikasi pengolah data, "Nggak papa kok, sana pergi lo dah ditungguin kan?" Usirku.

"Ya udah gue duluan, lo hati-hati ya." Pamit Rissa sebelum akhirnya ia pergi meninggalkanku.

Aku menghela nafas, menatap kelas yang sudah kosong, bel sudah berbunyi hampir setengah jam yang lalu dan aku masih harus mengetik data diri siswa yang diminta oleh pak walas.

Aku menatap tumpukan kertas berisi data diri murid yang tadi ku pinta pada teman-teman sekelas ku, sebenarnya aku bisa saja mengerjakan dirumah tapi menurutku aku akan lebih fokus jika mengerjakannya disini.

"Dirga..." Gumam ku, saat membaca namanya lalu sibuk mencari datanya dari tumpukan kertas di meja guru yang ku tempati.

Aku berdecak, lupa jika cowok itu membolos sejak setelah istirahat. Ya sudahlah, aku akan minta padanya besok, kalau dia datang.

Aku baru saja ingin melewati namanya saat seseorang tiba-tiba melewati pintu yang terbuka. Dirga masuk dan langsung menuju kursinya, mengambil tasnya tanpa menoleh sedikitpun padaku.

"Eh, Dirga." Panggilku saat dia melewati meja guru menuju keluar kelas.

"Kenapa?" Tanyanya.

"Bisa nggak lo isi data lo dulu disini?" Ujar ku menyerahkan fotokopi data yang ingin diambil.

Dirga mengambil kertas itu, "Besok gue kembaliin,"

"Nggak bisa sekarang aja? Plis, besok mau gue kumpul soalnya," pintaku sebelum dia kembali melangkah, "Eh, terserah lo deh, besok juga nggak papa." Tambahku cepat saat dia menatapku, aku tiba-tiba teringat kejadian di perpus tadi dan menjadi gugup sendiri.

Dirga menaruh tasnya di meja lalu menarik kursi mendekat. "Pinjem bentar," katanya, mengambil pena milikku dan mulai mengisi datanya.

"Udah?" Tanyaku saat dia menyerahkan kertas, "Makasih ya,"

Setelah itu aku kembali mengisi data sampai akhirnya aku sadar jika Dirga masih duduk di dekatku.

"Lo nggak pulang?" Tanyaku.

"Lo sendiri?" Tanyanya balik.

Aku menunjuk laptop yang masih menyala di depanku, "Nyelesain ini dulu, lo sendiri kenapa?"

"Bentar lagi gue pulang, lo lanjut ngetik aja nggak usah perduliin gue." Katanya, dan ia mengambil ponsel di saku celananya.

Aku menatapnya sejenak sebelum akhirnya kembali mengerjakan pekerjaanku, aku mengetik dengan cepat karena tidak ingin terlalu lama terjebak di sekolah.

Jam sudah menunjukkan setengah empat dan aku baru saja selesai mengerjakan tugasku, aku mematikan laptop dan menatap Dirga yang tertidur dengan posisi duduk bersandar di kursi.

"Dirga," panggilku, tanganku sibuk memasukkan laptop dalam tas dan memakainya.

"Ga," Aku menepuk bahu Dirga untuk membangunkannya saat ia tidak merespon panggilan pertamaku sampai akhirnya matanya mengerjap terbuka, "Lo udah selesai?" Tanyanya menatap ransel dipunggung ku.

Aku mengangguk, "Gue mau pulang, lo masih mau di sini?".

Dirga tidak menjawab ia mengambil tasnya dan memakainya, lalu tanpa sepatah katapun ia keluar dari kelas, meninggalkanku yang menatap punggungnya yang menghilang dibalik pintu.

TBC

16.11.19


Love Rise on JulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang