"Kamu kenal mereka July?" Kak Adel berbisik.
Aku menoleh kebelakang dan mengangguk. "Temen sekolah aku,"
Kak Adel mendorong kursi rodaku mendekati mereka. Tante Dina, yang tadi memanggilku berdiri dan membantu mendorong ku. "Ayo gabung sama kita aja," ujarnya ramah.
Kak Adel mengangguk dan tersenyum ramah, aku memang suka sikap ramahnya, tapi kini rasanya bukan saat yang tepat. Kenapa orang dewasa cepat sekali dalam bergaul, sih?
Aku menatap Rissa yang terkejut melihatku, entah karena kehadiranku atau karena kondisiku, aku tidak perduli. Dirga... aku benci saat melihat tatapan khawatirnya, aku tidak menyukainya karena itu justru membuatku kembali berharap.
"Kamu kenapa July?" Tante Dina bertanya.
Aku tersenyum kecil menatapnya. "Jatuh dari tangga tante,"
"Terus, tulang kamu ada yang patah?"
Aku mengangguk membenarkan, "Iya, tante."
"Aduh, lain kali kamu harus lebih hati-hati ya July,"
Aku tersenyum kecil menanggapi ucapan Tante Dina. "Iya, Tante."
Setelah itu Tante Dina dan Kak Adel terlibat percakapan. Aku melihat keluar restoran yang dapat terlihat jelas karena dinding restoran yang terbuat dari kaca, berusaha untuk tidak menatap Dirga maupun Rissa yang kini masih menatapku. Aku menatap orang-orang yang berlalu lalang sampai akhirnya mataku menemukan seseorang yang berdiri di depan salah satu toko, dia sedang melihat ke arah kami atau lebih terpatnya ke arahku.
Kak Reka
Nama itu terlintas di benakku dan badanku menjadi gemetar saat mengingat perbuatannya padaku. Tanganku yang memegang pinggiran meja mencengram dengan erat. Kak Reka diam menatapku untuk beberapa detik, ia tersenyum kecil dan memutar badannya, berjalan menjauh.
"July..." Dirga berseru membuatku tersentak dan menatapnya, badanku masih terasa gemetar.
"July, kamu kenapa?" Kak Adel berbisik di dekat telingaku.
Aku menatap nanar ke arahnya. "Kak Reka..."
Badan Kak Adel langsung tegak dan dia menatap ke arah tatapanku sebelumnya, aku masih dapat melihat punggung Kak Reka yang semakin mengecil.
"Kak, aku mau pulang."
Aku membeluk tas belanja yang aku pangku dengan erat tanpa memperdulikan tatapan khawatir empat orang di sekelilingku, rasa takut masih menguasaiku. Bagaimana bisa Kak Reka tau jika aku di sini? Apa dia mengikutiku? Kalau iya, apakah itu artinya ia tau aku tinggal di apartemen Bang Reza?
Aku ingat jika semalam Bang Reza mengatakan padaku jika Kak Reka tidak mengetahui jika Bang Reza telah mempunyai apartement, abangku itu bilang jika ia hanya memberi tahu Kak Reka jika dia menyewa salah satu rumah di perumahan dekat kantornya yang mana Kak Reka sudah tau posisi rumahnya. Jadi tidak mungkin dia tau kalau aku tinggal dengan Bang Reza, kan?
Kak adek mengangguk kecil menyetujui ucapanku dan menatap tiga orang di depan kami. "Maaf tante, kami harus pulang."
"Maaf tante, tiba-tiba July nggak badan." Kataku mencari alasan.
Wajahku pasti pucat, karena begitu Tante Dina melihatku dia langsung mengangguk maklum. "Ya udah, kamu istirahat yang banyak ya July," katanya dan dia tersenyum lembut padaku.
Aku tersenyum kecil dan mengangguk lalu Kak Adel pamit dan kami berdua pergi menginggalkan restoran.
Kak Adel mendorong kursi rodaku menuju parkiran dan membantuku untuk menaiki mobil.
"Kak, kita mau kemana?" tanyaku pada Kak Adel begitu kami sudah sepuluh menit berkendara dan aku menyadari jika ini bukan jalan pulang ke apartemen.
"Kita ke rumah kakak dulu ya,"
Setelah itu hening, aku masih berusaha agar kembali tenang walaupun irama jantungku masih sangat cepat.
TBC
Iya tau ini pendek banget kan, sabar ya anggep aja pemanasan dulu
310120
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Rise on July
Teen FictionDua tahun lalu, July harus menerima kenyataan bahwa ibunya yang baru saja meninggal ternyata hanyalah istri simpanan ayahnya. Dan dia terpaksa menuruti ayahnya untuk tinggal dengan keluarga ayahnya yang lain, yang sama sekali tidak ia ketahui. Kedua...