9. Perlahan Tapi Pasti

7.3K 336 7
                                    

Rey memperlihat kan senyuman licik nya,

"Deal?"

"Enggak!"

"Gitu ya?"

"Gue bilang enggak ya enggak Reyfan! Lo kok maksa sih?!" seru Jeje kesal.

Sikap Rey hanya biasa saja ketika mendapat tatapan membunuh dari Jeje.

"Lo kalo ngomong fikir dua kali deh. Belum juga kita resmi lo udah bikin perjanjian konyol kaya gini! Sumpah ya, gue gak kebayang kalo lo beneran jadi suami gue. Gimana nasib gue ntar? Yang ada malah kaya orang tahanan. Kekang sana-sini." Jeje tak bisa lagi menahan emosinya. Ia langsung mengeluarkan segala unek-unek yang ada di dalam dirinya.

"Gue juga perlu kebebasan! Lo lupa? Kita berdua masih SMA Rey. Jelas lah gu–"

"Lo manusia apa burung beo sih? Ngedumel mulu perasaan," potong Rey cepat.

"Bacot lo!" kata Jeje. Kini suara nya agak meninggi.

Rey terkekeh pelan. "Gua cuma pengen yang terbaik buat lo dan anak kita kelak, Je."

"Idih najis! Anak kita mata lo!" timpal Jeje gemas. "Gue pengen kuliah kali,"


     Reyfan menarik nafasnya dengan berat. Menanggapi perkataan Jeje.

"Ngapain? Palingan mentok-mentok nya cuma di dapur. Iyakan?" cibir Rey.

      
    Sialan memang! Ada saja perkataan yang membuat gadis ini bungkam di buat nya.

"Bener kan?"

"Serah lo!"

      Jeje bangkit dari duduknya. Berniat melangkah kan kakinya menjauh dari pria itu. Belum saja ia melangkah, tangannya sudah di genggam erat dan langsung menarik Jeje kedalam pelukannya.

Jeje merasakan hembusan nafas yang begitu dekat. Detak jantung nya pun sangat terdengar jelas. Oh God!

"Gua pengen lo jadi orang yang terakhir kalinya Je. Semoga aja yang dipilih orang tua gua gabakalan salah. Gua gamau gagal buat yang ke sekian kalinya," ungkap Rey jujur. "Iya gua tau, lo pasti masih heran sama gua kan? Kita baru aja kenal tadi pagi."

     Rey semakin erat memeluk
gadis itu.

"R-rey.. gue ga–biss..aa nap—"

Saat itupun juga Rey melepaskan pelukannya.

"Lo mau bunuh gue ya? Hahh?!!" dengus Jeje.

"Ya maaf," seru Rey.

Ntah kenapa, Jeje memutar balikan bola matanya. Fikiran nya masih tertuju pada perkataan Rey barusan.

Apakah benar ia berbicara seperti itu? Apa emang benar juga Rey akan mencintai nya dengan tulus layaknya Antonio dulu?

      Jeje sangat anti dengan yang namanya jatuh cinta.

Dulu, ia pernah mencintai seseorang dengan begitu tulus. Sampai Jeje rela di skors karna telah melanggar peraturan yang di buat sekolah. Tapi sayang, pria itu mengkhianati dirinya.

Ya, panggil saja namanya Gilang. Dia first love Jeje. Karna pria itulah yang telah membuat hatinya tertutup rapat untuk semuanya, terutama kaum Adam.

     Mungkin inilah saat nya Jeje untuk membuka hatinya kembali. Setelah sekian lama tertutup rapat.  Menurutnya, cinta itu hanyalah hal konyol. Dan karna cinta lah, manusia di dunia ini menjadi bodoh seketika.

    Jeje melirik Rey sekilas.

"Apa?"

"Gue gak yakin." ujar Jeje tanpa ekspresi

Rey menghela berat, kemudian ia tersenyum. Rey menggenggam tangan Jeje.

"Gua atau pun lo belum punya rasa yang sama kan?"

"Dan gue gamau kejadian dulu terjadi lagi saat ini, Rey." lirih Jeje.

"Kejadian?" tanya Rey heran. "Maksud lo?"

"Dulu gue pernah sayang, dan rasa sayang gue ke dia itu melebihi rasa sayang gue ke bokap dan nyokap. Sampe akhirnya, dia khianatin gue Rey. Dia ngeduain gue.. hiks" isak Jeje.

       Kini air matanya turun, membasahi kedua pipinya.

"Eh lo nangis?"

Rey merangkul Jeje dan menyenderkan kepala gadis itu di bahunya sembari menenangkan nya.

"Jangan nangis, nanti mukanya gak cantik lagi." seru Rey sambil menghapus air mata Jeje.

Jeje yang mendapat perlakuan seperti itu hanya diam. Ia sadar sekarang. Ia butuh perhatian dari seorang pria mau teman ataupun pacar sekalipun.

"Itu bakalan jadi masalalu. Dan selama nya! Lo tenang aja, gua gaakan ngulang apa yang pernah cowok itu lakuin ke lo." katanya serius. "Trust me,"

"Gue gatau kapan hati gue kebuka lagi Rey," ujar Jeje sambil menepis air matanya yang berjatuhan.

"Gua akan tunggu lo Je. Kapan pun. Kapan pun itu. Gua siap,"

"Tapi masih banyak yang melebihi gue di luar sana Rey. Kenapa harus gue?" tanya Jeje. "Lo aja belum kenal gue sepenuhnya kan?" lanjut nya.

"Cepat atau lambat, maybe." jawab Rey singkat.

Maksud cowok yang berada di samping nya itu apasih? Jeje masih tak mengerti. Bisa-bisanya dia bersikap kaya gini layaknya seorang kekasih.

Jeje melepas genggaman Rey.

"Jangan terlalu menyimpan harapan lebih kepada manusia, Rey. Kasian hati lo nanti." ucap Jeje penuh penekanan.

Belum saja Rey menjawab pertanyaan dari nya, ia sudah pergi meninggalkan Rey sendirian di halaman komplek nya itu.


Rey hanya bisa memandang tubuh mungil yang semakin menjauh darinya.

"Suatu saat gua bakalan dapetin hati lo, Je." gumam Rey pelan. "Gua gaakan nyerah!"












Note; kalo udah baca jangan lupa tinggalin jejak :) makasih. ❤️

My Enemy Is My Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang