Sebelas

16 6 1
                                    


"Loh, kamu kenal Reza?" Kak Adel bertanya padaku.

Aku mengangguk kaku, menatap Bang Reza yang semakin mendekat. Aduh, aku benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan Bang Reza disini.

"Eh, kak, aduh..." Aku menggigit bibir bawahku gugup, Bang Reza berhenti di hadapanku dan Kak Adel dan rasanya aku ingin segera pergi dari sini, hanya saja aku tidak tau harus mengatakan apa pada Kak Adel.

"Kamu kenal July, Rez?" Tanya Kak Adel yang tak kunjung mendapatkan jawaban dariku.

"Dia adik aku," Bang Reza berujar santai, berbeda denganku yang kini meliriknya takut.

"Wah, kebetulan dong." Kak Adel berseru semangat. "Kamu masih belum mau pulang, kan? Kita makan dulu."

"Eh, nggak usah kak," tolakku. "Aku nggak mau jadi nyamuk," kataku berbisik pada Kak Adel, mencari alasan yang mungkin bisa membebaskan ku dari sini.

Oh, tentu saja bukan itu alasanku sebenarnya, melainkan Bang Reza itu sendiri. Aku tidak tau apa yang akan terjadi jika aku mengganggu acara jalannya dengan Kak Adel.

"Nggak papa July, ya kan?" Kak Adel menatap Bang Reza dengan berbinar.

Bang Reza terlihat mengangguk, "Iya."

"Oke, berarti kamu ikut kita, ayo." Kak Adel menarik tanganku, mengajakku berjalan bersisian dengannya dan Bang Reza berjalan di sisiku yang lain.

Kami bertiga berjalan keluar dari mall dan berjalan menuju ruko-ruko yang terdapat di sekitarnya, menuju salah satu restoran yang ternyata adalah restoran yang menjadi tempat pertemuanku dengan Tante Dina, ibu dari Dirga. Entah kenapa mengingat itu membuatku tiba-tiba kembali merasa sedih.

"July kenapa?" Pertanyaan Kak Adel mengagetkanku.

Aku menggeleng, "Nggak," jawabku singkat. Rasanya tidak mungkin jika aku menceritakan masalahku padanya, apalagi dengan keberadaan Bang Reza disini.

Kamu bertiga keluar dari lift, berjalan menuju salah satu meja untuk empat orang yang masih tersisa. Aku duduk berhadapan dengan Kak Adel dan Bang Reza yang duduk di sampingnya.

"Kalian mau apa?" Tanya Kak Adel, ia melihat menu yang berada di meja. "Gurame asam manis, mau?" Tanyanya padaku dan Bang Reza.

Aku mengangguk, begitupun Bang Reza. Kami membiarkan Kak Adel memilih menu lainnya dan menuliskannya di kertas pesanan sebelum memanggil pelayan untuk menyerahkannya.

"Aku baru tau kalau adik kamu masih SMA, Rez. Berarti jarak umur kalian lumayan jauh ya, sekitar tujuh tahun?" Kak Adel membuka percakapan.

Aku menatap Kak Adel, berusaha keras untuk tidak melirik Bang Reza dan mencari tahu reaksinya. Tentu saja Kak Adel tidak tau kalau adik Bang Reza ada yang masih SMA, aku yakin Bang Reza pasti tidak mau menceritakan adik tirinya ini ke orang lain.

"Iya," Bang Reza menjawab singkat, aku meliriknya, tangannya memain-mainkan HP-nya yang diletakkan di atas meja, dia terlihat kehabisan kata-kata.

Aku menatap tanganku yang kuletakkan di atas pangkuanku, "Em, Kak aku permisi ke toilet bentar," pamitku.

Aku berdiri tanpa menunggu balasan dan menuju toilet yang berada di dalam restoran ini, berjalan menuju wastafel yang disediakan, aku berdiri dengan tangan di pinggiran wastafel,  menatap pantulan diriku sendiri di depan cermin yang ada, aku menghela nafas lalu menghidupkan keran dan mencuci tanganku. Baru saja aku berpikir jika perasaanku sudah lebih baik, tapi sekarang perasaanku malah terasa semakin kacau.

Kak Adel yang dekat dengan Bang Reza saja sampai tidak tau jika dia punya adik yang masih SMA, yaitu aku. Rasanya hatiku sangat sakit bahkan lebih sakit dari kebohongan yang Rissa dan Dirga lakukan, karena kini aku ditolak oleh keluargaku sendiri.

Love Rise on JulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang