Jimmy- 11

814 41 0
                                    

Pagi ini, aku masih sibuk dengan kegiatan gym yang biasa aku lakukan rutin setiap pagi, sebelum berangkat kerja. Hanya tinggal melakukan pendinginan, maka aku sudah selesai dan bisa pulang ke apartemen untuk mandi dan sedikit sarapan, kemudian berangkat kerja.

Hari ini aku sengaja datang cukup pagi, hanya untuk bertemu dengan Ayana dan menggoda dia. Sungguh lucu dan imut ketika pipinya memerah dan tersipu malu, jelas-jelas dia masih mengingatku, namun pura-pura tidak ada apa-apa di antara kami.

Tumpukan dokumen sudah menyambutku dengan hangat. Aku sudah mendapatkan laporan dari sekretaris dan manajer, juga direktur para staff, bahwasanya penjualan koran kini masih stabil. Tidak tahu, untuk beberapa bulan ke depan.

Oleh sebab itu, aku harus melakukan perjalanan bisnis, sepertinya. Aku akan mencari inspirasi di luar, melihat penjualan kami secara langsung. Tentu saja, ini juga salah satu cara agar aku bisa bersama dengan Ayana. Aku memang berencana akan mengajaknya.

Ayana juga sudah aku suruh untuk mengantarkan kopi ke ruanganku siang ini. Tentu saja dengan sedikit mengancamnya bahwasanya aku akan mempublikasikan tentang hubungan kami, dan tanpa pikir panjang ia bersedia selalu mengantarkan makanan yang aku minta setiap hari.

Tok ... tok ... tok ...

Tiba-tiba saja, ada yang mengetuk pintu ruanganku. Tanpa meliriknya, aku langsung mempersilahkannya untuk masuk.

"Jimmy, kamu merindukanku?"

Aku pun langsung menyimpan pena yang tengah aku gunakan, dan meliriknya dari bawah ke atas. Wanita mengenakan baju ketat selutut berwarna merah, dan ya lipsticknya juga merah. Aku mengerenyitkan kening ketika melihat Wanita yang ada di depanku.

"Meli? Sedang apa kamu di sini?"

Wanita itu langsung menghamburkan pelukannya padaku. Dengan napas menggebu-gebu, aku mencoba melepaskan pelukannya.

"Kenapa kamu melepaskan pelukan kita? Tidak senang aku ada di sini?"

Aku berusaha tersenyum manis, menunjukkan wibawa dan karismaku sebagai CEO. "Tentu saja aku senang. Silahkan duduk di bangku depanku."

Meli menurut dan duduk di bangku yang ada di depanku. Suasana hening langsung menjalar seketika. Aku berpura-pura terus fokus pada dokumen, dan berusaha mengabaikan Meli. Namun, tangan lembut tiba-tiba mencekal tanganku yang sedang sibuk menulis.

"Masih mau mengabaikanku?"

Aku masih tersenyum dan melepaskan tanganku yang tadi dipegang dirinya. "Baiklah, kita akan mengobrol. Ada apa kamu menemuiku?"

"Maaf," katanya lirih.

"Kenapa minta maaf? Kamu pernah punya salah padaku?"

Dia bergeleng pelan, dan kini matanya sedikit berkaca-kaca. "Aku sungguh menyesal. Sebenarnya aku masih menyukaimu saat dulu, tapi Pria itu memaksaku dan mengancamku. Makanya aku berpaling darimu." Kini air matanya tak dapat dibendung dan mengalir deras.

Aku memberikan beberapa lembar tisu padanya, dan sedikit menyeka air matanya. Dia nampak bahagia ketika aku menyeka air matanya. Ketika aku akan melepaskan lenganku dari pipinya, ia justru menahannya.

"Meli, apa yang kamu lakukan?"

"Kamu masih mencintaiku, 'kan?" tanyanya, membuatku terdiam sesaat.

Jujur saja, memang masih ada sedikit perasaan untuknya. Namun, caranya menyakiti hatiku secara perlahan entah mengapa aku tak sanggup memafaakannya sepenuhnya. Aku hanya diam dan tidak menjawab pertanyaannya itu.

"Kenapa kamu diam? Jika diam aku anggap iya!"

Aku pun memperlihatkan kalung perak yang aku kenakan. Ada cincin yang menggantung di sana. Seketika wajah Meli memerah, emosi, dan ingin marah. Itulah ekspresi yang ia tunjukkan. Dengan kasar ia melepaskan tanganku.

Terlalu Cantik vs Terlalu Jelek [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang