Terungkap

0 0 0
                                    

Dengan tergesa-gesa aku berusaha berlari, setelah mengetahui ada yang mengikutiku dari belakang. Suasana gang pada sore hari sangat sepi, hanya satu atau dua motor saja yang lalu lalang.

Andai pulang sekolah tidak sesore ini.

Aku tak berani menengok kebelakang, sungguh aku masih trauma pada kejadian lalu. Semakin langkah kaki itu terdengar dekat semakin aku mempercepat langkahku.

"Stop!".

Tanpa izin dariku, kaki ku mendadak berhenti.
Keringat dingin mulai membasahi tubuhku.

"Tegang amat!".

"Zidan!" aku kaget

Zidan tertawa keras, dia tertawa meski tidak ada yang lucu menurutku.

"Mukamu lucu" dia kembali tertawa

"Nyebelin kamu, Astaghfirullah".

Tawanya mereda, dia menghapus air dimatanya, ketawa sampai segitunya.

"Habisnya kamu turun dari angkot kayak yang buru buru gitu". Ujar Zidan

"Iya aku buru buru" Jeda beberapa detik

"Aku ada urusan".

"Kemana Zul?" Tanya Zidan

"Sama Mas Soni".

"Oh. Yaudah cepetan. Mas mu pasti lagi nunggu kamu".

Aku mengangguk, tapi ada sesuatu yang melintas di pikiranku.

"Zidan kamu udah janji tentang rahasia itu". Ucapku

Zidan terkekeh kecil

"Iya Iya. Jadi kapan ada waktu untukku Zul?"

"Besok kan Minggu". Ucap ku

Zidan mengangguk dan setelahnya kami berpisah menuju arah masing-masing.

🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼


"Pikirkan baik baik, ini merupakan kesempatan besar untuk mu".

"Kau pikir semudah itu?".

"Astaga. Kau bodoh!".

"Kau yang kejam! Jangan hubungi aku lagi!".

"Zidan! Zidan... Hal-".

Sambungan telepon seluler terputus secara sepihak, Zidan menyeka wajahnya kasar. Sampai kapan wanita yang menurutnya gila itu akan menyerah.

Sebenarnya siapa wanita itu? Pikir Zidan.
Manajer papa? Atau sekertaris papa?

"Kak, ada orang yang mau ketemu kakak". Seru Ikbal di ambang pintu

Astaghfirullah? Apakah wanita gila itu datang kemari? Pikir Zidan

Zidan berjalan keluar ruangan. Namun setelah mengetahui siapa yang datang, tubuhnya seakan kaku bahkan mulutnya pun tidak bisa berucap.

"Ka...mu disin..ni?"

Wanita itu tersenyum bangga. Namun Zidan mendadak kaku

"Kak Zidan! Itu dia kak!" Teriak Ikbal di belakang Zidan

"Hah Aku?" Zulfa nampak bingung

"Kakak lupa pada ku?"

Zulfa mengamati Ikbal intens. Hingga akhirnya Zulfa terkekeh

"Kamu Ikbal? Pengamen di Bis itu ya?".

Ikbal mengangguk girang. Zidan melongo bingung melihat kedua makhluk di belakang dan di depannya

"Kak Zidan kok bengong! Suruh kakak itu masuk kak!" Ikbal mendorong dorong tubuh tegap Zidan.

"Zul.. Mari". Hanya itu yang bisa Zidan ucapkan namun Zulfa tertawa dibuatnya.

Zulfa masuk dengan mengucapkan salam terlebih dahulu, inikah yang menjadi rahasia terbesar Zidan? Pikir Zulfa.

Rumah sederhana, tua, kumuh dan sedikit kotor namun lumayan luas untuk beberapa orang.
Jadi Zidan itu benar anak berandalan?

"Kamu tinggal disini Zidan?" Tanya Zulfa, jeda beberapa detik "Bersama para anak ini?"

Zidan menghela nafas

"Aku setiap hari kesini, dari pagi hingga petang. Malam aku pulang ke rumahku. Aku disini hanya mengajar dan mendidik mereka agar bisa menjadi pintar". Ujar Zidan

MasyaALLOH mulia sekali. Pikir Zulfa

"Kasian mereka gak sekolah. Orang tua mereka sebagian ada yang sudah meninggal atau bahkan membuang mereka". Lanjut Zidan

"Gak kepikiran buat masukin mereka ke panti asuhan gitu?" tanya Zulfa

"Sekarang yang kayak gitu sulit dipercaya, di sinetron banyak tuh yang kena azab gara gara makan harta anak yatim" Ucap Zidan

"Dasar korban sinetron". Cibir Zulfa

Zidan tersenyum mendengarnya.

"Kamu kenapa tau aku ada disini?" Tanya Zidan, suaranya mendadak horor

"Aku ngikutin kamu!". jawab Zulfa tak berdosa

"Nakal ya!". Kata Zidan

"Emang kamu doang yang bisa ngagetin aku!".

"Jadi kamu bohong tentang urusan itu?"

"Bukan bohong tapi di ralat sama Mas ku. Saat kita pisah Mas Soni langsung telpon kalau urusannya batal. Aku pikir rahasia itu harus segera dibongkar, aku ikutin deh". Jelas Zulfa

Sungguh, Jalannya Zidan kayak Rossi yang lagi balapan, kenceng banget. Pikir Zulfa.
Zulfa hampir kehilangan jejak Zidan tadi

"Rahasia terbesar kamu mana?" Tagih Zulfa

"Ini". Zidan memutar jarinya

Zulfa berfikir jika ia sedang di permainkan. Namun lama kelamaan ia mengerti gerak mata Zidan.

"Kak nama kakak siapa?" Ikbal buka suara di samping Zidan

"Zulfa" jawab Zulfa

"Nama lengkapnya dong".

"Zulfa ainy haura"

Ikbal mengangguk. Setelah itu anak anak mengajak Zulfa untuk belajar bersama. Tak lupa Zidan pun ikut dalam kegiatan menyenangkan itu.

Drakkk..

Zulfa tak sengaja menyenggol sebuah lemari kecil, sebuah kertas jatuh kelantai, tangan Zulfa pun meraih kertas tersebut namun matanya bergerak membaca sepenggal nama bercetak hitam

Dengan ini menyatakan:

Muhammad Zidan Ibnu Faisal.

Dikeluarkan dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Laa TahzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang