Dimas Van Dijk: Kita

2.6K 176 73
                                    

"hiks... hiks... Di-Dimas maafkan aku....ak aku gagal melindungimu....aku-" Dimas membungkam mulut Valeri dengan telunjuknya,mengisyaratkan untuk tidak melanjutkan kata-katanya.
"sttt..... sudahlah Valeri... kumohon jangan menangis lagi aku tak suka melihatmu menangis... biarlah yang sudah terjadi..... jangan kau pikirkan atau kau sesali,semuanya sudah terjadi"Dimas tersenyum
"Tapi aku merasa bersalah padamu" Valeri masih terisak pelah,Dimas mengusap sayang kepala gadis yang dicintainya itu
"Hahaha... semuanya sudah berlalu sayang" Dimas tersenyum hangat
"Apa katamu?"Valeri terlihat kesal
"Semuanya sudah berlalu? kenapa? ada yang salah?" Dimas mengernyit heran
"Bukan yang itu Dimas... tapi setelahnya" Valeri memelankan suaranya di kalimat akhirnya. Wajahnya sudah memerah sempurna.Dimas terkekeh melihat reaksi kekasih manisnya. Dengan jahilnya Dimas mendekatkan wajahnya kepada Valeri. Wajah Valeri yang sudah memerah nampak seperti kepiting rebus. Memejamkan matanya dan menunggu apa yang terjadi.
"Wajahmu merah sayang" Dimas membisikkannya ke telinga Valeri.
"Hahaha.... mengapa kau menutup matamu huh?... apa yang kau harapkan terjadi?" Dimas terbahak karena telah berhasil mengerjai Valeri.
"KAU....kau menyebalkan Dimas" Valeri mendorong dada bidang Dimas dan melepaskan kungkungan Dimas kepadanya.
"Kenapa?" Dimas masih saja menggoda Valeri.
"Tidak" Valeri menjawab ketus dan beranjak pergi meninggalkan Dimas.

Namun baru beberapa langkah pergi dari Dimas,tangannya dicekal seseorang
"Kenapa kau marah Valeri?" Dimas menarik Valeri lebih dekat kepadanya. Menyelipkan anak rambut Valeri yang lepas dari ikatanya kebelakang telinganya. Dimas tersenyum
"Jangan marah,aku hanya bercanda" Dimas terkekeh melihat ekspresi datar Valeri.
Hingga-
CUP
sebuah bibir mendarat di bibirnya. Valeri mematung menyadari Dimas telah mencium bibirnya. Garis bawahi bibirnya bukan pipi atau kening. Dia menyentuh bibirnya yang baru saja dicium Dimas. Masih terasa hangat dan lembutnya ketika bibir mereka bersentuhan. Valeri mengelengkan kepalanya.Ini ciuman pertamanya dan Dimaslah yang mendapatkanya.
Ketika dia tersadar Dimas telah pergi.
"DIMAS!!! APA YANG KAU LAKUKAN EOH" Valeri memang berteriak kesal namun pipinya malah memerah seperti tomat. Dan didepan sana Dimas telah sampai di koridor tengah terbahak-bahak menertawakan kekasihnya yang berteriak kesal.

Semua orang yang berada di koridor terperangah melihat senyum dan tawa seorang Dimas Van Dijk. Demi apapun, mereka tidak pernah melihat sebuah senyum terukir indah di wajah tampan sang pangeran sekolah yang terkenal tak pernah bicara itu. Apalagi tawa yang mengalun indah keluar dari mulutnya yang selalu bungkam selama ini. Suatu hal yang 'wah' jika Dimas melakukan hal itu. Kira-kira apa yang menyebabkan si tampan yang terkenal selalu berwajah datar dan dingin serta irit bicara itu tersenyum dan tertawa?. Itulah pertanyaan yang memenuhi kepala para siswa dan siswi yang melihat kejadian aneh dan langka itu.

***

"Valeri.... Dimas tidak melukaimu kan?" Ana si gadis manis yang merupakan salah satu teman baru Valeri disekolah ini, menghampirinya dengan tergesa-gesa setelah Dimas pergi. Dia tidak mau teman barunya digangu oleh tuan besar sekolah ini yang selalu melakukan apa saja untuk menyingkirkan siapa saja yang telah mengangunya dengan cara kejam. 

Valeri terkekeh dan mengelengkan kepala

"Huft... syukurlah... kupikir Dimas melukaimu... Dia selalu melakukan apapun yang dia inginkan, hanya karena kakeknya pemilik sekolah ini" Ana sepertinya kesal kepada Dimas terlihat dari ekspresi jengkel dan nada ketus pada kalimat terakhirnya.

"Sepertinya kau sangat membenci Dimas?" Valeri sendiri sedikit merasakan perbedaan antara Dimas yang sekarang dan Dimas yang dulu, meski mereka memiliki wajah yang serupa dan juga ingatan yang sama. Sedikit aneh.

"Huh! dia pernah mengancam membunuhku hanya gara-gara tidak sengaja menabraknya. Well aku tahu aku memang salah tapi tidak sepatutnya juga dia membunuhku karena hal sepele itu sangat konyol menurutku" Ana berbicara dalam satu tarikan napas. Sungguh lucu gadis ini bahkan dia mengembungkan pipinya. Valeri tertawa

Dimas Van DijkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang