Jimmy- 14

739 39 7
                                    

Aku memasang arloji di pergelangan tangan, sembari berjalan menuju luar pintu ruangan kerjaku. Hari ini, aku akan melakukan perjalanan bisnis dengan Ayana. Aku sudah tidak sabar bagaimana kami nanti, menginap bersama-- maksudku tidak bersama juga sih, tapi ya kalian tahu lah satu atap beda kamar.

Dengan senyum terukir di wajah tampanku ini, aku sudah siap membuka pintu. Dan ketika aku membuka pintu, apa yang aku lihat? Cahaya terang begitu memancar.

"Kamu lama sekali," katanya sembari mendelik.

Senyumku kini malah bertambah lebar ketika melihat Dia marah.

"Tapi, kamu mau menungguku."

Wanita itu melotot tajam padaku, lalu pergi dengan menghentakkan kaki. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah lucunya itu.

Dilihat dari mana pun, ia nampak terlihat sempurna. Aku tidak bisa menjabarkan pakaian yang ia gunakan, tapi aku bisa gambarkan.

 Aku tidak bisa menjabarkan pakaian yang ia gunakan, tapi aku bisa gambarkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cantik bukan? Tentu saja cantik. Pakaian apa pun yang dikenakan Ayana pasti akan nampak cantik.

Dengan sedikit berlari, aku mensejajarkan langkahku dengan Ayana. Turun tangga bersama, hingga kini kami sampai di parkiran.

Aku dapat menemukan mobilku dengan mudah. Langsung saja aku membukakan pintu mobil untuk Ayana. Setelahnya aku naik dan melajukan mobil dengan kecepatan sedang.

Tapi, ada yang menganjal sedari tadi di pikiranku. Ayana nampak tidak senang dengan perjalanan ini, dilihat dari manapun ia sedang cemberut dan tidak mood. Apa yang sebenarnya menganggu pikirannya?

"Ayana, kamu tidak senang?"

"Ya."

"Kenapa tidak menolak kalau tidak senang?"

"Ya."

"Kamu kena--"

"Ya."

Kenapa dengan Ayana? Dari tadi hanya jawaban "ya ... ya ... ya." Jujur itu tidak enak. Aku menjadi bersalah karena memaksanya untuk pergi bersamaku.

Drd ... drd ...

Ponsel Ayana menyala. Dengan cepat ia mengangkat telpon dan ia dekatkan pada telinganya.

"Marsha, ada apa menelpon?"

"...."

"Ya, aku sedang sibuk. Aku sedang melakukan perjalanan bisnis. Ada hal penting?"

"...."

Dia menatapku dan mengigit kuku di jari telunjuk kirinya. Dengan cepat aku langsung memegang lengannya dan mengembalikannya seperti semula. Meskipun kali ini ia tidak marah, tapi ia nampak gugup.

Terlalu Cantik vs Terlalu Jelek [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang