15

33 2 2
                                    

Happy reading♡
.
.
.

Revan turun dari motor setelah memakirkannya dihalaman rumahnya. Tak hanya motornya disana, ada mobil bewarna silver juga.

Revan berjalan kearah ruang tamu saat sudah memasuki rumahnya. Ia sudah tau siapa tamu yang datang siang ini. Sebenarnya ia bukan tamu melainkan ia orang yang akan membantu kehidupan Revan nantinya lebih tepatnya kehidupan adiknya.

"Kamu beneran gak mau terima boneka berbienya?" tanya wanita itu memastikan.

"Tasya udah besar. Masa main berbie?" jawab Tasya tak lupa dengan wajah cemberutnya.

Wanita itu mengangguk angguk tanda mengerti.

"Kakak akan bawain lagi minggu depan apa yang kamu mau. Tapi untuk saat ini kamu ambil ya berbienya. Anggep aja ini sebagai hadiah"

"Ulang tahun Tasya minggu depan bukan sekarang" jawab Tasya kesal. Wanita itu tersenyum sumringah semakin merasa dekat dengan Tasya. Sekarang gadis kecil itu sudah berani memperlihatkan ekspresi lainnya meski itu ekspresi kesal. Biasanya ekspresi takut dan datar yang diperlihatkan gadis kecil itu.

"Yaudah kalau gitu anggap aja ini hadiah sebelum hadiah ulang tahun Tasya. Atau ini sebagai tanda persahabat kita"

Tasya menatap wanita yang masih tersenyum padanya itu lalu beralih menatap boneka berbie yang dipegang olehnya. Diam cukup lama, akhirnya ia mengambil boneka tersebut.

Revan yang melihat itu tersenyum tipis. Ia berjalan ke arah sofa, menaruh tas sekolahnya disana. Wanita itu menyadari kehadirannya, ia tersenyum lalu menghampiri dirinya.

"Kami sudah cukup dekat" ucap wanita itu bahagia seraya menatap Tasya yang sedang memperhatikan boneka berbie pemberiannya tadi. "Dia anak yang pintar. Saya semakin menyayanginya. Bahkan saya sudah menganggapnya sebagai adik saya" lanjutnya.

Novia---nama wanita itu. Umurnya berkisaran 25 tahun tapi sudah berprofesi sebagai psikologis dan sekarang Tasya adalah pasiennya. Seminggu lebih Tasya sudah menjalani pengobatan ini dengan Novia yang selalu berusaha mendekatinya. Mengajak Tasya bermain, bercerita, menyanyi, meski Tasya lebih banyak diam dan kadang menatap dengan takut.

Revan ikut menatap kearah Tasya. Lalu ia melangkah mendekati adiknya. Menanyakan tentang dimana dia mendapatkan boneka tersebut meski sejujurnya ia sudah tau siapa si pemberi.

Sejak kejadian dimana papanya tiba tiba datang ke rumah. Tasya berubah, sedikit lebih pendiam. Dalam hati Revan sedih melihat adiknya seperti ini. Umur adiknya yang masih terbilang sangat muda tapi harus dihadapkan dengan trauma dan lebih mirisnya trauma itu disebabkan karna ayah mereka sendiri.

Revan ingat jelas, dulu papanya suka memukul mamanya dan tak urung juga memukul adiknya. Atas kesalahan apa Revan tak tau papanya sampai tega berbuat seperti itu pada keluarganya sendiri. Kadang Revan juga ikut kena tapi tak separah mama dan adiknya.

Pernah suatu hari papanya yang baru saja pulang dari luar kota untuk mengurus bisnis tiba tiba saja langsung memukul mamanya yang sedang menggendong Tasya yang dulu masih berumur sekitar 6 tahun. Tasya saat itu menangis karna demam. Gadis kecil itu jadi sangat manja, merengek pada mamanya meminta untuk digendong. Papa yang terlalu kecapean merasa terganggu dengan tangisan Tasya, langsung mendekati mamanya, memukul dan menampar wanita itu. Mengatakan mamanya tidak becus dalam mengurus Tasya dan juga memarahi Tasya, menyuruhnya diam. Revan mendengarnya karna ia melihat dari balik pintu yang terbuka sedikit.

TwiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang