16. Terlalu Gengsi

6.1K 226 14
                                    

Saat kini Rey tengah bersidekap di meja. Rasa capek nya terus menyulut. Apalagi ditambah di abaikan Jeje. Kenapa cewek itu selalu memenuhi fikirannya?

"Ngapa lo? Kusut bener dah." Billy duduk disamping Rey, "Gimana hukumannya? Enak?"

Rey mendengus, "Bacot!"

Cowok itupun menyenderkan badannya dan sambil menutup matanya di pojokan tembok. Kebetulan tempat duduk nya paling kiri.

"Rey!!!!" heboh Farhan selaku ketua Osis. Farhan berjalan ke arah bangku Rey dengan sigap.

Rey membuka matanya malas, iapun kemudian menatap Farhan. Rey hanya menaikkan kedua halisnya sebagai jawaban.

"Tumben lo. Ngapain?" celetuk Billy. Ia pun menyilangkan tangannya di dada bersiap menyimak keduanya.

"Kepo lo." jawab nya ketus.

"Songong banget sih lo. Gue pecat dari jabatan lo, mampus lo!"

"Lakuin aja kalo lo bisa." ujar Farhan santai. Sedangkan Billy menatap Farhan seolah olah akan membunuhnya.

Reyfan menghela nafasnya, "Kenapa?" akhirnya dia membuka suara.

"Kata anak-anak sebelah, lo jago basket kan?"

"Terus?" jawab Rey datar.

"Dia emang jago basket woii! Kemana aja lo?" timpal Billy gemas.

"Diem Bill." ucap Rey datar. Lebih datar dari yang tadi. Dan yap! Billy pun akhirnya memilih diam.

"Emhh–anu.." Farhan jadi gelapan sendiri. Kenapa ia jadi takut? Takut karna ucapan Rey tadi yang di lontarkan ke Billy. Membuat nyalinya menciut seketika.

"Ngomong yang jelas!" gertak Rey. Sudah tau hari ini dia sangat kesal. Ditambah ini?

"It–katanya, bakal ada seleksi buat masuk tim nasional." tutur Farhan.

Sedangkan Rey masih mencerna apa yang di katakan si ketua kelas barusan.

Cowok itu akhirnya tertarik, "Kapan seleksinya?"

"Belum pasti juga sih Rey. Tapi lo bisa nyiapin skill dulu mulai besok. Dan katanya seleksi bakalan di adain di sekolah SMA Trisakti," jelas nya lagi.

"Gue harap lo berpatisipasi dalam ini Rey. Kalo lo masuk, lo udah banggain sekolah kita."

Rey mengangguk mantap, "Gue usahain itu."

Bagaimana ia menolak? Menjadi pemain basket terkenal adalah impian nya sejak kecil. Dan kini impiannya sudah ada di depan mata.

Setelah mengatakan itu, Farhan pergi dari hadapan mereka berdua.

"Lo yakin?" Billy masih tidak percaya dengan apa yang di ucapkannya barusan.

"Yakin," jawabnya singkat. "Lo juga ikut lah. Bisa ini kan? Yang penting kagak amatir." lanjut Rey.

Billy menggeleng cepat, "Ogah! Gue tuh emang demen sama basket. Tapi kalo urusan kaya gini gue enggak mau ambil resiko."

"Banci lo." cibir Rey.

"Banci-banci gini juga ganteng kali." ujar Billy menaik turunkan halisnya.

My Enemy Is My Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang