Zulfa hampir tak bisa bernafas ketika Alif mendadak menemuinya di depan rumah, jantungnya bahkan berdebar kencang, ia bingung bagaimana lagi untuk menyembunyikan kesaltingannya ini.
Sebuah keran air bekas Zulfa menyiram bunga mendadak jatuh saking keterkejutannya.
Alif menahan tawa melihat makhluk didepannya ini.Lucu sekali. Pikir Alif
“Mas Alif mau apa kesini?”. Tanya Zulfa
“Memangnya gak boleh dek?”. Alif balik bertanya
Sepertinya alam tengah berkonspirasi untuk menahan gas oksigen untuk Zulfa hirup, dia tak bisa bernafas sama sekali.
“Boleh lah Mas”.
“Ada Bapa dirumah?”.
“Ada lagi baca koran”.
“Oh gak ke kantor desa?”
Laki laki didepannya ini banyak sekali bertanya, kaki Zulfa sudah bersiap dari tadi untuk melarikan diri saking malunya
“Libur kan hari Minggu”.
Alif ber-oh ria hingga akhirnya dia memutuskan untuk menemui Ahmad segera, dia sudah gemas melihat Zulfa yang semakin salah tingkah di depannya.
“Eh tunggu..”.
Astaga! Mau apa lagi dia?
Jantung Zulfa berdebar lagi, lama lama jantung Zulfa akan lepas dari tempatnya
“Iya Mas?”.
“Lulus?”.
“Alhamdulillah Mas. Lulus. ”. Jawab Zulfa
“Alhamdulillah. Selamat ya dek”.
“Iya Mas. Makasih”.
Sepertinya ini sudah cukup untuk Alif membuat Zulfa malu, selucu itu anak paman ahmad. Namun ia heran mengapa Zulfa merasa kikuk jika ia menemui Zulfa
Zulfa mempunyai rasa? Ah tidak! Jangan salah paham Alif! Jangan mengulang kesalahan kedua yang bisa membuat hatimu patah.
******
Ahmad bersandar sebentar, sebuah undangan kini berada di tangannya. Undangan pernikahan bersampul biru langit berlatar foto kedua calon mempelai.
“Kamu mau datang nak?”. Tanya Ahmad
“Mmm” Alif berfikir keras, antara datang atau tidak itu tidak masalah, namun orang yang akan menikah ini adalah anak dari dosen waktu kuliahnya dulu
“Maaf paman gak bisa datang, kamu wakilkan saja ya”.
“Kenapa paman?”.
“Ada urusan”.
“Bukannya hari ini paman libur?”. Alif teringat perkataan Zulfa bahwa Ahmad sekarang libur
“Bukan di kantor desa, nak. Ada urusan pekerjaan di luar kota”. Ucap Ahmad
“Pekerjaan? Bukannya paman selalu di kantor desa?”.
“Ada urusan sama pa gubenur” Kata Ahmad diakhiri tertawa kecil
Alif mengangguk, jadi akhirnya dia berangkat ke kondangan sendiri? Oh ayolah
“Soni bisa jadi wakil paman kan? Kalau Alif sendiri yang datang, Alif malu”.
“Bisa. Tapi Soni biasanya datang siang, soalnya dia jam segini masih tidur”.
Masih tidur? Pagi buta pun Soni masih tidur. Beda dengan Alif yang pagi pagi sekali sudah harus berada di kampus.
“Makanya cepetan bawa istri” Kata Ahmad sesekali ia menengguk secangkir kopi
“Paman bisa aja. Alif belum siap paman”.
“Apalagi yang belum siap? Sementara umurmu sudah pas untuk menikah”.
“Pernikahan? Alif saja tidak terlalu memikirkannya”.
“Memangnya apa yang sekarang tengah kamu pikirkan nak? Sukses udah. Mapan udah. Umur udah pas. Tinggal calon aja yang belum”.
“Calon?”.
“Iya. memangnya kamu mau hidup sendiri? Jangan menunda nunda ibadah itu tidak baik”.
Pikiran Alif melayang, seakan perkataan terakhir Ahmad adalah Boomerang baginya, dia sering menasehati seniornya yang telah sukses untuk segera menikah, namun kini justru dirinyalah yang musti ia pikirkan.
“Zul, kamu wakilkan bapa ya untuk datang ke undangannya Pak Harto”.
Sontak Alif menoleh, ada rasa tidak nyaman jika berdua saja bersama Zulfa
“Berdua. paman?”. Alif memastikan
“Sama Ibu”.
Alif tertawa ringan, dia jelas tengah menyembunyikan mimik wajahnya yang malu, mungkin hatinya merasa tak nyaman namun jika di hati terdalamnya mungkin ia lebih berharap jika nanti ia akan bersama.
“Antara Zulfa dan Soni siapa duluan yang ingin paman nikahkan?”.
Pertanyaan Alif ini mungkin terlalu vulgar, namun entah kenapa ia otomatis menanyakan pertanyaan seperti ini
“Bapa gak tau. Karena yang lebih tau itu Allah” .
Cukup, mungkin sekarang wajah Alif harus memakai helm. Malu yang luar biasa
KAMU SEDANG MEMBACA
Laa Tahzan
RomanceApa jadinya jika seseorang yang mempunyai keterikatan hubungan dimasa lalu kembali hadir menumbuhkan luka, penyebab utama hancurnya sebuah ikatan persahabatan hingga banyak menyakiti perasaan manusia? persahabatan dan percintaan? manakah yang akan...