“Pada akhirnya, kau akan tetap meninggalkanku.”
***
Pada jam istirahat kali ini, Saka memilih untuk tidak mengganggu Shilla. Cowok itu terlihat sekali enggan berbicara, sedari pagi tadi ia hanya diam. Di kelas pun hanya bermain game saja. Arhen dan Zenka menyadari perubahan sikap Saka.
Zenka mendongak pada Saka yang sedang asyik memakan soto-nya, “Sak, kayaknya gue hari ini bisa ngitung berapa kata yang lo omongin deh.”
Arhen terkekeh, kemudian jemarinya satu persatu menekuk layaknya sedang menghitung sesuatu.
“Gue udah itung, cuma 10 kata yang dia ucapin Zen. Hm, enggak, oke, diem, lo, iya, disana, anjing-gue-kalah,” sahut Arhen.
Zenka tertawa, benar juga yang baru saja dikatakan Arhen. Saka memang hanya berucap kata tersebut. Itupun saat cowok itu sedang bermain game.
Saka diam. Ia masih asyik dengan soto-nya. Sesekali Saka meniup-niupi kuah soto tersebut di lekukan sendoknya,
“Yailaaahhh, Saka niup kuah aja mata lo pada melotot. Awas keluar tuh mata,” cibir Zenka pada siswi-siswi disekitar meja makan mereka. Arhen nyengir. Ia melihat meja di sekitarnya, dan memperlihatkan para siswi itu berwajah muram akibat sindiran Zenka tadi.
“Diem tukang cendol! Gue lagi makan, jangan ngelawak mulu!”
Zenka tertawa, “Abisnya mata mereka kek buto ijo semua, Ar. Melotot, ampek mau keluar tuh!” ujarnya sambil menunjuk satu persatu meja makan yang ditempati siswi-siswi tadi.
Akan tetapi, tawa mereka tidak berlangsung lama. Ada Shilla, yang menghentikan seluruh suara tawa Arhen dan Zenka. Shilla duduk tepat di depan Saka, dan di samping Zenka.
Semua sorot mata memperhatikan gerak-gerak gadis itu. Shilla sadar akan hal itu, ia melihat semua murid itu yang sedang menatapnya jijik. Aneh mungkin?
Karena suasana yang mendadak hening, Saka perlahan mendongak ke hadapan-nya. Cowok dengan rahang tegas itu sedikit terkejut, melihat Shilla yang tersenyum lebar di depan-nya.
Saka perlahan menoleh ke sekitar, semua murid disana sedang memperhatikan mereka intens. Arhen dan Zenka diam bergeming dan menunduk. Kemudian ia menghela napas malas dan kembali melanjutkan aktivitas makan-nya.
“Saka.”
Cowok itu berhenti, mendongak memperhatikan Shilla yang baru saja memanggil nama-nya.
Shilla menelan ludahnya susah payah, tatapan Saka sangat dingin dan menusuk tajam. Ia tak mampu berkata-kata lagi. Shilla terlalu takut jika seperti ini.
“Hm?” balas Saka dengan suara berat. Shilla menahan napasnya, suara Saka mampu membuat hatinya berdegup kencang.
“Euhmmm—”
“Hobi lo itu suka ngejatuhin harga diri ya?” tanya Saka menusuk relung Shilla dalam. Shilla membulatkan kedua matanya, gadis itu menunduk.
Cairan panas siap meluncur dari bola matanya, kamu cengeng Shilla.
“Shilla cuman mau ngucapin terima kasih buat Saka. Udah bayarin utang Shilla kemarin, walau itu bukan sepenuhnya utang milik Shilla, sih. Juga makasih karena kemarin udah selamatin Shi—”
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cruel Boyfriend [COMPLETED]
Teen Fictioncover by @itskarrin "Tolong...., Tolong. Jangan buat gue tersiksa." Mari kita bercerita. Bagaimana perasaanmu ketika kau harus berpisah dengan orang yang meski sangat kamu sayangi? Tidak ada toleransi. Tidak ada waktu memperbaiki. Tidak ada lagi kes...