Delapan

24 8 1
                                    

Dirga mengantarku sampai rumah dan langsung pergi setelah berpamitan, dan aku menatap motornya yang perlahan menghilang di belokkan. Jika dipikir-pikir, aku sudah sering sekali melihat Dirga menjauh.

Aku berbalik dan menggelengkan kepala, entahlah sepertinya ada yang salah dengan otakku, kenapa tiba-tiba terasa melow, sih!?

Aku membuka pagar dan menemukan motor Bang Reza yang terpakir dengan rapi. Aku memejamkan mata, jantungku berdetak dengan sangat kencang, rasa tidak nyaman yang selalu kurasakan setiap berada di rumah terasa berkali-kali lebih menyesakkan dari biasanya. Selalu seperti ini, di manapun aku berada, jika Bang Reza ada di sana akan terasa menyesakkan.

***

Aku memakan roti dengan isi kelapa yang ku beli di depan sekolah dengan perlahan, kalau saja aku hidup di dunia anime yang sering Rissa tonton, pasti sudah ada banyak awan mendung dengan petir dan rintikan hujan di atas kepalaku.

"Jules..."

Rissa menatapku khawatir, aku balas menatapnya dan tersenyum. "Gue nggak papa." Kataku. Sedikit menyesal karena telah menceritakan kejadian kemarin, saat Bang Reza berada dirumah padanya.

Ya, kemarin lagi-lagi aku dimarahi olehnya dan aku benar-benar tidak tau apa alasan yang membuatnya tiba-tiba saja marah padaku. Walaupun dia tidak bersikap ramah padaku, dia tidak pernah tiba-tiba marah begitu. Dia hanya akan marah jika nilaiku turun, hal yang sama yang ia lakukan kepada Kak Reka, yang sebenarnya membuatku sedikit berharap jika dia juga menyayangiku.

Tapi kemarin, dia tiba-tiba saja marah begitu aku memasuki rumah. Untung saja Kak Reka ada di sana, jadi walaupun dia tidak sepenuhnya membelaku dia masih berusaha untuk menahan amarah kakak kandungnya itu.

Kak Reka langsung menyuruhku ke kamar yang tentu saja langsung ku turuti, sebelum menaiki tangga aku melihat beberapa fotoku yang diambil secara diam-diam dari beberapa sudut yang membuatku mengerti kenapa Bang Reza marah padaku.

Foto-foto itu adalah fotoku saat aku sedang mengantikan Rissa bekerja di salah satu cafe dua hari lalu, Rissa sedang sakit dan aku tidak tega membiarkannya bekerja tapi Rissa juga tidak mau membolos karena gajinya bisa dipotong, jadilah aku menggantikannya sehari, untung saja bosnya mau berbaik hati.

Aku benar-benar tidak habis pikir, bagaimana bisa Bang Reza mempunyai foto-foto itu, apa dia menyuruh orang untuk mengikuti ku atau bagaimana?

Dan Bang Reza adalah tipe orang yang benar-benar tidak suka dengan ide tentang pekerjaan paruh waktu atau semacamnya, apalagi jika aku masih bersekolah, aku pernah meminta izin untuk bekerja dan yang aku dapati adalah aku di ceramahi nya, dia mengatakan jika aku hanya harus belajar dan dia masih sanggup untuk membiayai sekolahku.

Lihat, dia sebenarnya baik kan?

"Jules, gue bener-bener minta maaf." Rissa lagi-lagi meminta maaf membuatku menatapnya sebal, hanya untuk menyakinkannya jika aku baik-baik saja dan memberitahunya jika permintaan maafnya justru membuatku jengkel.

"Ya ampun Ris, udah gue bilang nggak papa, gue juga udah ngomong kok ke Kak Reka." Yah, walaupun kakakku itu juga tidak terlalu menghiraukan penjelasanku.

"Udahlah, udah terjadi juga." Kataku menghiburnya. "Makanya jaga kesehatan, biar gue nggak perlu nggantiin lo lagi, ngerti?"

Rissa mengangguk. "Gue janji." Ujarnya bersungguh-sungguh. Aku menatap Rissa heran, dia ini anak orang kaya, setahuku ayahnya itu direktur di salah satu perusahan besar dan dia juga selalu diantar-jemput ke sekolah, tapi dia malah memilih bekerja paruh waktu yang jelas saja gajinya tidak sebesar uang jajan bulanannya sendiri.

Love Rise on JulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang