Ada sesuatu yang berbeda dari Dimas, biasanya dia akan merenung didepan sebuah jendela besar,entah memikirkan apa, tak ada yang tahu. Namun kini Dimas tengah menulis sesuatu di perpustakaan yang sepi, karena memang waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 sore. Tak banyak anak yang masih tersisa disekolah.Dimas menulis sesuatu-yang entah apa- pada secarik kertas. Kemudian melipatnya dan memasukkannya ke sebuah amplop cokelat.
Aku terus memperhatikannya, sungguh menyesakkan rasanya memperhatikan orang yang begitu kau rindukan ada didepanku,namun kamu tidak bisa menggapainya sama sekali. Itulah yang kurasakan kini. Dimas ada didepanku tapi aku tidak bisa menyentuhnya sedikitpun.
Aku ingin berlari dan memeluknya, mencium aroma khas seorang Dimas Van Dijk,berkencan layaknya seperti sepasang kekasih pada umumnya. Namun aku sadar kami berbeda, berbeda waktu dan ruang. Kami tidak bisa memiliki satu sama lain.
"Dimas kamu adalah sesuatu hal yang terindah yang pernah aku kagumi, tapi tidak untuk aku miliki".***
Valeri membuka matanya setelah sekian lama tak sadarkan diri. Hal pertama yang dia lihat adalah wajah panik ibunya dan wajah kusut ayahnya. Valeri mencari- cari sesuatu, berharap Dimas ada diruangan ini, tapi nihil. Hanya ada orangtuanya dan Bi Inah disini menungguinnya. Sejujurnya dia sedikit kecewa, bukan wajah Dimas yang ada didepannya saat dia membuka mata tapi dia sadar tidak bisa banyak berharap untuk sesuatu yang tidak bisa dia gapai.
"Aduh...Non Valeri akhirnnya Non sadar, saya khawatir sama Non. Maafin Bibi, Non... gara-gara Bibi tinggal kepasar Non Valeri jadi celaka" guratan khawatir terlihat begitu kentara di wajah Bi Inah, meskipun sang Nona muda telah tersadar. Tanggannya yang keriput meremas ujung kebaya yang dikenakannya. Valeri tersenyum melihat wajah khawatir Bi Inah, pengasuhnya sejak kecil itu pasti merasa takut.
"Bi.... Valeri baru sadar, biarkan dia istirahat dulu" Mama menegur Bi Inah yang langsung memberondong Valeri dengan pernyataannya.
"Maaf Nyah saya tidak bermaksud, habisnya saya khawatir sama Non Valeri" Mama tersenyum.
"Sudah nggak apa-apa... Valeri kamu butuh sesuatu?" Valeri mengeleng
"Baiklah kamu istirahat dulu ya.... Mama sama Papa mau pulang sebentar, kamu disini ditemeni sama Bi Inah ya..."
"Iya Ma" Valeri menutup matanya walaupun sebenarnya dirinya hanya berpura-pura tidur saja. Bagaimana Valeri bisa tidur lagi jika dirinya baru saja bangun.
***
Sudah 2 hari ini Valeri keluar dari rumah sakit, semenjak insiden jatuhnya dirinya dari tangga. Dia dirawat selama seminggu di rumah sakit. Dan kini dia sudah lebih baik dan mulai bersekolah kembali. Semuanya berjalan normal seperti dahulu dan Valeri memilih tidak menceritakan apa-apa terkait apa yang dialaminya kepada siapapun.
Valeri kini sadar siapa laki-laki itu. Laki-laki yang mencuri hatinya. Membuat seorang Valeria Britssen kalang kabut selama ini. Mengacaukan seluruh hidup Valeri. Dan membuat Valeri tidak bisa berpaling dari seorang Dimas Van Dijk
Tapi secinta apapun Valeri pada Dimas mereka tetap tidak bisa bersatu. Ruang dan waktu memisahkan mereka saat ini.Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kisah cinta antara Valeri dan Dimas. Mereka sama-sama hidup di tempat yang sama, tapi di waktu yang berbeda. Mereka saling merindukan tapi tidak tahu cara agar bisa bertemu atau sekedar berkomunikasi.
Buntu. Satu kata yang tepat untuk mengambarkan hubungan keduanya. Valeri tak banyak berharap akan hubungannya dengan Dimas. Dia juga tidak menyalahkan tuhan atas apa yang telah dialaminya kini. Hanya membiarkannya mengalir seperti air. Biar waktu yang menjawabnya nanti
"Oi,Valeri..." Valeri menoleh ternyata seorang laki-laki jangkung menghampirinya
"Ohh hai Kris" Pria itu Kris seorang pria blasteran Kanada-China
"Apa kabar? kudengar kau sakit? aku awalnya tidak percaya jika saja bukan anak paman nasi goreng Beijing yang memberitahuku"
"Fallensyn?" paman nasi goreng Beijing itu Papanya FL
"hmm... aku tidak tahu namanya"
"Heh... dasar kakak kelas kurang ajar, masak nama adik kelas saja tidak hafal,apalagi FL bukannya sering berkumpul denganmu dan gengmu itu" Valeri tertawa
"Cih... harusnya aku yang bilang begitu, aku tidak terlalu memperhatikan hal seperti itu" Kris jengkel
"Tapi kamu tahu namaku?" Valeri menaik turunkan alisnya
"Itu..." Kris kehabisan kata-kata. Seketika tawa Valeri meledak
"Valeri..." Kris memangilnya, seketika Valeri mengusap air matanya yang mengalir karena banyak tertawa tadi
"ada apa?" Valeri masih cekikikan
"kau sibuk hari sabtu ini?" Kris bertanya dengan wajah datar
"kenapa memang?" Valeri bingung
"Antarkan aku ke perpustakaan lama sekolah bekas Belanda di pusat kota, aku ingin mencari sesuatu"-Kris
"Ehh?"
To Be Continued.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas Van Dijk
FantasyDimas Van Dijk adalah seorang remaja keturunan Belanda yang hidup di Indonesia pada masa penjajahan. Seorang yang menjadi alasan balas dendam dari seorang Ivanna Van Dijk, tak begitu banyak cerita yang mengalir tentangnya. Membuatku penasaran tentan...