Kakak cantik?

0 0 0
                                    

Kala itu Sang Surya akan segera tenggelam di ufuk barat, aku berusaha untuk tidak memperlambat waktu hingga gelap bumi mulai menerpa.
Ah rasanya berat sekali. Aku berjalan setengah berlari dengan membawa beberapa kap makanan kantong besar.

“Assalamualaikum”.

“Wa'alaikumsalam ,Kak”. Serentak semua anak anak ketika aku memasuki ruangan.

“Maaf kakak terlambat”.

“Bawa makanan ya kak?” salah satu anak perempuan menghampiriku, namanya Nadia

“Iya. Kalian belum makan kan?”

Mereka mengangguk, membuatku semakin bersalah.
Andai aku tidak bertemu dengan wanita itu mungkin akan lebih menyenangkan bagiku melihat mereka makan pada waktu yang tepat

“Zidaaan, Zidaaan”.

Wanita itu mengejarku tanpa lelah. Ah sial! Mengapa aku ketiduran! Jadi beginikan!

Hap!
Ah apa? Lengan kemejaku di tarik olehnya. Wanita gila! Gila harta!

“lepasin Gue!”

Aku memberontak kasar. Wanita ini sangat keras kepala. Aku takut akan berbuat anarkis terhadapnya.

“Kamu mau kemana Zidan? Ada yang harus kita bicarakan”.

“Gue gak peduli“.

“Ini tentang papa kamu”.

“Aaah, apalagi tentang dia! Gue sama sekali gak peduli”. Elakku

“Zidan. Dengerin aku”.

“Buat apa dengerin. Gak ada manfaatnya sekali”.

“Papamu rindu sama kamu Zidan”.

Aku tersenyum kecut

“Apa sih!”

“Sekali ini saja. Kamu ikut aku ke turki”.

“Gak mau! Gue kesana juga cuman dijadiin budak”.

“Bukan budak tapi kamu adalah pemegang warisan papamu”.

“Terserah Lo”.

Menjadi pemegang saham terbesar di perusahaan papa tidak membuat aku tergoda. Hanya akan membuat ku semakin tidak ingin kesana. Lebih baik aku dekat dengan orang orang yang membutuhkan dibanding dekat dengan harta namun lupa dengan Pencipta.

“Assalamualaikum”. Suara diambang pintu. Membuat kami serentak menoleh

“Wa'alaikumsalam”. Jawab kami

“Ikbal? Kamu darimana saja?” Tanya ku ketika melihatnya dengan nafas tersengal sengal

“Panjang kak ceritanya”. Jawabnya , dia terlihat sangat lelah

“Kamu ngamen lagi?” Tanya ku

“Hehehehe” hanya itu jawaban yang menurut ku benar Ikbal mengamen lagi

“Ya Allah. Kakak kan sudah bilang jangan ngamen lagi. Nanti kalau kamu diculik gimana?”

“Habisnya Ikbal laper. Nungguin kak Zidan lama bener”

“Yaudah sini kita makan bareng”.

Aku merangkulnya masuk, mengambil gitar kecil dari tangan kumuhnya. Rata rata dari kesebelasan anak jalanan disini adalah mantan pengamen atau pemulung. Jangan tanyakan orang tua mereka dimana. Karena sebagian dari mereka ada yang sudah yatim piatu dan ditinggalkan orang tua nya sejak bayi.

Sama sepertiku. Sama sama ditinggal orang tua.

“Kak, tadi ada cewek cantikkk buangeeet” Ikbal buka suara di tengah kita sedang melahap makanan.

“Kamu ini cewek mulu yang dipikirin”.

“Kak Zidan ini gimana sih kalau aku mikirin cowokkan bahaya”.

“Iya terserah kamu. Terus gimana itu cewek?”

“Cieee mulai kepo ya?”

Aku menjitak pelan kepalanya

“Buruan cerita”. Ucapku

“Tadi Ikbal ngamen di Bis yang mau ke pusat terus  cewek cantik itu minta Ikbal nyanyi solawat, kan Ikbal gak bisa, tapi dia kasih Ikbal uang banyak, kak”. Tuturnya sembari berusaha mengunyah makanan di mulutnya

“Nah PR buat kamu kalau gitu, Hafalin solawat terus besok setor ke kakak”.

“Apa sih kak Zidan. PR kemaren juga tentang niat masuk WC Ikbal belum hafal”.

“Kakak gak mau tau. Kamu gak malu apa, orang Islam gak tau solawat”.

“Iya deh, tapi nanti kakak janji ya tolong cariin lagi kakak cantik itu”.

“Buat apa?”

“Ikbal mau solawatan di depan dia. Ikbal sebagai senior pengamen malu gak bisa menuhin permintaan penonton”.

“Ngawur kamu”. Kata ku

Laa TahzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang